Wacana pembatasan usia memang bukan kali ini saja digulirkan. Usulan itu sudah mulai berlaku pada beberapa cabang olahraga sejak 2008 (di samping cabang-cabang olahraga yang memang sudah tradisi mempunyai batasan usia seperti sepakbola). Namun dalam perjalanannya, ada tarik ulur atau malah dicabut.
Beberapa alasan muncul. Di antaranya, PON dianggap sebagai satu-satunya jalan para atlet untuk meraup bonus besar demi kesejahteraan di hari tua. Bukan rahasia lagi kalau belum ada sistem yang seragam dalam mengatur atlet-atlet daerah. Bisa jadi satu daerah telah menjalankan pelatda (pemusatan atlet daerah) secara konsisten sehingga para atlet bisa berlatih dan mendapatkan uang saku secara teratur setiap tahunnya, tapi ada juga bebrapa provinsi yang menyiapkan atlet menuju PON dengan sistem kebut semalam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka, menjadi hal yang wajar jika para atlet yang sudah turun di Olimpiade pun akan tampil pada PON. Bisa ditebak siapa saja yang naik podium relatif bisa ditebak.
Ketua Umum PB TI, Marciano Norman, melihat ada sisi positif dalam wacana pembatasan usia atlet PON itu. Namun, untuk menggedoknya dia harus membicarakan dengan timnya terlebih dahulu.
"Masukan itu tentu akan saya jadikan bahan pertimbangan. Nanti saya diskusikan, saya coba untung ruginya bagaimana, lalu baiknya seperti apa," kata Norman, Senin (26/9/2016).
"Saya juga akan mendiskusikannya dengan World Taekwondo Federation. Sebab, jangan sampai di Indonesia tidak boleh tapi di luar negeri boleh. Ya kan?
"Dalam tiap PON akan ada pertanyaan di mana prestasi kami? Di mana pembinaan kita? Kami akan mencari tahu yang senior ini kalah adik-adiknya, kalah dari juniornya, atau karena dia memang tak punya pesaing? Atau justru kami yang tidak bisa mengangkat atlet-atlet muda ini. Itu perlu dicari tahu," ucap dia.
(mcy/fem)