Tiba-tiba saja, FIFA menghukum tiga klub Indonesia, Persebaya, Persires Bali Devata dan PSIS Semarang, karena dianggap mempublikasikan data FIFA Transfer Matching System (TMS). Apa itu TMS?
Lewat situs resminya Selasa (9/12/2014) kemarin, FIFA mendenda Persebaya dan Persires sebesar 25 ribu franc swiss, atau sekitar Rp 300 juta, dengan dalih membuka data rahasia mereka melalui akun twitter-nya.
Sedangkan PSIS didenda 15 ribu franc swiss (Rp 191 juta) akibat memublikasikan ulang tweet tersebut, serta memublikasikan surat rahasia yang dikirim oleh FIFA TMS kepada mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latar Belakang
Pada 1 Oktober 2010, Transfer Matching System (TMS) FIFA menjadi wajib bagi semua asosiasi anggota FIFA (sekarang berjumlah 209), dan lebih dari 6.500 klub-klub sepakbola yang terlibat dalam transfer pemain internasional secara profesional. Presiden FIFA Sepp Blatter menggambarkannya sebagai “momen bersejarah bagi sepakbola”.
TMS adalah sistem elektronik yang dirancang untuk memantau transfer internasional, pendaftaran pemain profesional antarasosiasi dari dua negara yang berbeda. TMS bertujuan melakukan transfer “lebih cepat, mulus, dan yang paling penting, lebih transparan.”
Pemicu utama di balik TMS adalah untuk meningkatkan transparansi, integritas, mengatasi pencucian uang, serta mengurangi korupsi di transfer sepakbola pada skala internasional. TMS dianggap bisa “menebang belantara kekacauan transfer dunia”.
Sebuah studi di tahun 2009, ‘Money Laundering through the Football Sector’, menemukan data bahwa pencucian uang di sektor sepakbola lebih kompleks daripada yang awalnya diperkirakan. Pada kenyataannya, beberapa perkiraan skala yang tepat dari “industri” pencucian uang masih belum diketahui karena sifat inheren terlarangnya.
Menurut Nicholas Ryder, “transaksi finansial apapun hampir pasti melibatkan pencucian uang". Beberapa badan yang memiliki kepentingan di sana, termasuk FIFA, semakin menyadari kerentanan pada transfer sepakbola internasional tentang pencucian uang dan bentuk lain dari praktek korupsi.
Yang membuat sektor sepakbola menarik untuk disalahartikan adalah meliputi struktur keuangan dari sektor ini yang melibatkan banyak badan hukum, uang besar yang terus mengalir, dan klub dengan kebutuhan keuangan yang besar.
Keprihatinan ini mendorong FIFA untuk meningkatkan data yang tersedia bagi otoritas sepakbola di setiap transaksi internasional.
Konsep TMS pertama kali diperkenalkan pada bulan Mei 2007, ketika Task Force ‘For the Good of the Game’ FIFA menyampaikan berbagai rekomendasi di Kongres FIFA ke-57. Selama tiga tahun berikutnya, konsep ini berkembang menjadi kenyataan. Pada bulan September 2007, FIFA Transfer Matching Sistem GmbH diperkenalkan sebagai anak perusahaan FIFA untuk mengelola sistem tersebut. Pada bulan Februari 2008, sistem ini diujicobakan di 18 negara.
Pada bulan Oktober 2009, setelah diratifikasi oleh asosiasi anggota, transisi satu tahun dimulai, dan asosiasi anggota dan klub diminta untuk menggunakan sistem dan mematuhi peraturan tersebut ke depannya.
Akhirnya, pada 1 Oktober 2010, TMS dimasukkan dalam Peraturan FIFA tentang Status dan Transfer Pemain 2010 (Regulations on the Status and Transfer of Players 2010) dan menjadi wajib bagi semua asosiasi anggota yang terlibat dalam transfer antarnegara.
Sistem ini dipandang sebagai “sesuatu yang tampak sederhana namun memiliki potensi untuk membawa transparansi dan kekakuan untuk mencapai pasar dengan lebih liar“.
Sistem
Pada peraturan FIFA soal Status dan Transfer Pemain 2012 (Regulations on the Status and Transfer of Players 2012), TMS disebutkan sebagai “sistem informasi data yang berbasis web dengan tujuan utama untuk menyederhanakan proses transfer pemain internasional serta meningkatkan transparansi dan aliran informasi.”
Aturan rinci untuk TMS disediakan dalam lampiran (Annex) 3 peraturan FIFA, dengan prosedur khusus untuk pemain muda (antara 12 sampai 18 tahun) yang diuraikan dalam lampiran 2.
