Setelah lepas dari titik start di depan kantor Bupati Ngada, Minggu (22/5/2016), ke-82 peserta TdF memang harus melahap trek turunan. Namun, bukan turunan biasa yang dilewati. Adalah trek menurun sepanjang 35 kilometer yang diyakini mempunyai 311 tikungan.
Bagi para pebalap, mereka tetap memasang kecepatan sampai 80-100 kilometer per jam. Dengan perubahan trek menjadi tanjakan setelah kilometer 80, kecepatan mulai menurun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di akhir balapan, pebalap tercepat etape keempat, Liu Jianpeng dari China yang memperkuat Wisdom Hengxiang Cycling Team, menempuh jarak 136,6 kilometer dengan kecepatan rata-rata 35,82 kilometer per jam.
Jianpeng menyebut 35 kilometer pertama sebagai bagian terberat di etape ini. Apalagi tikungan-tikungan itu tak tampak dalam manual race yang jadi gambaran umum para peserta.
"Oh ya? Ada 311 tikungan dalam 35 kilometer dan jalannya menurun? Wah, saya tidak tahu itu. Kalau benar itu akan sangat menantang meskipun sepertinya bakal sulit," kata pebalap 23 tahun asal Belanda yang memperkuat Singha Infinite Cycling Team, Bart Buijk, sebelum balapan.
Berdasarkan keterangan penduduk setempat, jarak tempuh antara Bajawa menuju Ruteng biasa ditempuh dengan mobil dalam waktu tiga sampai empat jam. Jalanan memang tak ada masalah, semua mulus tanpa lubang. Boleh dibilang gangguan hanya berupa pasir atau kerikil.
"Kalau dalam trek pertama yang 311 tikungan ini, driver paling jago saja cuma bisa paling cepat 40 kilometer per jam," tutur Bimbo, anggota ikatan sopir di Nusa Tenggara Timur.
Pelatih sekaligus menajer timnas Indonesia, Wawan Setyobudi, mengakui trek awal pada etape keempat ini menyulitkan.
"Di etape ini yang penuh tikungan tajam dan turunan juga jadi ujian buat kami, bukan cuma pebalap. Kami saja yang di dalam mobil sampai harus terhempas ke kanan dan ke kiri," tutur Wawan. (fem/mfi)