Di ajang Olimpiade, ada kebiasaan atlet menggigit medalinya ketika berpose di atas podium. Ada tradisi dan sejarah di baliknya lho!
Olimpiade Tokyo 2020 berlangsung dari 23 Juli sampai 8 Agustus mendatang. Di tengah pandemi, para atlet akan berjuang demi mengharumkan nama negara dengan meraih medali.
Walau tanpa penonton, tensi pertandingan di Olimpiade tetaplah menegangkan dari awal sampai akhir. Pun ketika sang atlet mampu memenangi laga dan jadi juara, air mata akan tumpah di podium juara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Tolong Jangan Minta Maaf, Eko Yuli |
Satu hal yang selalu dilakukan para atlet ketika dikalungi medali adalah menggigit medali itu kemudian. Tentu, sudah banyak kita temui hal seperti itu di cabang olahraga manapun baik di Olimpiade sampai ke kompetisi-kompetisi sepakbola di dunia.
Namun tahukah kamu, rupanya ada sejarah panjang soal tradisi menggigit medali!
![]() |
Dilansir dari media Inggris, Metro tradisi atlet menggigit medali sudah berlangsung sejak lama. Khususnya di tahun 1896, ketika Olimpiade modern dilakukan pertama kali dan menggunakan medali sebagai simbol juara.
Medali perak menjadi simbol juara kala itu sebagai juara pertama, dengan medali perunggu sebagai juara kedua. Barulah di tahun 1904, medali emas dikukuhkan sebagai simbol juara pertama.
Tradisi menggigit medali dimulai kala medali emas diberlakukan. Alasan utamanya, ternyata bukan dari dunia olahraga.
Di zaman dulu, para pedagang akan menggigit emas untuk mengetahui apakah emas itu asli atau sudah dicampur bahan lain. Kalau emas asli, bakal ada bekas gigitan karena emas konturnya lebih lembut dan lebih mudah dibentuk dibanding logam yang lain.
![]() |
Namun seiring berjalan waktu, menggigit medali di podium sudah jadi gaya tersendiri. Bahkan ketika era fotografi mulai berkembang, menggigit medali jadi pose wajib yang dilakukan para atlet.
Apalagi, medali emas di Olimpiade kini bukanlah murni dari emas. Bahan pembuatannya adalah mengandung minimal enam gram emas dan 92,5% perak.
"Menggigit medali adalah suatu bidikan ikonik bagi para fotografer dan jadi suatu nilai yang bisa dijual," kata David Wallechinsky, selaku Presiden International Society of Olympic Historians.
"Para atlet sejatinya tidak akan terpikirkan suatu pose di atas podium mengingat mereka dipenuhi rasa emosional setelah bertanding. Ketika di podium dan memamerkan medali, maka para fotografer yang bekerja dan itu akan memanjakan mata para penggemar," tutupnya.
![]() |