Dalam periode yang sama, Bob juga mengajukan Indonesia sebagai tuan rumah Kejuaraan Asia Atletik 1985 dan untuk kali pertama itu berhasil digelar di tanah air.
"Padahal kita saat itu belum memiliki stadion berstandar internasional. Di Stadion madya masih banyak bangkai anjing istilahnya, kemudian dia renovasi diubah menjadi stadion megah, dan memenuhi syarat. Sejak itu pula Stadion Madya menjadi stadion atletik sampai sekarang," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring dengan perubahan-perubahan yang dilakukan Bob, dia pun sukses menciptakan berbagai atlet berprestasi mulai dari Suryo Agung, Dedeh Erawati, Rini Budiarti, Maria Natalia Londa, Emilia Nova, hingga Lalu Muhammad Zohri, pelari tercepat Asia Tenggara yang kini mendunia.
![]() |
"Dia (Bob Hasan) bisa menjadi orang yang menempatkan diri. Di banyak kesempatan dia mendengar masukan, tapi di saat tertentu dia bisa memutuskan sendiri. Tapi kalau saya lihat keputusan dia jauh di depan penglihatan kita," kata Tigor.
Tak mengherankan nama Bob Hasan tak pernah tergantikan sampai empat dekade. "Karena memang tak ada yang bisa menggantikan sosok Bob di dalam atletik. Butuh 'orang gila' yang benar-benar mencintai dan loyal kepada atletik. Bukan hanya loyal kepada atlet, dia juga sabar, mau prestasi di atas bawah dia tak kemana-mana. Di sana terus," tuturnya.
Kini Bob Hasan telah berpulang setelah berjuang tidak hanya menghidupkan atletik tapi juga penyakit kanker yang selama ini menggerogotinya. Namun, dia meninggalkan warisan atlet-atlet berpotensi dan menitipkan pesan terakhirnya.
"Yang pasti dia inginkan PB PASI maju terus, dan jangan sampai terbengkalai terutama atlet-atletnya," kata Tigor.
(mcy/cas)