Alya, 21 tahun, memang lahir dari keluarga atlet. Ayahnya, Tias Tiano, merupakan salah satu penggawa tim nasional Indonesia di SEA Games 1987, yang juga mantan pemain Persija Jakarta. Ibundanya, Septi bekas pemain basket.
Sejak kecil, Alya sudah berlatih pencak silat, tenis, bulutangkis, basket, dan sepakbola. Kemudian, dia menjajal renang secara otodidak, meniru kakaknya yang ditangani seorang pelatih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca Juga: Lewat Polo Air, Alya Nadira Menatap Panggung Asia
Tapi, Alya belum benar-benar nyaman dengan latihan dan kompetisi di renang. Da kemudian tertarik saat menyaksikan latihan Timnas polo air yang juga ada di Stadion Akuatik kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Alya bertekad untuk bisa bergabung dengan Timnas polo air.
"Wah ini nih, olahraga yang seru. Di air, bisa tampol-tampolan, ada body contact. Dan betul saat tampil di Liga di Padang kornea sobek, kena tonjok, bibir sobek, dada kehantam sampai pingsan di tengah kolam. Olahraga ini butuh mental dan fisik yang kuat," kata Alya dalam wawancara One on One dengan detikSport.
"Aku kan anaknya hiperaktif, aku melihat olahraga itu kayaknya seru nggak ngebosenin. Jadi, sejak itu aku pas usia 14 tahun, sore latihan berenang, malem latihan polo air," ujar putri pasangan Tias Tano Taufik dan Septi Susanti itu.
Alya kian antusias dengan polo air setelah dia mulai berlatih. Dia tak butuh waktu lama untuk melakukan teknik yang tepat di polo air.
Baca Juga: Latihan Penuh Menuju Asian Games 2018, Alya Nadira Tetap Puasa
"Aku baru sebentar latihan sudah kelihatan bakatnya. Sebagai contoh, orang lain belajar lempar bola sampai tiga bulan, aku tiga hari sudah bisa," ujar Alya.
"Olahraga ini lebih menantang, lebih susah. Selain itu, aku bisa jadi trendsetter di sini," dia menegaskan.
Kini, berselang enam tahun sejak perkenalan dengan polo air, Alya menjadi skuat inti Timnas polo air putri. Dia tengah berlatih keras untuk tampil di Asian Games 2018.
(mcy/fem)