Swananda Pradika punya impian bisa eksis di dunia sepakbola sekaligus membahagian orang-orang tercintanya. Pemuda Lombok itu pun berharap ajang Homeless World Cup bisa menjadi titik tolak buatnya untuk mewujudkan hal tersebut.
Nanda, demikian ia biasa disapa, merupakan pemuda asli Lombok. Orangtuanya berasal dari kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara. Keduanya bertemu di kota, jatuh cinta, lalu menikah. Tapi kisah asmara keduanya tidak semanis dongeng-dongeng pengantar tidur. Di saat Nanda berusia 4 tahun, orangtuanya memutuskan untuk berpisah.
"Saya besar tidak dengan orangtua, dibesarin dengan nenek dan bibi yang sudah saya anggap ibu angkat. Dua tahun setelah pisah, bapak dan ibu sama-sama menikah lagi," tutur Nanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awal dia berangkat lumayan ada penghasilan. Tapi di sana dia kena tipu sama orang Indonesia, sama-sama orang NTB. Jadi jerih payah kerjanya malah diambil lelaki itu. Selama itu penghasilannya tak ada, cuma bisa untuk sekolahin saya. Jadi bibi pun memutuskan untuk lanjut lagi kerja sebagai TKI," beber pemuda yang tampil di HWC 2014 dengan sepuhan rambut pirang tersebut.
Akibat hal tersebut, sedari Nanda kelas 5 SD sampai sekarang dirinya sudah berusia 26 tahun, bibi yang amat disayangnya itu amat jarang bisa pulang ke Indonesia. Jumlah jari di satu tangan pun tak sampai untuk menghitungnya. "Saya sudah dianggap anak sendiri. Bagi saya dia amat berjasa. Dia bisa sampai kuliahin saya," ucapnya lirih.
Semasa menekuni kuliah--di IKIP Mataram Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Nanda juga mengisi waktunya dengan bermain sepakbola. Kesibukannya mengolah si kulit bundar sedikit menghambat studinya yang baru tuntas tahun 2013 lalu dengan durasi total 5 tahun dari masa normal sekitar 3,5 tahun. Tapi setelah lulus kuliah ia mulai banting setir menyeriusi dunia futsal karena merasa stagnan di sepakbola.
"Sepakbola gitu-gitu saja. Saat kuliah, sebenarnya kata orang, sih, kalau saya mau (bermain) ke luar saya pasti bisa, tapi pertanggungjawaban (kuliah) saya sama bibi saya," aku Nanda yang memfavoritkan Lionel Messi tersebut.
Bergabung di tim futsal setempat, Nanda mengaku sering dirundung dilema. Ia mengaku sang bibi benar-benar mengidamkan dirinya menjadi seorang PNS. Sehubungan dengan tuntutan ekonomi, Nanda juga tahu persis bahwa profesi yang sekarang ia geluti belum cukup buatnya untuk bisa balas membahagiakan keluarga terutama sang bibi tercinta.
"Cita-cita bibi saya ingin melihat saya jadi PNS. Ia ingin saya jadi pegawai, baru mau menetap di Indonesia. Saya merasa bersalah, dilema. Dari tahun lalu inginnya berhenti main futsal, kerja, tapi klub masih butuh tenaga saya. Janji bos saya, kalau saya tidak dibutuhkan lagi di tim maka ia mau bantu saya cari kerja di pemerintahan. Kemarin sempat ada bank mencari pemain futsal tapi saya paling nggak bisa hitung-hitung, cari nasabah. Kayaknya berat sekali, nanti malah nggak dinikmati. Lalu ada seleksi HWC, saya terpilih, dan bos saya itu juga jadi sponsor saya. Berangkatlah saya ke Bandung (tempat Training Camp)," kisahnya.
Selama mengikuti pemusatan latihan di Bandung, Nanda mengaku tak pernah putus kontak dengan sang bibi yang disebutnya senantiasa memberi dukungan atas segala kegiatannya yang positif. "Waktu TC, dia kan tahu mess ada di Bandung. Lalu dia bilang, 'Awas jangan main perempuan. Jaga diri.' Selama ini kata-katanya selalu mempan buat saya."
Keikutsertaan Nanda di HWC 2014, yang selama di Santiago, Chile, ditunjuk menjadi kapten tim Indonesia, turut membuatnya harus meninggalkan seorang kekasih di Lombok. Untungnya, sang pacar yang lebih muda beberapa tahun darinya itu bukan tipe penuntut atau pencemburu.
"Dia keluar rumah saja nggak boleh sama orangtuanya. Saya pacaran nggak pernah keluar jalan, nggak kayak pacaran orang zaman sekarang, pacaran saya kayak orang tempo dulu," jelas Nanda seraya menambahkan bahwa orangtua sang gadis pilihan sudah amat merestui hubungan mereka. "Inginnya, sih, paling cepat (nikah) tahun depan, paling lambat dua tahun lagi."
Berprofesi sebagai apapun sepulangnya dari Chile nanti, Nanda cuma ingin agar dirinya bisa memiliki pemasukan yang cukup demi membahagikan orang tercintanya. "Saya ingin kerja menggantikan bibi jadi tulang punggung keluarga. Selama ini, kan, dia yang membiayai hidup. Saya ingin gantian, dia pulang dan saya kerja, punya rumah," seru pemuda yang mengaku tak suka merokok dan tidak berani menyentuh narkoba tersebut.