Laurel Hubbard membuat sejarah. Ia menjadi atlet transgender pertama yang bisa tampil di Olimpiade.
Dikutip dari The Guardian, Hubbard, atlet angkat besi Selandia Baru, dinyatakan lolos ke Olimpiade 2020 di Tokyo. Komite Olimpiade Selandia Baru memasukkan namanya untuk bersaing di kelas berat super 87 kg plus putri
Sudah berusia 43 tahun, HUbbard mencatat sejarah sebagai atlet transgender pertama di ajang Olimpiade. Pemenang perak di kejuaraan dunia wanita 2017 itu mengaku senang bisa tampil ke Jepang.
"Saya berterima kasih dan terharu dengan kebaikan dan dukungan yang telah diberikan kepada saya, oleh begitu banyak warga Selandia Baru," kata Hubbard.
"Ketika lengan saya patah di Commonwealth Games tiga tahun lalu, saya diberitahu mungkin karier olahraga saya kemungkinan telah berakhir. Tapi dukungan Anda, dorongan Anda, dan 'aroha' [kasih sayang] Anda membawa saya melewati kegelapan," katanya.
Keikutsertaan Hubbard ke Olimpiade, sudah tentu menjadi sorotan. Sebab, masih ada anggapan Hubbard membawa keuntungan perubahan gender, dari yang sebelumnya laki-laki menjadi putri.
Sebelumnya Laurel Hubbard hidup sebagai laki-laki selama 35 tahun. Sampai 2012, ia mengubah identitas menjadi perempuan, dan kini bisa tampil di Olimpiade.
Meski sudah menekuni angkat besi sejak 1998, Hubbard belum pernah mengikuti kejuaraan internasional sampai 2012. Setelah mengubah indentitasnya, ia baru bisa tampil di level mancanegara, dan memenangkan sejumlah kejuaraan.
Olimpiade sendiri mengubah aturan soal atlet transgender pada 2015. Komite memutuskan, 'atlet yang beralih dari pria ke wanita dapat bersaing dalam kategori wanita tanpa memerlukan operasi untuk mengangkat testis mereka, asalkan kadar testosteron total mereka dalam serum di bawah 10 nanomol per liter, setidaknya selama 12 bulan terakhir.
Keputusan IOC itu juga dikecam. Sebab, beberapa penelitian menunjukkan adanya 'keuntungan' bagi atlet transpuan.
Tahun lalu, ilmuwan Emma Hilton dan Tommy Lundberg menemukan bukti adanya keunggulan kinerja laki-laki dalam angkat besi mencapai 30% ketimbang perempuan. Penelitian mereka menunjukkan, ketika wanita transgender menekan testosteron selama 12 bulan terakhir, mereka cuma kehilangan massa tubuh tanpa lemak, area otot, dan kekuatan hanya sekitar 5%.
Hal itu yang juga dikritik pesaing rival Hubbard. Salah satunya oleh atlet angkat besi kelas berat super Belgia Anna Vanbellinghen, yang menyatakan, meski dia sepenuhnya mendukung transgender, keputusan IOC masih berat sebelah dalam hal persaingan olahraga itu sendiri.
"Siapa pun yang telah melatih angkat besi di tingkat tinggi, tahu benar ini dalam kondisi di tulang mereka: situasi khusus ini tidak adil untuk olahraga dan atlet itu sendiri," jelasnya.
Lihat juga video 'Melihat Isi Kampung Atlet Jelang Olimpiade Tokyo':