TMS adalah wajib dan berlaku untuk semua transfer internasional pemain profesional laki-laki dalam lingkup sepakbola. Untuk semua transfer pemain di atas usia 12, Sertifikat Transfer Internasional (International Transfer Certificate atau ITC) harus dikeluarkan oleh asosiasi anggota (misalnya FA, PSSI, RFEF, FIGC, DFB, dll), dan dikirim ke asosiasi anggota lainnya yang menjadi klub baru bagi si pemain sebelum transfer efektif terlaksana. Jika hal di atas belum dilakukan, pemain tidak memenuhi syarat untuk bermain di pertandingan resmi untuk klub barunya.
Peraturan FIFA juga menyatakan bahwa “prosedur ITC harus selaras secara eksklusif dengan TMS. Setiap bentuk ITC selain yang dibuat oleh TMS adalah tidak diakui.” Peraturan FIFA mengharuskan asosiasi anggota untuk mengubah peraturan mereka untuk memastikan bahwa sesuai dengan peraturan FIFA.
Sebuah contoh, FA menguraikan prosedur ITC secara online dan memberikan panduan untuk klub-klub Liga Inggris. Meskipun aturan FA tidak mengandung referensi khusus untuk TMS, website FA menyediakan video bimbingan dan menerbitkan buletin bulanan registrasi daftar pemain yang terdaftar di Liga Inggris.
Fungsi TMS
TMS dikelola oleh FIFA di markasnya di Zurich. Ini membuat klub yang akan membeli dan menjual pemain untuk masuk ke lebih dari 30 jenis data pada setiap transfer antarnegara, termasuk rincian kontrak, profil pemain, rincian agen, komisi, biaya-biaya, dan cara pembayaran (mata uang, bukti, dan rincian perbankan).
Informasi ini kemudian didukung oleh bukti-bukti dokumen yang diunggah oleh klub. Untuk beberapa asosiasi (misalnya Italia, Brasil, Jepang), dokumen harus diunggah dalam salah satu dari empat bahasa resmi FIFA (Inggris, Spanyol, Prancis, dan Jerman).
Stakeholder lain dari TMS, termasuk pemain, asosiasi negara dari masing-masing klub pembeli dan penjual, harus memastikan bahwa pemain yang bersangkutan adalah “bukan pemain fiktif yang digunakan untuk kegiatan terlarang seperti pencucian uang”. Sementara FIFA bertanggungjawab untuk menyediakan akses ke sistem melalui administrator TMS yang ber-qualified.
Oleh karena itu, sistem ini bertindak sebagai bentuk dari clearing. Jika data tidak dimasukkan atau diunggah sesuai kebutuhan, instruksi transfer akan otomatis diblokir oleh sistem (yang berarti asosiasi anggota tidak bisa mengeluarkan ITC), dan registrasi akan dianggap tidak sah.
Jika ada pelanggaran dari Peraturan FIFA, sanksi dapat dikenakan pada asosiasi anggota dan klub sesuai dengan kode disiplin FIFA, yang mungkin melibatkan denda, pengecualian kompetisi, larangan transfer, dan pengurangan dari poin.
Dalam hal keamanan, perlindungan data sepenuhnya dijamin dan informasi hanya tersedia untuk yang hanya berkepentingan melalui log-in dengan tingkat keamanan tinggi. TMS sangat bersifat “terlarang untuk orang luar”.
Transfer Domestik
Salah satu keterbatasan TMS adalah bahwa ini hanya berlaku untuk transfer berskala internasional (antarnegara). Maka, TMS akan meninggalkan pasar transfer domestik terbengkalai.
Untuk mengatasi hal ini TMS mengumumkan peluncuran Domestic Transfer Matching System (DTMS) pada bulan Oktober 2013. DTMS adalah sebuah platform online yang dimodelkan pada TMS yang ada.
Sistem ini juga dirancang untuk memfasilitasi transfer domestik untuk klub di dalam asosiasi tertentu. Tahun ini TMS mengharapkan DTMS dapat berkembang di salah satu asosiasi anggota sebelum diluncurkan ke asosiasi lainnya di kemudian hari.
Setelah DTMS tersedia, maka sebuah single log-in akan diberikan kepada asosiasi anggota dan klub yang akan mampu mengelola transfer domestik dan internasional di tempat yang sama.

Keuntungan
Selain transparansi, kredibilitas, dan manajemen transfer yang efisien, ada manfaat penting lainnya yang berhubungan dengan TMS.
Penggunaan TMS sebagai alat analisis sangatlah jelas. Peraturan FIFA menyatakan bahwa TMS “dirancang untuk memastikan bahwa otoritas sepakbola memiliki detail yang tersedia bagi mereka untuk meningkatkan kredibilitas dari seluruh sistem transfer.”
