"Awalnya, saya melihat, ada nggak komunitas di Jakarta ini, yang sama-sama semua jenis sepeda lipat, yang kita bisa gowes bareng-bareng. Ternyata saya lihat nggak ada, adanya komunitas yang berdasarkan merk tertentu ya, seperti Brompton, Tern, United, itu ada. Lalu per daerah, itu ada, misalnya daerah Kemayoran. Tapi untuk seluruh Jakarta ini kita belum ada," ujar founder Jakseli, Phang Ardianto, menceritakan terbentuknya Komunitas Jakseli.
Selain itu, Phang menyebut dirinya juga seringkali kesusahan mencari teman untuk bersepeda bersama-sama. Jadwal yang seringkali tidak pas membuat dirinya tak bisa bersepeda dengan rekan-rekannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Berawal dari sejumkah kondisi itu, ia pun bersama teman temannya mencoba membentuk komunitas sepeda, dengan tujuan memudahkan orang untuk mencari rekan bersepeda secara bersama-sama, tanpa melihat lokasi tempat tinggal maupun jenis sepeda.
"Berawal dari situ saya pernah gowes ke daerah Gelora Bung Karno (GBK), saya ketemu teman-teman di situ, mereka bilang memang nggak ada (komunitas seperti yang dimaksud). Ya sudah saya bilang kita bikin saja, supaya nanti kalau grupnya ramai, kapan pun kita mau gowes, kita tinggal ngomong di grup. Siapa tahu ada teman teman yang bisa gowes. Itulah awal berdirinya, akhirnya kita bikin Jakarta Sepeda Lipat, tahun 2017 itu," kenang Phang.
"Ternyata orang-orang yang gowes sendiri kayak saya itu banyak. Cuma dia bingung nyarinya di mana. Komunitas kadang per daerah, belum tentu di daerahnya ada. Jadi karena kesamaan sendiri-sendiri tadi, akhirnya terkumpul orang-orang ini," sambungnya.
Baca juga: Booming Sepeda Lipat: Si Manis yang Praktis |
Lanjut ke halaman berikutnya.
Dari 3 Orang Menjadi Ribuan
Foto: Jakseli
|
"Dulu awalnya Jakseli Cuma 3 orang waktu kita bikin. Seminggu kemudian sudah puluhan orangnya, karena punya kesamaan hobi dan visi misi. Yang suka gowes sendirian itu, kan bahaya juga. Saya sendiri pernah hampir dijambret. Kalau kita ramai-ramai, bareng-bareng kan lebih aman," ujar Phang.
"Kalau yang aktif sekitar 200-an. Tapi kita kan dari berbagai kalangan. Kalau ngumpul itu nggak 200-an juga, mungkin sekali jalan 20-30 orang. Tergantung bisa atau nggaknya," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Anti Ribet-ribet dengan Sepeda Lipat |
Dengan banyaknya anggota aktif yang berasal dari berbagai kalangan, maka Jakseli pun membagi jadwal rutin bersepeda mereka menjadi dua waktu, yakni Rabu malam dan Minggu pagi. Hal ini untuk mengakomodasi seluruh anggota.
"Siapa yang gowes pagi nih, kita bikin morning ride. Nanti yang malam siapa. Kita rutin setiap Rabu malam dan Minggu pagi. Ngumpulnya tergantung, kalau ada yang bilang di Jalan Sumenep, kita ke sana. Kalau ngumpul di GBK, kita ke GBK. Kalau Rabu malam, seminggu sekali kita bikin rute. Misalnya minggu ini kita ke mana, sudah ada rutenya, nanti kita ngumpul," ujar Phang.
Selama 2 tahun terakhir, sudah banyak kegiatan yang dilakukan oleh Jakseli. Baik itu sekedar kumpul mingguan, atau mengikuti acara berskala nasional.
"(Selain kegiatan rutin mingguan), kita ada kegiatan bakti sosial, setahun sekali biasanya. Kalau kegiatan lain mungkin gowes bersama, Jambore nasional, seperti di Palembang minggu depan, kita nanti juga akan datang. Kegiatannya lebih ke silaturahmi. Bertemu dengan teman-teman dari daerah," ujar Phang.
Bergabung dengan komunitas disebut Phang lebih mengasyikkan. Sebab tak hanya menambah link pertemanan, namun bisa juga slaing bertukar pikiran dikarenakan anggota yang berasal dari berbagai latar belakang.
"Seorang yang aktif di komunitas sepeda, itu komunitasnya banyak. Sepeda saya Brompton, saya ikut komunitas Brompton juga. Jadi satu orang ini temannya banyak. Satu sepeda sejuta sahabat istilahnya. Jadi saya ada di banyak komunitas sepeda. Semua pun sama," ujar Phang.