Polisi Diraja Malaysia mengategorikan penyerangan terhadap suporter Indonesia, Fuad dan Yovan Restu, y di Bukit Bintang pada Senin (18/11/2019) dini hari sebagai perampokan. Mereka bilang itu tidak berkaitan dengan laga Kualifikasi Piala Dunia 2022 antara Malaysia melawan Indonesia pada Selasa (19/11). Sebabnya, korban Fuad kehilangan paspor dan uangnya dalam insiden tersebut.
Fuad menampik pernyataan itu. Apa katanya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, kalau konteks logika merampok ya rampok saja. Kenapa harus bertanya dulu dan dia meminta saya berbicara bahasa melayu. Harusnya kalau memang apa yang disampaikan Polisi Diraja Malaysia, dia merampok diambil tas saya sudah. Itu kan tas saya tujuan keduanya. Mereka menghajar saya dulu baru mengambil tas saya," dia menjelaskan.
Selama pengeroyokan, Fuad juga menjelaskan, dia banyak mendapat intimidasi bernada provokasi dalam upaya mendiskriminasi Indonesia. Sampai-sampai, dia heran, selama dipukuli tak ada yang berusaha membantu dia dan Yovan atau bahkan sekadar melerai.
"Enggak ada (polisi) padahal kan di situ wilayah ramai, yang melihat banyak, tapi warga di sana apatis. Mereka hanya menjadikan saya tontonan, tak ada usaha menghubungi polisi, melerai para pelaku pengeroyokan, dan saya yakin pun di sana banyak CCTV. Di sana ada yang videokan pelaku pengeroyokan dari orang mereka. Mereka jumlahnya 15 sampai 20 orang," ujarnya.
Fuad akan terus berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia sampai kasus tuntas. Kebetulan, pemerintah Indonesia, melalui Kemenpora, juga terus mengawal proses yang dilakukan.
"Semenjak paspor hilang dan diurus KBRI saya selalu komunikasi dengan atas nama Bapak Yusron (Ambary, Kepala Fungsi Konsuler KBRI Kuala Lumpur). Jadi, dia itu minta data-data saya keterangan kepolisian dan juga bukti berobat di rumah sakit agar jangan sampai hilang. Nanti akan dikabari tindak lanjutnya," ujarnya.
(mcy/fem)