Di tengah banjirnya protes dan kontroversi di arena pertandingan PON tahun ini, Dewan Hakim hari Senin (266/9) kemarin mengklaim pelaku olahraga di PON makin dewasa dan profesional. Indikatornya adalah menurunnya jumlah gugatan sengketa dibanding pada PON sebelumnya (2012) di Riau.
Dari data yang diberikan PB PON, jumlah gugatan sengketa yang masuk selama dua minggu perhelatan adalah sembilan kasus. Empat tahun lalu, gugatan serupa mencapai 21 kasus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak bisa menyebut sudah berapa biaya yang dikeluarkan, karena masing-masing cabor memiliki biaya protes yang berbeda di dewan hakim cabang olahraga," kata Andri, yang menyebutkan kalau kontingennya memasukkan dua gugatan untuk cabang renang indah dan berkuda.
Ketua KONI Pusat sekaligus Ketua Panitia Pengawas dan Pengarah, Tono Suratman, ketika dikonfirmasi terkait tingginya biaya gugatan tak menampik hal tersebut. Hal ini, kata dia, agar setiap kontingen yang ingin menggugat benar-benar siap dan yakin.
"Memang kami buat mahal. Semakin mahal semakin bagus. Kalau dia maju, kalau dia betul-betul merasa yakin berhasil, maka dia akan melewati itu. Karena uang yang dia keluarkan juga akan dikembalikan kepada PB. Uang yang kami dapatkan itu bukan untuk KONI, tapi dikembalikan kepada PB bersangkutan," kata Tono, Rabu (28/9).
[Baca juga: Menagih Prestasi Internasional dari PON yang Wah (dan Banyak Masalah)]
Sementara itu, Sekretaris Umum PB PON, Ahmad Hadadi, mengatakan pungutan biaya dalam gugatan ke dewan hakim merupakan hal lumrah dan sudah ada sejak PON 2008.
"Hanya memang besaran uang pungutannya merupakan kesepakatan bersama antara PB PON dan KONI Pusat, karena dewan hakim PB PON berisikan orang-orang yang diusulkan oleh KONI dan BAORI. Tapi jika dibandingkan dengan Riau, angka ini kurang lebih sama lah," ucap Ahmad.
(mcy/a2s)