Analisis Pertandingan Final Piala Menpora 2013

Analisis Pertandingan Final Piala Menpora 2013

- Sepakbola
Senin, 30 Sep 2013 10:24 WIB
Malang - Post Match: Arema 2-1 Central Coast Mariners

Arema Indonesia jadi juara Piala Menpora 2013 setelah memenangi laga final melawan Central Coast Mariners. Dua gol arema disarangkan oleh Keith Kayamba Gumbs melalui titik putih, sementara gol Mariners dicetak oleh penyerang barunya, Marco Flores.

Berubahnya Pola Arema

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah bermain tidak maksimal di fase grup, dengan mengandalkan umpan-umpan panjang dari lini pertahanan, Arema mengubah pola permainannya dengan menggunakan permainan sayap. Ini dilakukan terutama melalui sayap kiri yang diisi oleh Greg Nwokolo. Berkali-kali pemain timnas Indonesia ini menusuk area pertahanan Mariners, baik melalui dribbling-nya maupun dengan memberikan umpan lambung pada Christian Gonzales.

Ini terlihat dari chalkboard passing di zona sepertiga lapangan akhir di bawah ini. Saking sentralnya sisi kiri Arema, hanya ada 5 passing non-corner yang berasal dari sayap kanan. Pola ini berbeda sekali dengan Arema yang di fase grup lebih mengandalkan triangulasi Keith Gumb – El Loco – Garcia di kanan.



[Grafik passing di sepertiga lapangan akhir di babak gertama]

Di laga ini Arema memang mengandalkan permainan dari sayap. Di babak pertama pun tidak ada sama sekali umpan lambung dari dalam yang ditujukan pada Gonzales. Namun ini bukan dilakukan tanpa strategi yang detil. Arema acapkali memberikan umpan silang tepat ke area kiper (area kotak berwarna kuning) dan bukan dengan melakukan umpan tarik.

Selain efektif menciptakan scrimage, dengan cara ini Arema juga mengharapkan kemampuan aerial duel dari Gonzales-Beto-Keith Gumbs, yang memang secara fisik bisa menandingi para pemain Australia.

Pressing yang Ketat

Di awal-awal pertandingan Mariners terlihat tidak mampu untuk mengembangkan permainan. Bahkan, di lima menit pertama, Mariners sama sekali tidak mampu untuk memasuki area pertahanan Arema, sementara Arema sudah 4 kali menembus kotak penalti Mariners.

Ini dikarenakan Arema menerapkan pressing yang sangat ketat. Akibatnya, doble-pivot Mariners (Montgomery-Fitzgerald), kerap tertahan di area sendiri. Bahkan tekel-tekel yang dilakukan Arema juga terjadi di dekat garis sepertiga lapangan akhir (lihat chalkboard). Arema memang terlihat ingin menghentikan umpan-umpan terobosan yang menjadi kekuatan Mariners.



[Grafik aksi bertahan Arema di pabak pertama]

Strategi ini juga seakan terbantu dengan Mariners yang memasang Fitzgerald untuk bermain terlalu dalam. Padahal gelandang serang ini memiliki kemampuan yang baik dalam menusuk kotak penalti dan menarik bek lawan, atau untuk menjadi penghubung lini tengah dan lini depan dengan memberikan umpan terobosan. Dengan bermain terlalu dalam, Fitzgerald seakan diredam pergerakannya.

Demikian pula dengan John Hutchinson yang dimainkan sebagai bek tengah. Ini berarti Mariners tak bermain dengan DM (defensive-midfielder) murni, karena Montgomery-Fitzgerald bukanlah tipe yang mampu mendeteksi serangan lawan untuk menghentikannya. Pressing ketat Arema mampu membuat keduanya Mariners lebih banyak berkutat di daerah pertahanan sendiri.

Dengan permainan yang ketat menjurus keras ini, Arema juga mampu sedikit mengacaukan emosi para pemain Mariners. Terlihat di menit 30 bagaimana penyerang Mariners, Matthew Simon, berulang kali terlibat adu mulut baik dengan wasit maupun pemain Arema.

