Gegap gempita terjadi di Gelora Delta, Sidoarjo, 22 September 2013. Sebanyak 35 ribu orang yang mengisi bangku tribune akhirnya berpesta. Setelah bermain imbang 0-0 hingga 120 menit, Timnas Indonesia U-19 akhirnya mengangkat trofi usai menang adu penalti 7-6 atas Vietnam di final Piala AFF U-19.
Dahaga pecinta sepakbola Indonesia akan gelar juara selama lebih dari dua dasawarsa sedikit terhapus. Adalah timnas U-19 asuhan Indra Sjafri yang menjadi oase di tengah paceklik gelar juara itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Eksklusif! One on One Evan Dimas Darmono |
Sosok Evan Dimas mencuat dari prestasi timnas U-19 saat itu. Dia merupakan seorang gelandang jempolan. Meski bertubuh kecil, skillnya oke dan daya jelajahnya tinggi. Evan Dimas juga rajin mencetak gol, bahkan menjadi top skorer tim di Piala AFF U-19 dengan lima kali menjaringkan bola ke gawang lawan.
Evan Dimas begitu mencintai sepakbola, olahraga yang dikenalnya sejak kelas 4 SD. Adalah sepupu jauhnya, Feri Ariawan, yang mengenalkan Evan Dimas pada sepakbola. Sekolah Sepakbola Sasana Bhakti, tempat Feri berlatih, juga menjadi SSB pertama Evan Dimas menimba ilmu sebagai pesepakbola.
![]() |
"Sepakbola buat saya bukan sekadar hobi lagi, sepakbola hidup saya," kata Evan Dimas dalam perbincangan dengan detikSport di tempat tinggalnya, Apartemen Sri Accapela, Shah Alam.
Iklim sepakbola Indonesia yang tak menentu beberapa tahun lalu, tak menyurutkan niat Evan Dimas untuk mencari nafkah dengan kepiawaian mengolah bola. Dia menjadikan beberapa pemain senior Persebaya Surabaya seperti Taufik dan Andik Vermansah sebagai contohnya.
"Waktu Persebaya usia 18 tahun. Awalnya cuma main-main saja. Saya melihat pemain-pemain senior Persebaya seperti Taufik, Andik Vermansah, saya ingin seperti mereka. Sejak itu saya tanamkan bahwa sepakbola akan bisa menghidupi keluarga saya," kata Evan Dimas.
"Tidak kebayang kalau tidak menjadi pemain bola. Mungkin bisa jadi (tukang) bangunan," ujar lulusan SMA Shafta Lontar Citra Surabaya itu lalu tertawa.
Bukan tanpa alasan Evan Dimas berniat mengangkat perekonomian keluarga. Ayahnya, Condro Darmono, merupakan seorang petugas keamanan di perumahan mewah dekat tempat tinggal pemain 23 tahun itu. Sementara ibunya, Ana, merupakan seorang ibu rumah tangga. Dengan empat putra yang menjadi tanggungan, beban Condro jelas cukup berat.
Setelah lima tahun meniti karier sebagai pemain profesional, Evan Dimas membuktikan diri bisa membantu perekonomian keluarga. Bhayangkara FC menjadi klub profesional pertamanya, satu gelar juara Liga 1 sudah berhasil disumbangkan oleh pemain yang identik dengan nomor punggung 6 itu.
Evan Dimas, yang sempat kesulitan untuk membeli sepatu bola, kini sudah tinggal di rumah dengan gaya minimalis. Mobil pribadi juga sudah dimiliki. Dirinya sadar bahwa ada keluarga yang harus dihidupi, orang tua dan tiga orang adik, hingga tahu dengan tuntutan untuk menjaga kondisi agar bisa bermain selama mungkin.
Evan Dimas, anak dari Dusun Ngemplak pinggiran Surabaya, sekarang sudah berkarier di negeri jiran. Dia diikat kontrak oleh tim Malaysia, Selangor FA. Rasa rindu dengan orang tua pun harus dia tahan, agar bisa terus membuat dapur keluarga bisa mengepul.
![]() |
"Sepakbola yang bisa menghidupkan keluarga saya. Jadi saya harus bersikap profesional, harus bisa bermain sepakbola seawet mungkin," kata sulung dari empat bersaudara itu.
Segudang mimpi masih hendak dikejar Evan Dimas di lapangan hijau. Mengharumkan Indonesia di level timnas senior menjadi target terbesarnya.
Di Piala AFF dua tahun silam, Evan Dimas cuma bisa membawa Indonesia finis runner-up. Sementara di SEA Games tahun lalu, raihan medalinya baru sebatas perunggu. Ajang Asian Games 2018 sudah menanti pada bulan Agustus mendatang, juga Piala AFF pada akhir tahun mendatang.
"Masih bermimpi bisa membawa Indonesia juara di level timnas senior," kata Evan Dimas.
(cas/mrp)