Zohri membetot perhatian publik usai menjadi juara dunia junior 2018 di nomor lari 100 meter. Dia mengukir tinta emas itu di Finlandia.
Tugas Zohri berlanjut di level senior. Sprinter asal Lombok itu berhasil finis di urutan ketujuh Asian Games 2018.
Tapi, tugas Zohri bukan cuma di level Asia. Dia direncanakan untuk mewakili Indonesia pada Olimpiade 2020 Tokyo. Bukan tidak mungkin, Zohri dibebani target meedali.
Suryo, pemilik rekor Asia Tenggara pada lari 100 meter putra, menilai Zohri membutuhkan waktu lebih panjang untuk bisa menembus babak final (delapan besar) Olimpiade 2020.
Di Asian Games 2018, Zohri finis di nomor ketujuh dengan waktu 10,20 detik. Emas menjadi milik Su Bingtian dari China dengan waktu 9,92 detik.
Sementara, pada Olimpiade 2016 Rio de Janeiro, Usain Bolt meraih medali emas dengan cacatan waktu 9,81 detik. Di urutan kedelapan, Trayvon Bromell, membuat waktu 10,06 detik.
"Ke depan (untuk Zohri) ada SEA Games Filipina. Barulah kemudian Olimpiade 2020. Melihat jarak dengan pemilik emas Asian Games, waktu dua tahun untuk mengejar Su Bingtian terlalu pendek, apalagi mengejar waktu delapan besar di persaingan dunia," kata Suryo di Jakarta, Selasa (13/11).
"Saya berharap Zohri bisa lolos menjadi finalis, namun jangan dipaksakan. Biarkan berjalan alami. Takutnya setelah itu justru stagnan. Sebaiknya diarahkan sesuai umur latihan," mantan sprinter 35 tahun itu menjelaskan.
"Kalau melihat kiprahnya saat ini, Zohri akan berada di usia emas pada Olimpiade 2024. Mental dan fisik betul-betul matang. Kalau memang dalam prosesnya ada kejutan, dengan bisa lebih cepat berkembang, itu bagus. Yang penting jangan dipaksakan," ujar Suryo.
Saksikan juga video 'Cerita Haru Zohri, Juara Dunia Lari yang Latihan Tak Beralas Kaki':