Stunting masih jadi persoalan pelik di Indonesia. Maka dari itu Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menginginkan stunting dibasmi demi membentuk atlet berprestasi.
Banyak masyarakat Indonesia punya impian menjadi atlet berprestasi. Tapi jalan menuju ke sana tidak mudah mengingat selain harus mengasah ketrampilan, juga memperhatikan asupan gizi.
Terkadang persoalan gizi ini dilupakan mengingat pendidikan yang belum merata di seluruh Indonesia. Jika atlet tidak punya asupan nutrisi bergizi sejak kecil, bagaimana mereka bisa berlatih dan meraih prestasi yang mengharumkan nama negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dari hasil sensus penduduk tahun 2020, sekitar 27 persen penduduk Indonesia atau 70 juta jiwa adalah remaja berusia 10-24 tahun. Setiap tahunnya ada 5 juta bayi lahir di Indonesia.
Dengan banyaknya bayi yang lahir, maka akan ada persoalan yang mengiringinya, salah satunya stunting. Stunting masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Maka dari itu demi mengurangi bayi stunting yang nantinya bisa berefek ke pembinaan atlet usia dini, Kemenpora meneken nota kesepahaman dengan BKKBN. Bertempat di Wisma Menpora, Jakarta, Senin (10/5/2021) sore WIB, Menpora Zainudin Amali hadir langsung bersama Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara 'Bebas Stunting untuk Mencetak Atlet Berpestasi'.
Amali menyampaikan masalah stunting generasi muda menjadi urusan hulu yang menjadi tanggung jawab semua elemen bangsa. Persoalan stunting menurutnya mempengaruhi prestasi atlet Indonesia.
Oleh karenanya, Amali mengajak instasi Kemenpora untuk membantu BKKBN dalam mengatasi masalah stunting ini.
"Stunting ini menjadi urusan kita semua, jika hulunya baik maka tengah dan hilirnya akan baik. Tetapi, jika hulunya tidak diurus dengan baik maka hilirnya yang diharapkan akan menghadirkan generasi muda yang tangguh dan unggul tidak akan tercapai," kata Amali dalam konferensi pers via zoom.
"Apa yang diharapkan dari bonus demografi juga menjadi harapan kita bangsa Indonesia. Kita tidak bisa membayangkan generasi yang akan datang yang masih mengalami stunting luar biasa. Tentu tidak bisa mengharapkan generasi yang unggul, produktif punya daya saing dan harapan Indonesia Emas pada 2045 tentu akan menjadi harapan kosong," sambung Amali.
"Karena stunting ini bukan hanya menjadi problem BKKBN saja, tetapi menjadi problem bangsa. Kasus di Indonesia cukup besar hal ini sangat berpengaruh bagi pengembangan pembentukan SDM yang unggul, kompetitif dan berdaya saing."
Jika saja masalah stunting bisa diselesaikan secara berkala, maka harapan Presiden Joko Widodo soal Program Indonesia Emas di 2045, yang salah satunya mencetak atlet-atlet berkualitas dunia, bisa tercapai. Sebab generasi muda yang lahir saat ini adalah tumpuan bangsa dalam program itu,
"Bertambahnya penduduk dan populasi generasi muda menjadi dominan sekali untuk di masa saat ini dan yang akan datang," kata Hasto.
"Target Presiden sebesar 14% angka stunting tahun 2045 dengan harapan agar kualitas remaja dan pemuda Indonesia bisa meningkat," tambahnya.
Simak juga 'Jokowi Minta Menpora Godok Target Indonesia Tuan Rumah Olimpiade 2032':