Pengesahan pengurus KONI Pusat dengan Ketua Umum Marciano Norman dilakukan di di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (1/8/2019). Agenda itu dihadiri Pahala Nainggolan, deputi bidang pencegahan KPK. Dia sekaligus memberikan sambutan di depan pengurus baru dan lama KONI Pusat.
Dalam sambutannya, Pahala mengatakan pentingnya transparansi dalam sebuah proposal dan pencairan anggaran. Itu untuk menghindari kasus-kasus korupsi yang kerap terjadi di bidang olahraga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teranyar, kasus dana hibah yang melibatkan Sekretaris Jenderal KONI Pusat periode 2014-2019 Ending Fuad Hamidy dan Deputi IV Kemenpora Mulyana sebesar Rp 11,5 miliar.
"Kami lihat dana bantuan sosial atau hibah termasuk yang berisiko tinggi. Bukan KONI saja, kepada siapa saja, yang bentuknya hibah berbasis proposal selalu rawan. Jadi di daerah pun kami selalu mengamati pola-pola ini meski dalam konteks lain," kata Pahala.
"Hanya kami bilang begini, konstan untuk penganggaran hibah atau bantuan sosial buat itu transparan. Rasanya itu kuncinya. Kalau ada dananya, berapa disebut, dan bagi beberapa daerah APBD-nya sekarnag sudah bisa diakses oleh masyarakat," dia menjelaskan.
"Akan lebih baik proposalnya juga elektronik supaya semua orang bisa melihat berapa sebenarnya yang diusulkan, masuk di akal atau tidak, sebelum sampai ke implementasi. Oleh karena itu kami bilang budaya untuk tidak memberikan gratifikasi ke pegawai negara, kaitan dengan jabatannya mari kita hilangkan dari KONI, termasuk yang daerah. Kami tahu lah ada oknum-oknum yang mencoba memperlambat segala macam KPK siapa memfasilitasi itu," ujar dia.
"Kami yakin karena ceritanya selalu begitu. Waktunya mepet, abis itu dikejar-kejar, setelah itu berkas. Bukan hanya KONI saja, semua kasus korupsi yang ditangani KPK kalau sudah urusan olahraga selalu begitu. Penugasan, mepet waktunya, mulai dari Hambalang, semua segalanya, ceritanya begitu-begitu saja," kata dia.
Pahala juga bilang, seandainya KONI Pusat dijadikan Satuan Kerja di bawah kepengurusan Kemenpora itu adalah langkah bagus. Namun, ada positif dan negatifnya.
"Satker tentu lebih baik karena kalau (masuk) organ pemerintah penganggarannya jelas dan dia bisa dilengkapi dengan keuangan pemerintah. Artinya, dari penganggaran, perencanaan, sampai pelaporan, itu lebih baik, tapi akhirnya jadi birokratis. Kalau Satker begitu dana masyarakat masuk, bingung dia. Satker kelemahannya begitu. Sementara untuk sekarang (Non-goverment Organzation) fleksibel saja," dia menjelaskan.
"Untuk itu, ke depan yang jelas KONI akan audiensi dengan pimpinan KPK. Kami akan bilang, karena kami ada di seluruh provinsi tim pecegahannya (KPK). Kami akan lihat bagaimana Pemda penganggarannya ke KONI. Pada saat yang sama bagaimana pelaporan KONI ke Pemda, jadi saya bisa minta tim saya di koordinator wilayah. Coba lihat hibah KONI ke daerah. Jadi keduanya kami perbaiki,"
"Jika belum bagus pelaporannya dari cabor, mungkin ada sistem yang kami minta buat dari Pemda dan kami sebarkan ke masyarakat Indonesia. Jika dinilai lebih baik. Sesudah di situ, jalan penganggaran kan, nanti pelaporannya. Kalau ada kasus bagaimana, inspektorat yang memperbaiki, jangan langsung kepolisian," ujar dia.
"Kami juga akan dorong untuk mengaktifkan segera keuangan KONI karena kasihan. Secepatnya kami fasilitasi dengan Bapak Gatot (Sesmenpora)," dia menambahkan.
(mcy/fem)