Belum Tuntas Kartini: Kartika Siti Aminah dan Ironi Liga Putri

Belum Tuntas Kartini: Kartika Siti Aminah dan Ironi Liga Putri

Femi Diah - Sport
Jumat, 22 Apr 2022 11:50 WIB
Coach Kartika Siti Aminah
Coach Kartika Siti Aminah. Foto: Instagram @bimaperkasajgj
Jakarta -

Kartika Siti Aminah, 44 tahun, menjadi pelatih perempuan pertama di IBL. Kendati ada suara sumbang, tetapi sejarah itu tercipta. Yang ironis, di sisi lain, ada liga basket putri yang justru bak tidak bernyawa; mati suri.

Ika, sapaan karib Kartika Siti Aminah, ditunjuk sebagai pelatih Bima Perkasa saat musim kompetisi IBl 2022 sudah berjalan. Dia dipercaya menggantikan pelatih AS Dean Murray pada 27 Januari 2022.

Tugas Ika tidak mudah. Klub basket Asal Yogyakarta itu kesulitan. Tidak pernah menang dari empat pertandingan pertama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ika cuma memiliki waktu tiga hari untuk meracik tim sebelum menjalani debut sebagai head coach tim IBL. Laga yang sudah menunggunya Bima Perkasa menghadapi RANS PIK Basketball pada 30 Januari.

Hasilnya cukup menjanjikan. Bima Perkasa menang atas RANS yang kala itu ditangani Koko Heru Nugroho dengan skor 57-53. Pertanda bagus untuk Ika. Juga pertanda baik bagi Bima Perkasa.

ADVERTISEMENT

"Itu menjadi momen paling spesial. Sebuah pembuktian kalau saya bisa melakukannya. Dengan pertolongan Allah tentunya," kata Ika.

Tetapi, bagi sebagian orang, kemenangan itu rupanya tidak cukup membuktikan Ika pantas menjadi head coach di tim IBL. Ada yang menilai hasil sip itu dipengaruhi faktor hoki. Strategi yang digunakan juga dinilai kurang variatif.

"Kemenangan itu dipengaruhi banyak faktor. Banyak pemain inti RANS kena COVID-19 dan pemain asing Bima Perkasa sedang bagus," kata salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya.

Dalam prosesnya, Bima Perkasa memang belum mampu berbuat banyak. Bima Perkasa menutup musim sebagai juru kunci Grup Merah dengan koleksi 25 poin.

"Strategi yang diberikan juga sering kurang matang dibandingkan pelatih putra," ujar lainnya.

Tidak semua memberikan suara sumbang. Keberadaan Ika di pinggir lapangan, memimpin tim semusim, menjadi penanda bahwa pelatih perempuan di kompetisi bola basket profesional Indonesia bukanlah hal yang mustahil.

Di lingkup IBL, Ika menambah geliat keberadaan pemimpin perempuan di lapangan. Sudah lebih dulu ada manajer Satria Muda Riska 'Baby' Natalia Dewi dalam tiga musim terakhir dan wasit perempuan IBL pertama Yuli Wulandari pada 2014.

Coach Kartika Siti AminahCoach Kartika Siti Aminah memberi instruksi. Foto: Instagram @bimaperkasajgj

Fictor Gideon Roring, pelatih berpengalaman di tim-tim IBL, meyambut antusias sosok Ika di IBL.

"Ini sebuah momen spesial. Itu sejarah, mudah-mudahan ada yang lain," kata Ito, sapaan karib Fictor Gideon Roring yang menangani Pelita Jaya musim di IBL 2022.

Dia bilang menjadi pelatih di IBL bukanlah hal yang mudah. Apalagi buat perempuan. Tetapi, Ika membuat itu menjadi mungkin.

"Berkarier sebagai pelatih jarang, sebagai pelatih profesional makin jarang lagi. Itu istimewa. Sebuah keputusan besar untuk berkarier di dunia yang lekat dengan laki-laki, dunia yang keras," kata Ito.

