Mantan atlet maraton nasional Eduardus Nabunome masih sempat menanyakan latihan anak-anaknya sebelum meninggal dunia. Berikut tuturan putrinya.
Anak ketiga Eduardus Nabunome, Apenungsy Tiloza Dalena Nabunome, menceritakan kronologis sebelum ayahnya tutup usia di usia 54 tahun, Senin (12/10/2020). Pemegang rekor nasional nomor lari maraton itu meninggalkan istri dan enam orang anaknya.
Kabar duka tentangnya cukup mengejutkan karena sebelumnya ia dikabarkan akan memasang ring untuk jantungnya di salah satu rumah sakit Jakarta, Medistra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Papa memang punya riwayat jantung pada 2017. Lalu hari Sabtu itu memang jadwal latihan Papa bersama adik-adik di GBK, Senayan. Cuma ada sedikit masalah di sana, sampai ada tekanan emosi," cerita Usy kepada detikSport menyoal kejadian sebelum masuk rumah sakit.
"Setelah itu, papa mengeluh sakit pada dadanya. Kemudian, oleh komunitas papa itu dibawa ke Rumah Sakit Asrama Haji. Kami memang biasa berobat ke sana. Setelah dibawa ke sana, jantung, lalu dirujuk ke Rumah Sakit Harapan Kita. Ruangannya itu penuh sampai sore pukul 15.00 WIB, papa minta diberi obat untuk melancarkan aliran darah di jantung," dia menjelaskan.
Setelah membaik Eduard kemudian dibawa pulang ke rumah untuk mendapat perawatan mandiri. Tapi ternyata, mantan atlet jarak jauh itu mengalami muntah dan kembali dirujuk ke rumah sakit.
"Jadi saat kami tiba di rumah pukul 18.00 WIB. Kemudian papa istirahat diurut dan diberi makan. Sebelum itu, papa sempat muntah. Nah, salah satu anak didik papah di komunitas, om Daniel, dia mengajukan masuk Rumah Sakit di Bogor pakai BPJS, walau tak ada spesialis jantung tapi ada internis," ujarnya.
"Tapi karena terlalu jauh akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Medistra di Gatot Subroto. Lalu masuk UGD, CT scan, hasilnya baik, dan bisa masuk ruangan. Meskipun masih ada tiga antrean. Tapi akhirnya dapat tempat ICU."
"Minggu pagi dokter bilang, besok siang bisa operasi pemasangan ring. Tapi saat mau pasang, papa masih mengeluh sakit. Nah, malamnya setelah CT scan lagi, diketahui ada cairan pada paru-parunya. Dokter tak bisa operasi sampai cairan hilang. Tapi ketika menunggu cairannya hilang, papa sudah lebih dulu berpulang pukul 21.45 WIB," katanya.
Usy mengaku cukup kehilangan dengan sosok ayahnya yang pekerja keras. Bahkan, ketika terbaring di rumah sakit, ayahnya masih sempat menanyakan latihan ketiga adiknya. Ya, dari enam orang anaknya, yang mengikuti jejak Eduardus sebagai pelari ialah adik-adiknya.
"Sebenarnya semua anak papa sempat dilatih oleh papa. Tapi dari SMA, saya sudah putuskan mau kuliah, dan mengambil jurusan sosiologi karena saya senang dunia sosial. Nah, adik-adik ini yang ikut papa," tutur mahasiswi Universitas Negeri Jakarta jurusan sosiologi semester 7 ini.
"Kami merasa ini terlalu cepat ya, tapi papa selalu tanya adik-adik. Bagaimana latihannya, adik-adik harus latihan. Jadi di rumah sakit masih sempat tanya-tanya."
Lantas bagaimana sosok sang ayah di mata putrinya tersebut? "Papa itu kebanggaan dan cinta pertama saya. Papa yang mengajari saya semua hal baik, semua iman percaya, tentang kebenaran yang harus kami lakukan. Papa bilang tak bisa memberi hal yang kelihatan mewah, tapi kasih nasihat yang mahal untuk dipegang," ujarnya.
Sampai berita ini diturunkan, keluarga belum memutuskan Eduardus Nabunome bakal dimakamkan di Jakarta atau kampung halamannya, Nusa Tenggara Timur.
"Papa pernah bilang ingin dibawa ke kampung saja. Kalau papa usia panjang, begitu mama pensiun, papa ingin tinggal berdua dengan mama di NTT. Tapi kondisi sedang begini, kalau ke kampung harus sekeluarga. Jadi belum tahu mau di Jakarta atau NTT. Apalagi di kampung papa kepala suku. Jadi masih dirembukkan," ucap dia.
(mcy/krs)