Ketua Satlak Prima Suwarno mengakui bahwa tidak memuaskannya prestasi Indonesia di SEA Games 2015 bukan cuma soal faktor teknis saja. Menurutnya, koordinasi antara Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Satlak Prima juga tak berjalan baik.
Hal ini tak lepas dari keputusan KOI yang secara sepihak memasukkan cabang petanque dan hoki ke dalam kontingen Indonesia. Padahal, sebelumnya pernah ada komitmen antara pemerintah dengan Prima untuk hanya memasukkan atlet-atlet dari cabang yang berpotensi meraih medali.
Persoalan tak berhenti di situ saja. Pergantian atlet tenis meja dan manajer cabang berkuda dan tenis meja yang secara sepihak juga dinilai Prima memengaruhi prestasi kontingen Indonesia.
"Kalau dari kacamata Prima, KOI itu tidak melaksanakan tugasnya dengan baik karena tidak koordinasi tentang cabor-cabor unggulan Indonesia. Tidak membawa misi, lalu berikutnya suka-suka saja. Sementara kementerian hanya diam. Hoki dan petanque yang akhirnya masuk dalam kontingen Indonesia, diam saja. Soal pergantian atlet tenis meja juga diam. Nggak ada reaksi apa-apa," tutur Suwarno.
Suwarno juga menyoroti kurangnya kemampuan KOI dalam hal melobi atau berkoordinasi untuk memasukkan cabor-cabor potensial emas ke dalam SEA Games 2015 di Singapura.
"Seperti karate, gulat, voli pantai, angkat besi, dan kempo itu 'kan cabor potensi emas kita. Tapi, tidak bisa dipertandingkan karena kurangnya lobi dari KOI. Padahal KOI itu yang mempunyai akses untuk ke sana," ujarnya.
"Semestinya SEA Games itu ada standardisasi di mana 28 cabang olahraga olimpiade harus masuk. Lalu ditambah cabor-cabor khas Asia. Ini Asia Tenggara apa? Suka-suka tuan rumah. Sementara, itu dijadikan standar keberhasilan? Ya nggak fair dong. Mestinya 'kan ada aturan yang membatasi agar biasnya tidak banyak untuk cabang-cabang yang dipertandingkan di SEA Games. Supaya tidak fluktuatif gitu loh," paparnya.
Apalagi, tidak hanya cabornya saja, nomor yang dipertandingkan saja juga tidak ada aturannya. "Seperti balap sepeda 2011 kita punya empat nomor unggulan, tapi di Singapura justru yang dipertandingkan hanya satu, nomor road race. Itupun jatahnya enam putra dan dua putri. Padahal, itu tambang emas kita. Lha ini siapa yang harus lobi? Bukan Prima, juga bukan KONI, tapi KOI. Makanya besok saat evaluasi akan saya buka semua," kata Suwarno.
Dia pun berharap pada evaluasi besok dengan Kemenpora ada titik terang. Dari pengalaman yang sudah-sudah, evaluasi hanya sekadar evaluasi, tindak lanjutnya tidak ada. Akibatnya, kesalahan-kesalahan yang sama pun terulang.
"Tergantung komitmen masing-masing stakeholder. Komitmennya untuk menjadikan olahraga ini sebagai proyeksi unggulan untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa nggak? Kalau tidak, ya komitmen hanya sekadar evaluasi. Kan mestinya harus ada tindakannya setelah evaluasi," kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT