menempuh jalan panjang untuk jadi pesepakbola. Dia kini berdiri di puncak karier, menjadi pemain terbaik dunia.
Malam tadi Modric terpilih sebagai pesepakbola terbaik dunia. FIFA menganugrahkan penghargaan tersebut setelah dia mendapat suara terbanyak, mengalahkan Cristiano Ronaldo dan Mohamed Salah yang jadi kompetitornya sebagai finalis.
Pencapaian Modric sebagai pemain terbaik adalah sebuah kejutan jika mempertimbangkan dia meraihnya di era dominasi Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.
Modric melewati perjalanan sangat panjang, dan juga berdarah-darah, untuk bisa berada di posisinya sekarang ini. Dia adalah korban perang Serbia, yang harus terusir dari kota kelahirannya sebagai pengungsi. Kakeknya sendiri terbunuh dalam perang tersebut.
Perjalanan Modric selama 22 tahun berkarier di dunia sepakbola terbayarkan tahun 2018 ini. Ia menghapus dominasi Ronaldo - Messi dan berhasil menjadi yang terbaik di dunia pada usia 33 tahun.
Berikut adalah cerita sekaligus perjalanan karier Luka Modric hingga akhirnya mencapai titik seperti sekarang.
Lahir 9 September 1985 di Zadar, Kroasia, Modric kecil hidup di era peperangan. Modric banyak menghabiskan waktu bersama kakeknya, Luka Sr, karena kedua orang tuanya sibuk bekerja di pabrik perajutan pakaian.
Cerita pilu Modric dimulai pada saat dia berusia 6 tahun. Hari itu, 9 Desember 1991, Modric kehilangan kakeknya yang dibunuh oleh tertara Serbia. Kematian sang kakek jadi kehilangan besar untuk Modric karena dialah orang terdekatnya saat itu.
Malang untuk Modric, eskekusi tersebut baru merupakan awal dari penderitaan yang akan menghiasai kehidupan masa kecilnya. Modric sekeluarga sempat melarikan diri dari Serbia untuk kembali ke Zadar.
Keluarga Modric terpaksa mengungsi selama beberapa tahun. Di Zadar mereka menetap di Hotel Kolovare selamat tujuh tahun, untuk kemudian pindah ke Hotel Iz.
Di masa-masa sulit inilah Modric mulai bermain sepakbola. Di area parkir hotel tempat dia mengungsi Modric menggiring bola, bermain bersama anak-anak seusianya yang juga jadi korban perang.
Pada banyak kesempatan wawancara, Modric tak pernah mau mengingat-ingat masa kecilnya yang kelam itu. Dia lebih suka menceritakan kenangannya bermain sepakbola dan ketika berkumpul bersama keluarga.
"Kami hidup di hotel selama bertahun-tahun sekaligus mencari nafkah. Tetapi saya selalu mencintai sepakbola. Saya ingat bantalan tulang kering (shin pads) yang saya kenakan bergambar Ronaldo dari Brazil, dan saya sangat mengaguminya," ucap Modric kepada The Sun.
Modric pertama kali memperkuat tim kota kelahirannya Zadar. Tapi dia punya cerita menarik di sana.
Pada suatu waktu dia diam-diam melakukan trial di Hajduk Split. Meski kemudian dapat kenyataan pahit ditolak mentah-mentah. Saat ingin kembaliu ke Zadar, dia malah dapat hukuman.
"Aku pergi ke Hajduk Split untuk trial tanpa sepengetahuan Direktu Zadar, Tomislav Basic. Di sana (Hajduk), mereka mengatakan aku terlalu cepat datang dan harus kembali ke Zadar," ujar Modric.
"Kemudian Basic bilang: 'Jika kamu tak cukup bagus di Hajduk, kamu juga tak cukup baik bersama Zadar. Kamu tak bisa berlatih bersama kami'," lanjutnya.
"Aku menghabiskan beberapa pekan tanpa latihan di Zadar. Saat itu, dia memintaku untuk bergelantungan di mistar untuk melihat apakah aku bisa tumbuh. Itu menjadi konsep dasar Basic. Setelah dua tiga bulan, ia akhirnya memberi tahu ayahku bahwa aku sudah bisa kembali ke tim Zadar," jelas Modric.
Basic menjadi sosok paling penting dalam karier Modric. Modric bahkan menyebut Basic sebagai ayah di dunia sepakbola.
Petualangan Modric dimulai bersama tim junior Zadar dari 1996 sampai 2001. Sampai akhirnya Dinamo Zagreb merekrut dia atas rekomendasi dari Basic.
Modric berusia 16 tahun ketika bergabung dengan skuat muda Dinamo Zagreb pada akhir 2001. Itu menjadi momen penting dalam keriernya, apalagi Zagreb merupakan salah satu klub tersukses di Kroasia.
