Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) kecewa dengan hal tersebut dan meminta pemerintah Indonesia agar lebih tegas mengambil kebijakan dengan hanya mengirim kontingen yang betul betul siap untuk meraih medali.
"Saya kecewa karena Indonesia kehilangan peluang 24 keping emas akibat tidak dipertandingkannya sejumlah cabor yang menjadi lumbung medali bagi kontingen Indonesia," kata Ketua Satlak Prima, Achmad Soetjipto, dalam rilis yang diterima detikSport, Minggu (17/7/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski kecewa, kata dia, Indonesia harus menyikapinya secara lebih rasional. "Satlak Prima tak akan menggerutu atau meratap, namun akan menyesuaikan. Patokannya bahwa medali jauh lebih penting daripada keikutsertaan," imbuhnya.
Untuk itu, kata mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Satlak Prima menyarankan agar pemerintah Indonesia mengambil kebijakan dengan hanya mengirim kontingen yang betul betul siap membawa pulang medali dari Malaysia nanti.
"Tidak ada masalah jika jumlah kontingen Indonesia menjadi kecil dengan adanya kebijakan tersebut, tapi presentase atau winning rate akan tinggi. Akan lebih baik jika kita lebih fokus persiapan menghadapi tuan rumah Asian Games 2018," tegasnya.
Dengan adanya kebijakan itu, Tjip, begitu Achmad Soetjipto disapa, meminta pengurus cabor-cabor yang kurang berpeluang meraih medali legowo, apabila atlet-atletnya tidak dikirim ke SEA Games tahun depan.
"Investasi prestasi kan lebih baik dialihkan ke cabor yang berpeluang," ujarnya.
Senada, juga diungkapkan Kekecewaan Wakil Ketua Umum PB PODSI, Budiman, karena tidak dipertandingkannya tiga cabor dayung kano, rowing, dan tradisional boat race. Menurutnya, SEA Games Federation harus melakukan revolusi dengan lebih mengutamakan cabor olimpiade.
"Jika tidak ada revolusi, prestasi olahraga negara-negara anggota akan terpuruk terus, tidak akan bisa melewati negara negara Asia Timur atau eks Rusia plus India dalam Asian Games maupun Olympic Games," katanya.
"Seharusnya mempertandingkan 28 cabang Olympic Games plus 6 cabang non-Olympic Games yang ditentukan oleh tuan rumah sebagai previllege menjadi tuan rumah. Bukan semau-maunya," cetus Budiman. (mcy/a2s)