Setiap tahun TMS menerbitkan laporan ‘Global Transfer Market’. Sejauh ini, empat laporan telah dikeluarkan, versi terbaru terbit dengan biaya 199 euro (sementara cuplikannya tersedia online secara gratis).
Laporan ini memberikan data statistik yang menunjukkan total uang yang dihabiskan untuk pemain asing, profil pemain (usia rata-rata, kebangsaan, posisi, panjang kontrak, dan gaji), keterlibatan perantara (agen) dalam transaksi, dan tren yang berkembang di bursa transfer internasional pada negara secara regional dan internasional.
Menurut laporan Global Transfer Market 2014, ada 11.938 transfer internasional yang terjadi pada tahun 2013 yang melibatkan total 3,7 miliar dolar AS. Angka ini naik 40,1% dibandingkan dengan tahun 2012.
Manchester City, Tottenham Hotspur, Real Madrid, Paris St-Germain, dan AS Monaco adalah pemboros tertinggi. Mereka semua total menghabiskan 500 juta poundsterling untuk kesepakatan nondomestik.
Klub-klub Premier League menghabiskan lebih dari yang negara lain habiskan, sementara pertumbuhan klub Timur Tengah sangat terlihat pada Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi, dan China, yang semuanya muncul di 20 pemboros teratas.
Satu hal yang mengejutkan banyak orang mungkin bahwa pemboros tertinggi kedua adalah klub asal Italia, meskipun banyak laporan kesulitan keuangan yang timbul di antara mereka.
Selain itu, terjadi peningkatan 73% dalam 'transfer bersyarat' (kombinasi biaya tetap dengan biaya berbasis performa) yang dipandang sebagai potensi signifikan menurut General Manager TMS, Mark Goddard.
TMS juga menyediakan laporan analisis jendela transfer di negara-negara 'Big 5' (dengan biaya 39,99 Euro), serta data statistik untuk masing-masing negara pada setiap jendela transfer secara online, serta merinci jumlah transfer dan pengeluaran bersih pada tahun tersebut.
Volume data tersebut menyediakan alat yang berharga untuk klien (apakah mereka pemain, klub, agen, atau investor) untuk menganalisis pasar transfer dan tren yang terkait. Ini semua menyebabkan perubahan bagaimana, kapan, dan di mana mereka melakukan bisnis mereka.
TMS juga dirancang dengan kecerdasan terutama dalam hal melindungi transfer pemain muda di bawah umur. Hal ini terlihat baru-baru ini sehubungan dengan penyelidikan FC Barcelona untuk pelanggaran yang berkaitan transfer internasional dan pendaftaran sejumlah pemain berusia di bawah 18 tahun, yang telah banyak diliput media. FIFA menyatakan bahwa mereka telah melakukan penyelidikan dengan menggunakan TMS.
The FIFA TMS Integrity and Compliance Unit secara proaktif mengumpulkan intelijen melalui investigasi sendiri sebelum menyampaikan informasi yang relevan kepada komite disiplin FIFA.
TMS juga memungkinkan pengawasan yang lebih besar dari kepemilikan pihak ketiga (third-party ownership).
Salah satu transfer paling kontroversial dalam sejarah Inggris adalah saat transfer yang melibatkan Carlos Tevez ke West Ham United. Transfer ini direferensikan pada TMS introduction. Baru-baru ini, TMS menganalisis bahwa kepemilikan pihak ketiga juga telah terbukti dalam kasus transfer Neymar ke Barcelona dari Santos. Persyaratan wajib untuk mengirimkan rincian agen dan komisi sangat jelas membantu dalam hal ini.

Pada Olahraga Lainnya
Secara sederhana, tidak ada olahraga lain yang memiliki sistem operasi sekomprehensif sepakbola melalui penggunaan TMS. Ini mungkin tidak mengejutkan, karena hanya sedikit olahraga lain yang beroperasi pada skala global secara profesional (lebih dari 6.500 klub), khususnya dalam hal transfer antarklub.
Sebagai contoh, English County Cricket hanya melibatkan 18 tim kelas atas. Transfer uang dalam jumlah besar juga jarang terjadi di England Hockey League.
Olahraga tertentu memiliki prosedur sendiri yang unik. Misalnya, American football (NFL) mengoperasikan sebuah 'draft' setiap tahun di mana tim, dalam urutan terbalik dari jumlah kemenangan dari musim sebelumnya, memilih pemain yang memenuhi syarat dari perguruan tinggi. Indian Premier League juga beroperasi dengan lelang dan proses perdagangan terjadi sebelum setiap kompetisi.
