Nama Eko melejit setelah menjadi juara dunia angkat besi junior 2007. Dia menjadi yang terbaik di kelas 56 kg.
Masa kecilnya, di Kota Metro, Lampung sebagai penggembala kambing dan berasal dari keluarga yang pas-pasan menambah epik perolehan medali emas itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
[Baca Juga: Polemik Tuntas, Eko Yuli Irawan Tinggal Bertarung Vs Kenyamanan]
Bahkan, bisa jadi kalau pun media sosial sudah berkembang di masa itu, tak banyak yang menyaksikan sukses Eko. Angkat besi bukan cabang olahraga populer di Indonesia kendati konsisten menyumbangkan medali di ajang internasional. Patmawati, Lisa Rumbewas adalah sebagian nama yang melegenda. Patmawati juara dunia 1998 di kelas 58 kg sedangkan Lisa pemilik dua medali perak dan perunggu olimpiade.
Eko menyadarinya. Dia sih tak pernah memermasalahkan tak memiliki fans garis keras dari Indonesia yang setia menyaksikan penampilan atlet angkat besi tampil mewakili Merah Putih.
"Nggak masalah kalau yang memberikan semangat adalah tim sendiri. Saya enjoy saja. Sejak dulu juga begitu," ujar Eko kemudian tersenyum.
Beruntung bagi Eko setiap kali bertarung di negara lain. Di negara lain, sangat lumrah penonton datang ke arena angkat besi. Mereka bertepuk tangan, memberikan semangat, dan menyatakan kekaguman atas angkatan yang dibukukannya.
[Baca Juga: Eko Yuli Akan Bayar Kekecewaan SEA Games Kuala Lumpur di Asian Games]
"Setiap kali bertanding di luar negeri, saya tak pernah khawatir tak memiliki suporter. Sebab, ada saja yang mendukung kami. Mereka menghargai cabor-cabor lain, termasuk angkat besi, mereka sangat kagum dengan kelas saya yang kecil, tapi mampu membuat angkatan sekian ratus kg. Mereka mendukung semua atlet," ujar Eko.
Meski tanpa dukungan, Eko akan meneruskan jalannya di angkat besi. Dia tak akan berhenti di cabang olahraga tersebut bahkan setelah pensiun. Tetap berada di jalur angkat besi yang sunyi adalah pilihannya.
(fem/din)