Semusim di sana, ia dipinjamkan ke klub Bosnia Zrinjski Mostar. Peminjaman ini jadi tantangan besar untuk Modric lantaran ketika itu kompetisi liga di sana dikenal sangat brutal, di mana suporter juga kerap melontarkan serangan rasial dan beragam hinaan.
Modric justru tertempa mental dan fisiknya di kondisi tersebut. Kreativitasnya semakin teruji dan bahkan berhasil menjadi pemain terbaik Liga Bosnia di usia 18 tahun.
Di musim berikutnya, dia kembali dipinjamkan ke Inter Zapresic - klub di pinggiran Zagreb yang dikenal sebagai tempat pematangan pemain sebelum terjun di tim utama Dinamo Zagreb. Di sana Modric membantu timnya finis peringkat kedua di Divisi satu Liga Kroasia serta melaju ke Piala UEFA. Modric juga memenangi Croatian Football Hope of the Year bersama tim tersebut.
Segala capaian tersebut membuat Zagreb tak bisa berpaling darinya. Maka pada tahun 2005 Zagreb membawa pulang Modric kembali dan memberinya kontrak 10 tahun. Tak butuh waktu lama untuk dia bisa tim utama.
Selama empat tahun bermain di tim utama Zagreb, Modric sempat setim dengan dua striker andal macam Eduardo dan Mario Mandzukic. Ia memberikan tiga trofi liga, dua trofi piala domestik, dan satu piala super untuk Zagreb.
Talenta istimewa Modric membawa dia ke Premier League pada musim 2008-2009. Meski sempat ditaksi beberapa klub (kabarnya Barcelona sempat juga terpikat), Modric memilih Kota London. Dia menandatangani kontrak bersama Tottenham Hotspur.
Manajer Tottenham saat itu, Juande Ramos merekrutnya seharga 16,5 juta pound sterling dengan kontrak enam tahun.
Modric makin berkembang sejak di Spurs. Memiliki peran sebagai pemain nomor 10 sejak awal, bersama Spurs ia kerap dimainkan di banyak posisi seperti gelandang jangkar dan sayap kiri. Harry Redknapp, manajer pengganti Ramos kala itu, memberi pujian terkait etos kerja Modric.
"Dia pemain yang benar-benar luar biasa dan mimpi bagi setiap manajer. Dia berlatih seperti iblis dan tak pernah mengeluh. Dia bekerja dengan dan tanpa bola, pun mampu melewati pemain belakang dengan trik atau passingnya. Pemain ini bisa bergabung dengan tim apapun di empat besar," puji Redknapp.
Pernyataan Redknapp menjadi kenyataan. Bahkan melebihi ekspektasi. Tiga tahun kemudian, ketika Modric kesulitan memberi trofi bagi Spurs, Real Madrid membuat tawaran seharga 30 juta pound sterling pada 2013, yang tak bisa ditolak oleh Tottenham. Modric terbang ke Spanyol untuk merasakan level sepakbola tertinggi dalam kariernya.
Modric terbilang pemain yang konsisten dan beruntung. Sejak bergabung dengan Madrid, ia hampir selalu menjadi pilihan utama. Performanya terus berkembang dan trofi demi trofi didapatkan.
Ia sudah membawa 1 trofi La Liga, 1 trofi Copa del Rey, 2 trofi Piala Super Spanyol, 4 trofi Liga Champions, 3 trofi Piala Super Eropa, dan 3 trofi Piala Dunia antar klub.
Sepanjang kariernya di Madrid sampai sekarang, pemain 33 tahun ini sudah membuat 13 gol dan 41 assists.
Masalah utama Modric di Madrid adalah cedera yang kerap datang. Sejak 2014, ia beberapa kali mengalami cedera. Mulai dari Hamstring, masalah otot, engkel, hingga lutut. Tapi, itu tidak menghalangi dirinya untuk bangkit dan memberikan yang terbaik kembali.
Tahun 2018 benar-benar penuh berkah bagi Modric. Dia tampil luar biasa sepanjang musim. Dimulai dari memberikan trofi Liga Champions ketiga secara beruntun untuk Madrid, kemudian memimpin Timnas Kroasia tampil hebat di Piala Dunia 2018 dan finis sebagai runner-up.
Hasil-hasil tersebut membuat Modric berhasil memecah dominasi Messi dan Ronaldo dalam penghargaan individual. Modric berhasil memenangi gelar pemain terbaik Eropa dan pemain terbaik FIFA secara berturut-turut.
Potensi ini bisa dilanjutkan karena Modric kemungkinan besar akan kembali menjadi nominasi kuat pada penghargaan Ballon d'Or akhir tahun nanti.