Dari Italia Sampai Inggris: Klub Luar Negeri yang Pernah Dibeli Orang Indonesia

Dari Italia Sampai Inggris: Klub Luar Negeri yang Pernah Dibeli Orang Indonesia

Adhi Indra Prasetya - Sepakbola
Rabu, 04 Sep 2019 16:18 WIB
Erick Thohir pernah memiliki saham mayoritas Inter Milan (REUTERS/Aly Song)
Jakarta - Tranmere Rovers bukan klub luar negeri pertama yang sebagian sahamnya dipunya orang Indonesia. Beberapa klub lain pernah juga dimiliki orang kaya RI.

Tranmere Rovers jadi perbincangan hangat di kalangan pecinta sepakbola tanah air. Klub yang bermain di kasta ketiga sepakbola Inggris, itu baru saja mengumumkan kedatangan Santini Group yang membeli saham mereka.

Santini Group merupakan perusahaan yang dimiliki orang Indonesia. Perusahaan ini dibentuk oleh Sofjan Wanandi pada tahun 1994 dan kini grup tersebut dimiliki oleh tiga bersaudara, Wandi, Lukito, dan Paulus Wanandi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nicola (Palios, vice chairman Tranmere) dan saya dengan senang hati mengumumkan bahwa kami hari ini telah menyetujui kesepakatan untuk menerbitkan saham baru di klub kepada investor asing, dan mereka akan memiliki saham minoritas di klub ini," ujar Chairman Tranmere, Mark Palios, Selasa (3/9) lalu.



Nantinya, Lukito Wanandi akan masuk ke dalam jajaran direksi Tranmere, sedangkan operasional klub masih akan dipegang oleh Mark dan istrinya, Nicola. Santini Group disebut juga akan membantu Tranmere dalam memperluas pasar mereka secara internasional, khususnya di Asia.

Masuknya pengusaha Indonesia ke dalam jajaran direksi klub asing seperti Tranmere Rovers menambah panjang daftar klub asing yang pernah dan masih dimiliki oleh konglomerat asal Indonesia. Inilah daftar klub tersebut, yang dirangkum detikcom dari berbagai sumber.

1.Brisbane Roar (Australia)

Klub yang berbasis di Queensland ini dikuasai oleh Bakrie Group sejak Oktober 2011, yang saat itu membeli 70 persen saham klub. Pada Februari 2012, Bakrie Group mengakuisisi 30 persen saham yang tersisa, membuat mereka menjadi pemilik Brisbane Roar sepenuhnya. Saat ini kursi Chairman diduduki oleh Rahim Soekasah.

Selama dipimpin oleh Keluarga Bakrie, Brisbane Roar pernah menjadi juara A-League di tahun 2014 dan ikut berpartisipasi di Liga Champions Asia. Namun dalam 2 musim terakhir, prestasi Brisbane Roar merosot tajam. Musim lalu, mereka finis di posisi 9 dari 10 klub peserta liga. Brisbane juga dikabarkan dilanda masalah finansial, namun Bakrie Group hingga kini masih enggan melepas saham kepada pihak luar.

2. Cercle Sportif Vise (Belgia)

Klub yang berbasis di Vise, kota kecil di timur Belgia, ini sempat menjadi pembicaraan di kancah sepakbola nasional. Sebabnya sejumlah pemain muda Indonesia pernah bermain di sana. Beberapa di antaranya adalah Alfin Tuasalamony, Syamsir Alam, hingga Yandi Sofyan. Banyaknya pemain Indonesia di sana disebut akibat pengaruh Bakrie Group yang saat itu memimpin CS Vise.

Beda dengan Brisbane Roar, Sportif Vise tak punya prestasi mentereng sejak diakuisisi pada 2011. Hingga akhirnya pada akhirnya di bulan Mei 2014, Bakrie Group melepas kepemilikan mereka di klub tersebut kepada investor lokal.



3.Inter Milan (Italia)

Pada akhir tahun 2013, taipan Massimo Moratti yang telah hampir 20 tahun memimpin Inter Milan memutuskan untuk melepas 70 persen sahamnya kepada konsorsium Indonesia yang dipimpin oleh pengusaha Erick Thohir. Saat itu, Thohir sudah dikenal sebagai pemilik saham di sejumlah klub olahraga, seperti Philadelphia 76ers (basket), DC United, dan Satria Muda Jakarta (basket).

Tiga tahun berselang, Thohir memutuskan menjual sebagian sahamnya kepada Suning Group, sebuah konsorsium bisnis asal Cina yang dipimpin oleh Zhang Jindong, yang menyisakan 31 persen saham Inter untuk dirinya. Namun pada Januari 2019, Erick melepas pengaruhnya di Inter dengan menjual seluruh sahamnya yang tersisa kepada Lion Rock Capital, perusahaan investasi asal Hong Kong seharga 150 juta Euro.

4. DC United (Amerika Serikat)

Sebelum mengakuisisi Inter Milan, Thohir telah lebih dulu memiliki saham di DC United, klub sepakbola yang berbasis di ibukota Amerika Serikat, Washington. Pada Juli 2012, Thohir dan rekannya Jason Levien memiliki saham mayoritas DC United sebesar 78 persen.

Namun enam tahun berselang, tepatnya pada Agustus 2018, Thohir memutuskan untuk melepas seluruh sahamnya kepada Levien. Selama dipimpin Thohir, DC United sempat meraih satu gelar domestik, yakni US Open Cup pada tahun 2013.

5. Leicester City (Inggris)

Klub berjuluk The Foxes ini menggemparkan dunia saat menjuarai Premier League pada tahun 2016 lalu, yang disebut-sebut sebagai salah satu kisah dongeng terbaik dalam sepakbola. Saat itu, Leicester sudah dimiliki oleh grup King Power yang dipimpin oleh Vichai Srivaddhanaprabha, seorang konglomerat asal Thailand.

Namun sebelum Vichai berkuasa, ada Iman Arif, seorang pengusaha asal Indonesia yang pernah memiliki saham Leicester sebesar 20 persen pada tahun 2011. Namun setahun kemudian ia memutuskan menjual seluruh sahamnya pada King Power. Alasan Iman saat itu adalah pihak King Power ingin menguasai 100 persen saham Leicester.
Egy Maulana Vikri memperkuat Lechia Gdansk, yang sebagian sahamnya dimiliki Yusuf MansurEgy Maulana Vikri memperkuat Lechia Gdansk, yang sebagian sahamnya dimiliki Yusuf Mansur (twitter.com)

6.Lechia Gdansk (Polandia)

Klub yang bermain di divisi teratas liga Polandia, Ekstraklasa, ini menjadi tenar di tanah air setelah mendatangkan bintang timnas U-19 Indonesia, Egy Maulana Vikri. Namun nuansa Indonesia di klub kota pelabuhan tersebut bukan hanya karena Egy ke sana, namun juga Yusuf Mansur.

Tahun 2018 lalu, ulama kondang sekaligus pengusaha ini membeli 10 persen saham Lechia seharga 2,5 juta Euro atau sekitar 41,2 miliar Rupiah lewat perusahaan miliknya, PT Veritra Sentosa Internasional (Paytren). Mansur menyebut pembelian saham ini juga bertujuan agar memudahkan jalan pemain-pemain muda berbakat Indonesia meniti karir ke luar negeri.


(din/fem)

Hide Ads