Karena tak kunjung ditanggapi, untuk ketujuh kalinya IOC mengirim surat peringatan pada 27 Januari lalu, yang ditujukan langsung kepada Presiden RI Joko Widodo, dengan tembusan Komite Olimpiade Indonesia (KOI).
Keterangan itu disampaikan langsung oleh Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto, di Kantor Kemenpora, Selasa (10/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini jadi pelajaran bagi kami juga. Harusnya kami koreksi juga jangan sampai persoalan menumpuk dulu. Akibatnya seperti sekarang, persiapan Asian Games yang sudah on the track jadi terganggu," sambungnya.
Gatot menegaskan, pihaknya sudah mempelajari AD/ART KONI terkait logo organisasi tersebut. Hanya saja, walaupun sudah tersirat pengakuan bahwa logo 5 ring itu properti IOC, namun tetap saja hal tersebut kini menjadi masalah.
""Anggaran Dasar KONI pasal 6 ayat 1 di mana di situ tertulis lima lingkaran terletak di atas sayap Garuda yang terangkai berwarna biru, kuning, hitam, hijau, dan merah, merupakan lambang dari IOC, menggambarkan lima benua. Jadi sebetulnya mereka mengakui bahwa logo lima ring ini adalah properti dari IOC.
"Satu lagi di Olympic Charter pasal 7 ayat 1 dan 2, itu intinya kurang lebih menyebutkan semua properti yang terkait masalah logo, simbol, dan lainnya itu sepenuhnya adalah menjadi haknya pihak IOC. Moga-moga kata ini memudahkan kami saat bernegoisasi dengan KONI."
Sayangnya, βhal itu malah dibuat tameng untuk menaikkan ego satu sektoral. Bahkan, fungsi Peraturan Menteri (Permen) yang dibuat untuk menghindari tumpang tindih tugas dan fungsi KONI-KOI pun tak berfungsi dengan baik.
"Ya, memang. Makanya kemarin sore kami ada rapat pimpinan dengan Pak Menteri (Imam Nahrawi). Dan, saya sudah usul, ke depannya kalau mau buat peraturan itu baiknya dilempar ke publik dulu. Jangan Permen sudah jadi, lantas baru ribut-ribut. Jangan ribut saat sudah ditandatangani menteri. Okelah itu sudah terjadi, tapi minimal dengan usulan ini ke depannya bisa menghindari kasus Permen KONI-KOI terulang kembali."
(mcy/a2s)