Satlak Prima yang dipimpin Achmad Sutjipto dinilai gagal menjalankan tugas setelah Indonesia hanya sanggup meraih 38 medali emas dari SEA Games 2017. Padahal, mereka menyebut optimistis membawa pulang 55 keping emas.
Jumlah emas itu menjadi paling sedikit sejak keikutsertaan Indonesia di SEA Games pada 1977. Sebelumnya, Indonesia mencatatkan kegagalan paling besar di SEA Games 2009 Laos dengan hanya meraih 43 medali emas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut rangkuman detikSport:
1. Ketidakmampuan Satlak Prima Menentukan Target
Satlak Prima tutup mulut saat diminta untuk membeberkan target medali emas di SEA Games 2017. Bahkan, target peringkat akhir SEA Games diungkapkan oleh Wakil Ketua Presiden Jusuf Kalla yang melakukan sidak ke tempat latihan beberapa cabang olahraga pada Juli 2017. Dia minta agar Indonesia finis di urutan keempat.
Dalam prosesnya, target medali emas diungkapkan oleh Chef de Mission (CdM) Indonesia Aziz Syamsuddin. Dia menyebut target emas Indonesia di SEA Games 2017 di angka 55. Tapi kemudian Ketua KOI, Erick Thohir, menyebut target 61 medali emas.
Target itu kembali direvisi sepekan menjelang keberangkatan. Indonesia menuju Kuala Lumpur untuk meraih minimal 55 medali emas.
Setelah SEA Games usai, dalam evaluasi bersama Kemenpora, Soetjipto kemudian mengakui tak mengetahui secara pasti kekuatan lawan.
[Baca Juga: Ketua Satlak Prima Akui Tak tahu kekuatan Lawan]
2. KOI Gagal Memperjuangkan Cabang Olahraga Andalan Indonesia
KOI berperan untuk menjalin hubungan dengan negara lain dalam pelaksanaan SEA Games, begitu pula pada SEA GAmes 2017 Kuala Lumpur. KOI lah yang mengikuti agenda rapat penentuan cabang olahraga bersama panitia pelaksana dan IOC negara lain.
"Dalam rapat SEA Games terakhir KOI yang berunding tidak dapat memperjuangkan cabang-cabang olahraga andalan kita," ujar Achmad Sutjipto, ketua Satlak Prima.
3. Ketidakmampuan Menpora Mengantisipasi Masalah Klasik
Kemenpora sudah menanggung malu saat Indonesia gagal memenuhi target medali emas SEA Games 2015 Singapura. Waktu itu, Menpora minta maaf dan berjanji tak akan membiarkan masalah keterlambatan uang saku, peralatan latih tanding, dan ujicoba terulang lagi.
Namun, dalam prosesnya, masalah serupa kembali muncul. Masalah makin kompleks setelah, seperti pernyataan Sesmenpora Gatot, adanya restrukturisasi Satker Keuangan dan adanya penurunan Standar Biaya Masukan Lainnya (SBML), honorarium Prima, dan Kemenpora.
Bahkan, dalam persiapan menuju SEA Games 2017 muncul persoalan baru dengan beberapa cabang olahraga nomaden setelah kompleks Gelora Bung Karno (GBK) direnovasi.
4. Memberi Tempat kepada Cabang Olahraga yang Tak Berpotensi Medali
Jumlah kontingen Indonesia tiba-tiba membengkak saat entry by name SEA Games 2017. Dari rencana 220 atlet menjadi 534 atlet.
Satlak Prima sempat memberikan toleransi untuk mengirimkan 300 atlet ke SEA Games 2017. Tapi, dalam prosesnya banyak kelonggaran yang terjadi hingga sampai 534 atlet yang diberangkatkan dengan memberi ruang terhadap cabang olahraga tak berpeluang medali hingga muncul cabang olahraga mandiri.
Padahal, presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan agar Menpora membuat prioritas. Kalimat itu diungkapkan saat menerima Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir setelah sukses meraih medali emas Olimpiade 2016 Rio de Janeiro.
"Saya sudah perintahkan kepada Menpora untuk fokus memberikan prioritas pada cabor yang telah terlihat prestasinya, baik dari sisi anggaran, sarana prasarana, kamp untuk pelatnas. Saya meyakini perencanaan yang baik akan mampu meraih medali emas lebih banyak, tetapi harus fokus pada tempat yang berpotensi medali di Olimpiade dan Asian Games," kata Presiden.
5. Pelaksanaan PON yang Makin Jauh dari Sportif
Pekan Olahraga Nasional (PON) muncul sebagai langkah untuk mendukung lahirnya atlet berprestasi di level nasional. Tapi faktanya, PON 2016 Jawa Barat justru memanggungkan rentetan kekisruhan, bahkan sejak menentukan cabang olahraga yang dipertandingkan.
[Baca Juga: PON Kisruh di Sana-sini, Menpora Akan Evaluasi Besar-besaran]
Pelaksanaan PON sudah menduplikasi tata cara SEA Games yang menjadikan ajang tuan rumah untuk menjadi juara umum dengan segala cara. Pelaksanaan PON merupakan tanggung jawab KONI.
6. PP/PB Tak Jujur Menentukan Target Medali dan Lambat Administrasi
Pengurus cabang olahraga juga dinilai mempunyai andil dalam hasil buruk SEA Games 2017. PB dinilai tak jujur saat menentukan target medali emas di SEA Games.
Pengurus cabang olahraga yang sudah berpengalaman selama bertahun-tahun menangani atlet juga dinilai kurang gesit dalam mengantisipasi masalah-masalah klasik yang muncul.
"Ada dua hal peran PB, pertama validitas data atlet seperti apa? Yang kedua minimnya ketersediaan pelatih yang berkualitas," tutur Djoko Pekik, Ketua Asosiasi profesor Keolahragaan Indonesia, Djoko Pekik Irianto.
(fem/din)