Eks atlet karate nasional Jintar Simanjuntak kini punya karier baru. Ia menjadi pelatih timnas karate untuk Olimpiade Tokyo tahun depan.
Nama Jintar masuk dalam susunan daftar Surat Keputusan (SK) pelatih pelatnas karate yang ditetapkan oleh Pengurus Besar Federasi Olahraga Karate-do Indonesia (PB FORKI).
Selain Jintar, ada pelatih muda yang juga bekas atlet kini berjuang bersama Jintar di tim kepelatihan. Antara lain Donny Dharmawan, Jenny Zeannet, dan Faizal Zainuddin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peraih medali perunggu Asian Games 2018 ini menceritakan status pelatih sudah dimilikinya sejak lama. Ia bahkan telah menelurkan sejumlah atlet di level internasional melalui dojonya. Salah satu juara dunia di tingkat junior 2015 silam, yakni Muhammad Fahmi Sanusi.
"Kalau menjadi pelatih sebenarnya sejak lama, bahkan ketika saya masih menjadi atlet. Tapi ini kali pertama saya masuk sebagai pelatih nasional," kata Jintar berbincang dengan detikSport, Selasa (17/11/2020).
Sebagai mantan atlet nasional, Jintar memang punya segudang pengalaman yang bisa dibagikan kepada karateka-karateka dalam persiapan menuju Olimpiade. Bagaimana pun, peraih medali perunggu Asian Games 2018 ini pernah menempati peringkat 64 dunia dan terbilang baru dua tahun pensiun.
Ia juga telah mengikuti berbagai kejuaraan karate di tingkat internasional, seperti World Championships 2012, Karate 1 Premier League 2017, Asian Championships 2017, medali perak SEA Games 2009, peraih medali emas SEA Games 2011 dan 2013, dan perunggu 2017, serta Asian Games (2010, 2014 dan 2018).
"Sebenarnya bukan siapa yang menawari. Jadi di FORKI ini ada pelatih-pelatih baru yang dimasukkan dalam kepengurusan. Dibagi jadi dua level, nah saya masuk statusnya sebagai pelatih junior karena masih baru," dia menjelaskan.
"Mungkin FORKI ingin regenerasi, karena selain saya ada tiga pelatih muda lainnya, yang bisa dibilang sempat pelatnas bareng saya. Nah, kita ini jam terbang sebagai atletnya mungkin lebih banyak dari pelatih lama, TC kemana, TC kemana, jadi masih segar. Itu pemikiran saya ya," Jintar menegaskan.
Meski telah memulai sejak lama, Jintar tak menepis ada tantangan tersendiri ketika menjadi pelatih. Menurutnya, tanggung jawab sebagai pelatih lebih kompleks ketimbang berstatus sebagai atlet.
"Lebih enak menjadi atlet ya karena hanya memikirkan latihan, targetnya, tim kita. Tapi menjadi pelatih itu semua harus kita pikirkan. Mulai dari makanan si atlet, bagaimana menemukan motivasi mereka, ya kadang-kadang kami juga harus lebih sabar," dia mengungkapkan.
"Kalau saya pribadi karena saya mantan atlet, sedikit banyak ya mengerti maunya atlet, maunya dari seorang pelatih apa. Saya mencoba membangun kepercayaan mereka dengan lebih mendekat secara emosional. Jadi tidak hanya sekadar hubungan atlet dan pelatih," dia menjelaskan.
"Ya, semisal ada yang mau curhat (mencurahkan hati) silakan, ajak makan bersama atlet, ajak nonton bareng, ke tempat wisata bareng. Jadi melihat kita tak hanya sebagai pelatih, tapi juga sebagai teman. Jadi kalau ada apa apa mereka bisa cerita dan lebih dekat."
Sebagai pelatih junior pun, Jintar mengaku tak segan-segan bertukar pikiran dengan pelatih senior seperti Mohammad Gusti dan Aswan Ali. "Saya pribadi masih pelatih baru di dalam skuad nasional maka harus bisa bergaul sesama pelatih, bergaul ke atas ke bawah. Jadi masih adaptasi," katanya.
Kini, Jintar memiliki tugas berat di depan mata. Ia bersama pelatih lainnya harus bisa meloloskan minimal satu karateka untuk tampil di Olimpiade Tokyo 23 Juli- 8 Agustus mendatang.
Karate Indonesia dijadwalkan memulai pelatnas di Denpasar, Bali, pekan ini. Mereka mempersiapkan diri menjelang kualifikasi Olimpiade. Yaitu Premier League 2020 Karate 1 di Rabat, Maroko, pada 9-11 April 2021, serta Karate 2020 Qualification Tournament, Paris, Prancis pada 11-13 Juni tahun depan.
"Saya pribadi goalnya ingin sekali bisa meloloskan minimal satu atlet. Semoga itu bisa diraih karena tahun depan merupakan kualifikasi terakhir jadi harus lolos," kata Jintar mengharapkan.
(mcy/cas)