Proliga tak mampir ke Jakarta sejak 2017. Alasannya, ada renovasi besar-besaran di beberapa venue di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, untuk Asian Games 2018. Dua tahun berlalu, Jakarta ternyata masih belum menjadi pilihan tuan rumah yang tepat untuk menyelenggarakan kompetisi kasta tertinggi voli nasional tersebut. Bahkan, sampai Proliga 2020.
Direktur Proliga, Hanny Sukartty, menjelaskan sebenarnya pada Proliga tahun ini sempat mewacanakan untuk memasukkan kembali ibu kota sebagai salah satu kota tuan rumah. Tetapi, biaya penyewaan yang luar biasa besar jadi kendalanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Proliga Upayakan Pakai Bola Olimpiade 2020 |
"Kemarin sudah ada wacana tahun ini kembali ke Jakarta tapi ternyata harga sewa GOR masih mahal," kata Hanny di Kantor PB PBVSI, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2019).
"Jadi perbandingan di Jakarta dengan daerah serta kondisi GOR di daerah yang lebih besar, antusiasme besar, dan penontonnya sudah pasti penuh. Bisa dibilang itu perbandingannya 1: 10 untuk biasa sewanya," dia menjelaskan.
Hanny mengungkapkan, untuk harga sewa hall di Tennis Indoor Senayan bisa mencapai Rp 400 juta selama tiga hari. Harga itu belum termasuk untuk biaya sewa lainnya seperti ruangan dan kebutuhan lainnya.
"Sedangkan di daerah mereka itu kalau sudah sewa GOR, ketika kami pasang e-board sudah tak kena pajak lagi. Sudah termasuk semua, kecuali di luar ya. Tapi kalau di Senayan di hitunglagi per meter, per hari. Saya bingung ya, padahal pemerintah membuat Senayan untuk olahraga tapi sekarang?" kata dia.
"Sepertinya juga pengelola lebih mementingnya yang komersil. Itu pun katanya kami sudah didiskon (tapi tetap mahal). Kalau di Jakarta kemungkinannya pakai Istora atau Tennis Indoor, tapi mahal."
Dia pun mencontohkan kota Kediri yang pemerintah daerahnya sangat mendukung pelaksanaan Proliga. "Mereka sampai meminta diadakan di daerahnya, sehingga walikotanya mempersiapkan kebutuhan kami. Sampai satu tahun sebelumnya, mereka renovasi dulu. Mereka berpikir dengan adanya Proliga di sana maka ekonominya bergerak. Sebab, sekali Proliga digelar di satu daerah, perpindahan orangnya bisa sampai 500 orang. Itu kan hotel, makan, sewa mobil, serta pemberitaan bagus. Itu bagus buat daerahnya," ujar dia.
"Artinya, daerah saja berpikir seperti itu dan menganggap olahraga sebagai bagian dari promosi mereka," dia melanjutkan.
"Jadi, saya bilang kalau ke Istora itu bukan kami yang harus mohon. Tetapi merupakan suatu kebijakan yang dibuat untuk merangkul PB-PB untuk membuat acara di sana," ujar dia.
"Maksudnya Kemenpora dan Setneg harus bersinergi. Bukan PB-PB memohon. Itu kan kewajiban mereka. Komersilnya kan mereka sudah dapat dari Plaza Senayan, Senayan City, lalu Hotel Mulia, masa yang seperti ini dikomersil juga. Jadi bukan kami tak ingin digelar di Jakarta," ujar dia.
(mcy/fem)