Cara tersebut terbukti efektif sehingga Arema bisa menguasai bola dan permainan. Namun, Arema sendiri tidak bermain terlalu efektif. Terbukti hingga menit 21 hanya 3 attempt yang berhasil dicatatkan oleh Arema, dengan satu yang menemui sasaran. Hingga di akhir babak pertama pun Arema hanya bisa melakukan 2 shot on target yang berbuah satu gol. Raihan ini sama dengan yag didapatkan oleh Mariners selama 45 menit.



[Grafik attempt Arema dan CCM di babak pertama]

Sabarnya Mariners

Meski berada dalam tekanan ketat dari Arema, Mariners sendiri tidak terpancing untuk mengambil jalan pintas dengan menggunakan long-ball. Mereka tetap bermain sabar dengan tetap melakukan umpan satu dua di area pertahanan Arema (lihat chalkboard passing babak satu sebelumnya).

Ini terlihat jelas di menit ke 30, saat Mariners memasuki area di depan kotak penalti Arema. Meski Sterjovski sudah menerima bola di area tersebut, ia masih dua kali memberikan umpan kebelakang untuk memancing bek Arema dan memberikan waktu bagi teman setimnya bergerak naik.

Namun strategi ini kurang ampuh karena tidak disertai dengan kecepatan saat menyerang. Dengan Mariners yang lama mengolah bola, lini pertahanan Arema yang dikomandoi oleh Igbonefo memiliki cukup waktu untuk mengorganisir diri.

Berbalik di Babak Kedua

Namun pola permainan kedua tim berubah di babak kedua. Pressing-pressing yang dilakukan Arema sebelumnya tidak terlihat lagi, dan mereka lebih banyak menunggu di lini pertahanan sendiri. Ini terlihat dari chalkboard grafik bertahan Arema di bawah ini. Seluruh aksi bertahan yang dilakukan Arema terjadi di setengah lapangan. Ini juga terlihat dari aksi Gonzales yang lebih banyak turun ke lini tengah.



[Grafik aksi bertahan Arema di babak pertama]

Berubahnya pola permainan ini juga terlihat di kubu Mariners, terutama dari pola penyerangan. Jika sebelumnnya Mariners tak mau melakukan umpan panjang, di babak kedua mereka melakukannya, terutama untuk menembus dari tengah.

Selain itu, penyerangan pun dititikberatkan pada sayap kiri dengan cara Josh Rose (bek kiri) dan Tom Slater (forward kiri) yang bermain lebih naik lagi. Rose akan menggantung di sepertiga lapangan akhir, sementara Slater menusuk di kotak penalti. Akibatnya Mariners pun bisa berulang kali mendapatkan lemparan ke dalam di area tersebut.



[Grafik passing di sepertiga lapangan akhir di babak Kedua]

Sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan sisi kanan. Tanpa adanya Mitchell Duke, Mariners terpaksa menurunkan Matthew Simon sebagai forward kanan. Padahal pemain ini lebih bertipe sebagai target man yang tidak fasih membawa bola atau membagikan serangan. Akibatnya sisi kanan Mariners praktis mati dan tidak memberikan kontribusi.

Kesimpulan

Arema bermain dengan pola yang berbeda dan tidak membiarkan Mariners mengembangkan permainannya. Sementara itu, Mariners yang hanya membawa 13 pemain untuk final ini terlihat sebagai tim yang tidak komplet. Kurangnya personel memaksa Mariners memainkan Fitzgerald sebagai doble-pivot, John Huthchinson sebagai bek tengah, dan Marco Flores sebagai attacking midfielder. Ini menjadikan alur permainan Mariners tidak selancar seperti biasanya.

Pada akhirnya pertandingan pun ditentukan dengan bola mati. Mariners mampu memanfaatkan scrimage setelah tendangan penjuru, sementara Arema mencetak 2 gol dari titik putih.



===

* Ditulis oleh Pandit Football Indonesia. Profil lihat di sini



(krs/a2s)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads