Warna hitam pada kaus selalu identik dengan gerah karena diyakini menyerap panas. Anggapan itu segera berakhir. Adidas memutarbalikkan teori bahwa hitam itu panas.
Sebagai masyarakat yang tinggal di negara tropis, sebagian besar orang Indonesia pasti akrab dengan hawa panas dan pernah kegerahan. Sudah jadi konsensus umum pula bahwa mengenakan baju hitam/gelap di siang hari dijamin bakal bikin kepanasan. Sebaliknya untuk mengurangi rasa gerah, maka baju berwarna putih/terang dipilih untuk dipakai di hari-hari terik karena sifatnya memantulkan sinar.
Siap-siap saja dibuat heran dengan kaus/baselayer dari lini Climachill rilisan Adidas yang terbaru. Pakaian olahraga ini hitam sehitam-hitamnya dan gelap segelap-gelapnya, tapi dijamin bakal tetap adem di badan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teknologi utama di seragam ini adalah bulatan-bulatan aluminium tiga dimensi. Bulatan-bulatan ini ditempatkan di area punggung dan leher, area tubuh yang paling panas. Bulatan-bulatan ini nantinya akan memberikan sensasi dingin, semacam mendapatkan hembusan AC di punggung.
Jika bulatan aluminium itu memberikan kesejukan pada tubuh, maka teknologi benang flat SubZero memastikan panas tubuh dihantarkan keluar dengan baik. Benang ini dibuat dari bahan titanium yang akan memaksimalkan kontak dengan kulit.

Tak cuma hawa dingin yang disuntikkan ke balik kaus dan panas tubuh yang disingkirkan, Adidas juga memastikan kelembapan tubuh terkontrol dengan baik. Benang dijalin menjadi kain dengan serat mikro yang berfungsi layaknya jaring, membuat hawa lembap dilepaskan dengan baik dari badan.
Singkatnya, kaus ini bisa 'bernafas'. Dia membuat keringat diserap dan dilepaskan dengan baik, di saat bersamaan menyuplai udara sejuk ke kulit.
"Manusia berusaha mempertahankan suhu inti tubuh stabil sekitar 37 derajat Celcius. Dalam responsnya terhadap aktivitas olahraga, suhu inti tubuh bisa meningkat tiga derajat Celcius di kondisi lingkungan yang hangat," kata Dr. Maarten Hupperets, Director Future Sport Science Adidas.
"Untuk mempertahankan suhu inti tubuh stabil, badan manusia akan berupaya melepaskan panas berlebih. Climachill telah diuji dengan ketat di ruang Clima termutakhir kami dengan suhu 122 derajat Fanrenheit/50 derajat Celcius persis untuk mencari jawaban sebaik mungkin untuk memfasilitasi pendinginan tubuh," ujarnya seperti dikutip soccerbible.
Teknologi climachill tak diragukan lagi bakal memegang peran penting di masa depan olahraga. Di sepakbola, teknologi ini bisa krusial dalam menatap Piala Dunia 2022 di Qatar yang iklimnya panas khususnya bagi para pemain Eropa. Adidas kemungkinan akan menerapkannya di jersey tim-tim sepakbola.
Hitam tak selamanya panas, kan?
(raw/roz)