Kisah Pluim: Away Serui, Anaconda, Rumput Alang-alang di Kandang PSM

Kisah Pluim: Away Serui, Anaconda, Rumput Alang-alang di Kandang PSM

Muhammad Robbani - Sepakbola
Jumat, 24 Apr 2020 21:40 WIB
Kapten PSM Makassar Wiljan Pluim
Wilkam Pluim membagikan pengalaman tentang PSM Makassar dan Liga Indonesia ke media Belanda. (Foto: detikcom/Rifkianto Nugroho)
Jakarta -

Gelandang PSM Makassar, Wiljan Pluim, bicara pengalamannya bermain di Indonesia kepada media Belanda. Banyak pengalaman yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Misalnya perjalanan away ke markas Perseru Serui, Stadion Marora. Sudah menjadi rahasia umum klub dan pemain-pemain klub di Indonesia tak menyukai laga away melawan Perseru.

Kondisi geografis Stadion Marora yang terbilang cukup terpencil. Apalagi stadion ini terletak di Kepulauan Yapen, yang terpisah dari daratan Pulau Papua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk mencapai ke sana butuh berpindah-pindah kendaraan transportasi. Bahkan dulu tak ada pesawat kecil khusus yang terbang ke Yapen sehingga harus ditempuh dengan perjalanan laut dengan kapal kecil.

Pluim bersyukur sudah tak ada lagi Perseru yang kini telah berpindah homebase dan mengganti namanya menjadi Badak Lampung FC. Setidaknya ia tak harus menjalani tradisi away ke Serui lagi.

ADVERTISEMENT

"Saya sudah naik pesawat sebanyak ratusan kali di sini (Indonesia). Saya tak khawatir sama sekali, kecuali saat ke Papua (maksudnya Serui)," kata Pluim dalam wawancara khususnya dengan Voetbal International.

"Ketika kami ke sana dengan pesawat, kami harus melanjutkan dengan pesawat lagi yang mirip bus namun dengan baling-baling," ujarnya menambahkan.

"Saya bukan orang yang percaya agama, namun ketika ke sana saya banyak berdoa sebelum pesawat lepas landas. Karena hal itu, saya tak kasihan ketika tim Papua itu terdegradasi (maksudnya pindah homebase)," katanya lagi.

Meski begitu, Pluim tak pernah menyesal dengan pengalamannya bepergian ke Papua. Menurutnya Papua adalah salah satu tempat dengan lingkungan paling asri yang pernah ia kunjungi.

"Kami main di tengah-tengah hutan. Rekan setim bilang di sana orang-orang pakai koteka, tapi saya tak pernah melihatnya. Kalau monyet memang banyak, alamnya sangat luar biasa," ceritanya.

Eks pemain Eredivisie bersama Vitesse, Roda JC, PEC Zwolle, hingga Willem II itu juga punya pengalaman tak terduga lain di Makassar. Tepatnya di Stadion Andi Mattalatta yang merupakan kandang dari PSM.

Sudah diketahui bersama kalau Stadion Andi Mattalatta adalah salah satu yang terburuk di kancah teratas sepakbola Indonesia. Buktinya PSM tak bisa berkandang di sana dalam ajang Piala AFC dalam dua musim terakhir.

Pihak AFC selalu tak meloloskan verifikasi stadion yang juga dikenal dengan sebutan Mattoangin itu. Rumputnya tak terawat, bangunan tribunenya pun sudah dimakan usia.

"Di stadion kami ada rumput (alang-alang) di belakang gawang, kadang rumput itu sangat tinggi. Suatu waktu kami berlatih dan ada orang lompat ke sana, ia memegang sesuatu seukuran anaconda. Kami melihatnya, namun kembali melanjutkan latihan lagi," ucapnya mengingat momen itu.

Tak lupa ia membagikan kekagumannya terhadap sepakbola Indonesia. Ya pastinya tentang hasrat besar para suporter di Tanah Air.

Di tengah ditangguhkannya Shopee Liga 1 akibat pandemi corona seperti sekarang, Pluim mulai merindukan atmosfer sepakbola. Sebenarnya ia punya pengalaman panjang dengan suporter di Belanda, namun rasanya berbeda saat membandingkannya dengan Indonesia.

"Orang Indonesia gila sepakbola, saat tiba di stadion kadang saya berpikir; ini bangunan tua, semua pemain juga mandi di rumahnya masing-masing," ujarnya.

"Tapi ketika (stadion) penuh, 15 ribu orang berkumpul. Mereka bernyanyi, berteriak, berjoget, ada drum, dan kembang api. Itu adalah sebuah pesta besar," ucapnya mengakhiri cerita.


Hide Ads