Hayden, juara dunia MotoGP 2006, meninggal dunia pada 22 Mei lalu setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit akibat mengalami kecelakaan fatal ketika tengah bersepeda.
Menurut M. Fadli, yang dalam kolomnya di About The Game - detikSport sempat menyoal hal tersebut, menuturkan bahwa aspek keselamatan dan keamanan memang harus sangat diperhatikan dalam bersepeda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada pewarta, termasuk detikSport, di paddock tim Astra Honda Racing Team (AHRT) di sela gelaran Asia Road Racing Championship (ARRC) 2017 seri Jepang di Sirkuit Suzuka, M. Fadli pertama-tama bicara mengenai penggunaan pelindung kepala ketika bersepeda. Dengan karakter helm sepeda yang berbeda dari helm sepeda motor, para pesepeda jelas harus ekstra hati-hati dalam aktivitas gowesnya.
"(Saat bersepeda) Helm kan nggak mungkin full face, berat banget. Justru kalau sepeda itu bobotnya dibuat ringan," katanya.
Instruktur untuk pebalap muda binaan Astra Honda Motor (AHM) tersebut juga menyoroti ketidaktepatan menggunakan earphone ketika sedang bersepeda -- yang biasa dilakukan para pegowes untuk mendengar musik agar tak merasa bosan atau jenuh. Menurut sejumlah laporan, hal ini pula yang dilakukan oleh mendiang Hayden dalam aktivitas gowes terakhirnya.
Menurut M. Fadli, penggunaan earphone dalam aktivitas gowes justru berpotensi mengusik dan memecah konsentrasi. Si pegowes jadi kurang waspada dengan situasi di sekitarnya.
Mantan pebalap nasional dan Asia dalam kurun waktu 15 tahun itu kemudian mengutak-atik telepon selulernya untuk mencari sesuatu. Sejenak kemudian M. Fadli memperlihatkan sebuah gambar speaker mungil yang dipasangnya di bagian setang sepeda. Ini membuatnya bisa mendengarkan musik dengan skala kecil untuk mencegah rasa bosan, seraya tak hilang kewaspadaan dengan situasi sekitar.
![]() |
Pun demikian, M. Fadli tetap menyebut bahwa idealnya aktivitas gowes itu tidak dilakukan sendirian melainkan dalam rombongan kecil. "Normalnya harus ramai-ramai. 3-5 orang oke-lah. Kalau berdua masih bosan."
Saat ini M. Fadli cukup aktif menggowes sepeda. Selain hobi aktivitas ini juga menjadi sesuatu yang kini serius ia tekuni sebagai atlet balap sepeda.
[Baca juga: M. Fadli, Dari Balap Motor Banting Setir ke Ajang Sepeda]
[Baca juga: Debut M. Fadli di Balap Sepeda Cukup Menjanjikan]
Terkait aktivitas gowesnya itu, jarak latihan yang ia tempuh pun tidak pendek. "200 KM," sahut M. Fadli saat ditanya mengenai jarak latihan terjauh.
"Saya ke Bandung cuma 110 KM sampai ke Dipati Ukur. Kalau di Bintaro ada satu putaran yang 10 KM, 20 lap sudah 200 KM. Sekitar dua minggu lalu saya sepedaan dari rumah, Sentul, ke Slipi 'cuma' 108 KM. Saya kalau jalan pasti jam 5.30 pagi. Untuk mencapai jarak 100 KM, normalnya butuh waktu 3 jam. Tapi karena dari Cibubur, TB Simatupang, lagi banyak (pengerjaan) MRT jadi macet banget," lanjutnya membeberkan salah satu kisah ketika latihan.
M. Fadli kemudian memberikan tips buat para penggowes lain agar bisa terus memacu diri dalam menjalani aktivitasnya itu. "Harus punya target, ya."
Masing-masing penggowes mesti mencanangkan target pribadi demi terus memacu diri. M. Fadli, contohnya, yang salah satu target jarak dekatnya adalah bersiap untuk ASEA Para Games beberapa bulan mendatang.
"Misalnya saya, untuk persiapan SEA Games (ASEAN Para Games, 17-23 September 2017), bulan September itu harus punya VO2Max yang bagus," sebut M. Fadli menegaskan.
(krs/cas)