Seperti dibahas di atas, Simon McMenemy berhasil mengantar Bhayangkara juara Liga 1 2017. Namun klubnya tak berhasil tampil di Liga Champions Asia atau Piala AFC karena tak lolos verifikasi AFC.
Justru Persija Jakarta, tim peringkat keempat yang mendapatkan jatah itu karena punya lisensi AFC. Banyak staf anggota Bhayangkara yang kemudian pindah ke Persija setelahnya, salah satunya Gede Widiade.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Indonesia, sepakbola selalu merembet ke hal lain. Entah itu power, politik, pengaruh, atau uang. Sebagai pelatih, Anda harus menerima situasi ini jika Anda mau bekerja di sini," ucap pelatih berusia 42 tahun.
Meski gagal mempertahankan gelar juara, Bhayangkara tetap sanggup mengakhiri musim di tiga besar pada Liga 1 2018. Simon dianggap punya kemampuan istimewa meski skuad Bhayangkara sederhana.
PSSI pun menunjuk Simon menjadi pelatih Timnas Indonesia pada akhir 2018. Ia memulai pekerjaannya pada awal tahun dengan memimpin latihan serta beberapa uji coba.
Pada ajang sesungguhnya, mimpi buruk mulai menghampiri. Indonesia kalah empat kali berturut-turut di Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia. Ketum PSSI yang baru, Mochamad Iriawan, kemudian membuat pernyataan bahwa Simon McMenemy akan dipecat setelah laga kelima saat bertandang ke Markas Timnas Malaysia.
Simon tak suka dengan pernyataan itu dan memilih tak melanjutkan pekerjaannya sebagai pelatih pada laga tandang melawan Malaysia. Namun Mochamad Iriawan berhasil membujuknya untuk tetap berangkat ke Kuala Lumpur meski sebenarnya jabatan pelatih sudah diambil oleh Yeyen Tumena sebagai pelatih caretaker.
"Itu (melatih Timnas Indonesia) adalah pekerjaan yang ketika Anda menang menjadi hal fantastis, tapi kalau kalah menjadi mimpi buruk. Meski sejak awal Anda tahu ini pekerjaan berbahaya, tetapi Anda tetap berpikir, 'Yeah saya bisa melakukannya," kata Simon.
Simon tak punya hasrat untuk kembali bekerja di Inggris, namun ia membuka pintu lebar jika ada tawaran dari Skotlandia, tanah kelahirannya. Ia pernah menolak tawaran dari Clyde FC yang pada akhirnya diambil oleh Barry Ferguson.
"Ini adalah isu yang menjadi masalah buat saya. Saya butuh orang yang paham dengan pekerjaan di Asia. Sejauh keinginan saya kembali ke rumah, tapi saya tak tahu apakah itu mungkin. Bekerja di Skotlandia tentu saja akan saya ambil karena saya menyukainya."
Terlepas dari penentuan masa depannya, ia sudah punya rencana untuk menceritakan pengalaman melatihnya di Asia, terutama di Indonesia. Ada hasrat darinya untuk menulis buku.
"Kadang Anda tak pergi ke stadion dengan bus, melainkan kendaraan taktis (rantis). Pemain kadang terluka terkena lemparan batu. Kendaraan tank itu cuma muat 8 orang, ini gila, tapi antusiasme yang besar dari fans sangat kamu rasakan, ketika bagus ini mengagumkan, ketika buruk ini menjadi hal berbahaya," katanya.
"Ada sebuah pertandingan dimana seseorang meninggal setelah pertandingan karena ulah suporter. Saya pikir tak ada yang seperti ini di Skotlandia di mana sepakbolanya tidak mengintimidasi seperti ini," ucap Simon McMenemy menutup cerita.
(cas/bay)