Belum Tuntas Kartini: Kartika Siti Aminah dan Ironi Liga Putri

Belum Tuntas Kartini: Kartika Siti Aminah dan Ironi Liga Putri

Femi Diah - Sport
Jumat, 22 Apr 2022 11:50 WIB
Coach Kartika Siti Aminah
Coach Kartika Siti Aminah. Foto: Instagram @bimaperkasajgj

Ito sama sekali tidak terpengaruh dengan adanya pelatih perempuan di atas lapangan di liga IBL. Baik-baik saja andai kalah. Tidak ada gengsi yang terluka.

Minimnya pelatih di liga basket juga dialami kompetisi basket putri Amerika Serikat (AS) WNBA. Sejumlah pengamat WNBA menyebut minimnya pelatih perempuan di liga profesional tidak ada hubungannya dengan gender, tetapi semata-mata dipengaruhi oleh pengalaman.

Pemilik klub dan fans ingin timnya menang dan menang. Dan, seperti WNBL, merujuk sejarah yang selalu memasang pelatih laki-laki, pemilihan pelatih di IBL pun sedikit banyak berpengaruh. Ito juga menyebut sejatinya menjadi pelatih tim IBL ataupun menjadi pelatih basket, bukan soal gender.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di lapangan yang kita lawan bukan gender-nya, seperti juga bukan melawan suku atau agama. Kita beradu strategi," kata Ito menegaskan.

Fictor Gideon Roring, sport director Pelita Jaya di IBL 2017Fictor Gideon Roring yang akrab disapa Ito. Foto: Rengga Sancaya/detikSport

Koko, yang dikalahkan Ika, juga santai. Dia menghadapi Ika bukan melihat keperempuanannya. Dia tetap menyiapkan RANS sesuai karakter permainan.

ADVERTISEMENT

"Dengan adanya pelatih perempuan di IBL artinya ada pemerataan, mau pelatih cowok atau cewek kalau kualitas mumpuni, dia tahu tentang pengetahuan basket, filosofi baik, tahu cara membangun tim dan kultur menguasai, jadi masternya, malah bagus. Sama sekali bukan masalah gender," kata Koko.

Keberadaan Ika sebagai pelatih perempuan di kompetisi IBL itu menjadi panggung perempuan tampil di kasta teratas kompetisi olahraga profesional. Dan, itu diyakini menjadi perkembangan penting dalam mendorong perempuan lain untuk mengikuti jejaknya.

Bukan hanya para pelatih di liga kasta tertinggi basket putra, tetapi juga kompetisi olahraga lain. Kalau pun ada suara sumbang justru itu menjadi lecutan. Ika bertekad membuktikan dengan kemampuannya.

"Konsekuensi itu sudah masuk dalam daftar saat saya mengambil pekerjaan itu. Saya sudah menyiapkan diri dengan meningkatkan kualitas saya sendiri," kata Ika.

Jika Ika menjadi pionir pelatih perempuan di liga profesional putra, saat ini kondisi mengenaskan dialami Srikandi Cup. Srikandi Cup tidak bernyawa.

Kompetisi itu disuntik mati pada Oktober 2000. Tidak menggulirkan pertandingan setelah tidak mampu membuat bubble dan memenuhi syarat protokol kesehatan lain.

Tim pesertanya dibubarkan.

Para pemain putri pun kehilangan hak untuk tampil di liga basket kasta teratas sejak itu. Sama sekali tidak memperhitungkan perasaan para pemain putri yang sudah membangun ingin, harap, dan mengasah kemampuan untuk berkompetisi.

Pelatih DNA Bima Perkasa, Kartika Siti Aminah.Aksi coach Kartika Siti Aminah di lapangan. Foto: dok. Bima Perkasa

Berbeda betul dengan harapan RA Kartini dalam salah satu suratnya: "hormatilah segala yang hidup, hak-haknya, perasaannya".

Dengan pengalaman turun langsung sebagai pelatih tim IBL, Ika tertantang untuk menghidupkan lagi hak-hak para pemain putri, juga perasaan mereka dengan membangun atmosfer serupa di Srikandi Cup.

Meskipun, andai dipertahankan Bima Perkasa, Ika, yang pernah membawa Surabaya Fever juara Srikandi Cup, tidak bisa turun langsung di liga putri lagi.

"Ada sesuatu yang tidak ada di liga putri dibandingkan IBL. Dan, itu membuat liga putri sulit dapat sponsor," kata Ika.

Ika berharap liga putri menemui perubahan. Dari gelap terbitlah terang. Segera. Semoga.


(krs/nds)

Hide Ads