Sementara ketersediaan database pemain di NFL dan IPL yang memang benar-benar ada, ini dirancang terutama sebagai sumber informasi untuk membantu memutuskan untuk membeli atau tidak membeli seorang pemain. Jika sudah setuju, maka transfer dilakukan dengan transparan.
Boleh dibilang perbandingan paling TMS di Inggris adalah dengan rugbi. Untuk klub rugby union di Inggris, RFU mempromosikan penggunaan RugbyFirst sebagai alat berbasis web yang berisi rincian lebih dari satu juta pelatih, wasit, pemain, dan relawan, serta berbagai update untuk klub.
Sebuah sistem yang sama (namun lebih kecil) beroperasi di rugbi Wales (Welsh Rugby Union atau WRU). “Klub dapat memanfaatkan fasilitas dari portal MyWRU online untuk mentransfer pemain”. Namun, kedua sistem bersifat sukarela. Peraturan RFU menyatakan bahwa 'Player Register' yang dikelola oleh RFU adalah “bukti satu-satunya dari Player's Effective Registration pada setiap tanggal tertentu”.
Peraturan WRU juga menyatakan bahwa jika fasilitas MyWRU digunakan, klub masih harus menyerahkan formulir yang sesuai dalam format hardcopy untuk mendukung pengajuan transfer. Sebagai perbandingan, Peraturan FIFA mengharuskan klub menggunakan TMS dan prosedur ITC yang dilakukan secara eksklusif melalui TMS.
Meskipun banyak kelonggaran, pemberitahuan, dan pendaftaran yang harus diperoleh oleh klub untuk transfer pemain, TMS masih memerlukan perbandingan sistem yang lebih banyak. RugbyFirst dan MyWRU bisa saja belum menjadi kesimpulan aktivitas transfer.
Kombinasi dari volume yang lebih kecil dari transfer pemain, ketatnya gaji, dan hubungan yang aneh antara kontrak dengan klub dan asosiasi nasional membuat TMS semakin tidak bisa dibandingkan dengan sistem transfer lainnya di olahraga manapun.
Transparansi dan kerahasiaan
Dilema antara transparansi dan kebocoran dari TMS memang menjadi hal yang abu-abu. Di sini sangat rentan terjadinya kesalahpahaman dan penyalahgunaan. Ironisnya adalah, bagaimana mungkin TMS bisa menjaga kerahasiaan transfer sekaligus membuat transfer menjadi transparan? Sesuatu yang anakronis, bukan?
Maka peran log-in bagi pihak yang berkepentingan menjadi sorotan. Kerahasiaan transaksi ada pada informasi finansial yang menjelaskan bagaimana transaksi tersebut berlangsung. Ini artinya, kedua pihak, dalam hal ini klub penjual dan pembeli, harus memasukkan data informasi finansial yang benar-benar sama persis agar FIFA menyetujui transaksi (mengeluarkan ITC).
Jadi, bisa kita simpulkan bahwa kerahasiaan memang harus tetap terjaga agar klub tidak “mencontek” informasi finansial yang sedang berlangsung. Itu juga yang membuat satu klub hanya memiliki satu orang yang bisa melakukan log-in, dan satu asosiasi juga hanya memiliki satu orang yang sama.
Sedangkan kebocoran yang juga bisa diartikan sebagai upaya publikasi menjadi “dosa besar” jika kebocoran tersebut berlangsung selama transaksi, apalagi sebelum transaksi, dan juga saat FIFA belum benar-benar menyetujui transfer tersebut.
Transparansi dalam kelahiran TMS agaknya adalah jenis transparansi yang bersyarat. Transparansi di situ diniatkan agar tak ada kongkalikong dalam soal harga transfer (yang tentu saja akan berimbas pada persoalan pajak, misalnya). Sementara transparansi dalam arti dibuka pada publik yang lebih luas rupanya tak menjadi tujuan dari TMS ini.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, TMS adalah sistem yang sangat berharga sebagai sumber informasi bagi para pemangku kepentingan atau stakeholder (di dalam dan luar sepakbola) dibanding dengan olahraga lainnya yang masih kurang.
Beberapa mungkin berpendapat bahwa TMS melibatkan biaya tambahan dan waktu yang lebih lama pada transfer internasional. Namun, manfaat jelas tidak dapat disangkal dengan adanya transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar di balik setiap transfer. Akan menarik untuk melihat bagaimana transfer di sepakbola berkembang secara global.
====
* Akun twitter penulis: @dexglenniza dari @panditfootball
(din/a2s)