Bukan soal gender tapi kemampuan! Simak di halaman berikutnya

Ito sama sekali tidak terpengaruh dengan adanya pelatih perempuan di atas lapangan di liga IBL. Baik-baik saja andai kalah. Tidak ada gengsi yang terluka.

Minimnya pelatih di liga basket juga dialami kompetisi basket putri Amerika Serikat (AS) WNBA. Sejumlah pengamat WNBA menyebut minimnya pelatih perempuan di liga profesional tidak ada hubungannya dengan gender, tetapi semata-mata dipengaruhi oleh pengalaman.

Pemilik klub dan fans ingin timnya menang dan menang. Dan, seperti WNBL, merujuk sejarah yang selalu memasang pelatih laki-laki, pemilihan pelatih di IBL pun sedikit banyak berpengaruh. Ito juga menyebut sejatinya menjadi pelatih tim IBL ataupun menjadi pelatih basket, bukan soal gender.

"Di lapangan yang kita lawan bukan gender-nya, seperti juga bukan melawan suku atau agama. Kita beradu strategi," kata Ito menegaskan.

Fictor Gideon Roring, sport director Pelita Jaya di IBL 2017Fictor Gideon Roring yang akrab disapa Ito. Foto: Rengga Sancaya/detikSport

Koko, yang dikalahkan Ika, juga santai. Dia menghadapi Ika bukan melihat keperempuanannya. Dia tetap menyiapkan RANS sesuai karakter permainan.

"Dengan adanya pelatih perempuan di IBL artinya ada pemerataan, mau pelatih cowok atau cewek kalau kualitas mumpuni, dia tahu tentang pengetahuan basket, filosofi baik, tahu cara membangun tim dan kultur menguasai, jadi masternya, malah bagus. Sama sekali bukan masalah gender," kata Koko.

Keberadaan Ika sebagai pelatih perempuan di kompetisi IBL itu menjadi panggung perempuan tampil di kasta teratas kompetisi olahraga profesional. Dan, itu diyakini menjadi perkembangan penting dalam mendorong perempuan lain untuk mengikuti jejaknya.

Bukan hanya para pelatih di liga kasta tertinggi basket putra, tetapi juga kompetisi olahraga lain. Kalau pun ada suara sumbang justru itu menjadi lecutan. Ika bertekad membuktikan dengan kemampuannya.

"Konsekuensi itu sudah masuk dalam daftar saat saya mengambil pekerjaan itu. Saya sudah menyiapkan diri dengan meningkatkan kualitas saya sendiri," kata Ika.

Jika Ika menjadi pionir pelatih perempuan di liga profesional putra, saat ini kondisi mengenaskan dialami Srikandi Cup. Srikandi Cup tidak bernyawa.

Kompetisi itu disuntik mati pada Oktober 2000. Tidak menggulirkan pertandingan setelah tidak mampu membuat bubble dan memenuhi syarat protokol kesehatan lain.

Tim pesertanya dibubarkan.

Para pemain putri pun kehilangan hak untuk tampil di liga basket kasta teratas sejak itu. Sama sekali tidak memperhitungkan perasaan para pemain putri yang sudah membangun ingin, harap, dan mengasah kemampuan untuk berkompetisi.

Pelatih DNA Bima Perkasa, Kartika Siti Aminah.Aksi coach Kartika Siti Aminah di lapangan. Foto: dok. Bima Perkasa

Berbeda betul dengan harapan RA Kartini dalam salah satu suratnya: "hormatilah segala yang hidup, hak-haknya, perasaannya".

Dengan pengalaman turun langsung sebagai pelatih tim IBL, Ika tertantang untuk menghidupkan lagi hak-hak para pemain putri, juga perasaan mereka dengan membangun atmosfer serupa di Srikandi Cup.

Meskipun, andai dipertahankan Bima Perkasa, Ika, yang pernah membawa Surabaya Fever juara Srikandi Cup, tidak bisa turun langsung di liga putri lagi.

"Ada sesuatu yang tidak ada di liga putri dibandingkan IBL. Dan, itu membuat liga putri sulit dapat sponsor," kata Ika.

Ika berharap liga putri menemui perubahan. Dari gelap terbitlah terang. Segera. Semoga.


Hide Ads