Liga Paralayang itu diminati peserta dari Malang, Batu, Kabupaten Blitar, Tulungagung, Tuban, Ngawi, Probolinggo, Pacitan, Ponorogo, Jombang, Surabaya dan Trenggalek. Mereka beradu ketepatan pada 2-4 Agustus 2019.
"Ponorogo beruntung dengan adanya Gunung Gede, ini merupakan gunung terbaik kedua di dunia untuk event paralayang," tutur Wakil Bupati Ponorogo, Soedjarno, kepada detikSport di lokasi, Jumat (2/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapannya akan banyak event lokal yang diselenggarakan di Gunung Gede, agar semakin banyak atlet-atlet paralayang dari Ponorogo," kata dia.
Dia menambahkan Gunung Gede baru dibuka sekitar 1,5 tahun yang lalu dan masuk penilaian menjadi tempat layak untuk menggelar Liga Paralayang. Kini, bukit yang memiliki ketinggian 265 mdpl ini memiliki jalan setapak yang mudah dilalui.
Sementara itu, Ketua Paralayang Jatim, Arif Eko Wahyudi, dalam sambutannya menyampaikan lokasi Gunung Gede ini istimewa untuk terbang.
"Karena di Indonesia ini biasanya angin barat dan timur, tapi kalau disini mau angin dimana saja bisa terbang, itu yang tidak dijumpai di Gunung Banyak," kata dia.
"Di sini hanya musim panas bisanya, karena landing-nya baru ada, sehingga perlu ada landing yang bisa pas musim hujan, sehingga yang di Batu bisa kita buat model disini," ujar dia.
Sementara itu, ketua panitia sekaligus Kepala Desa Tatung Rudi Sugiharto menerangkan ada enam atlet lokal dari Desa Tatung yang ikut dalam liga kali ini.
"Ini merupakan agenda rutin Persatuan Paralayang Seluruh Indonesia (PASI) Paralayang Jatim, kebetulan Tatung kembali menjadi tuan rumah," dia menjelaskan.
Rudi pun berharap ke depan dukungan dari berbagai pihak agar bisa memajukan paralayang di Ponorogo serta bisa mencetak atlet berprestasi.
"Semoga ada atlet paralayang yang lahir dari Desa Tatung atau Ponorogo," kata dia.
(fem/fem)