Jakarta -
Kondisi sepakbola Indonesia yang kurang stabil menjadi tantangan buat promotor. Salah satunya Nine Sport yang baru-baru ini batal mendatangkan Borussia Dortmund.
Klub Jerman membatalkan turnya ke Indonesia terkait Tragedi Kanjuruhan. Sedianya Die Borussen bermain melawan Persib Bandung dan Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya.
Sebenarnya batalnya Dortmund tidak berkaitan langsung dengan Tragedi Kanjuruhan. Ada juga unsur kesulitan mencari venue sebagai salah satu penyebabnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Stadion GBT tak bisa digunakan lantaran akan segera renovasi menjelang gelaran Piala Dunia U-20 2023. Nine Sport sempat mengupayakan memindahkan laga ke Bandung, tapi harus ada jaminan penuh setelah terjadinya Tragedi Kanjuruhan.
Padahal kontrak sudah terlanjur terjalin dengan Dortmund, termasuk mahar untuk mendatangkan mereka. Tapi apa boleh buat, berbisnis sepakbola Indonesia kadang memang beresiko.
Padahal kedatangan Dortmund akan menjadi pelepas dahaga buat pecinta sepakbola Indonesia. Sudah lama klub Eropa tak datang ke tanah air sejak munculnya event pramusim nan prestisius yakni International Champions Cup (ICC) yang sudah digelar sejak 2013, tiga edisi di antaranya yakni 2017, 2018, dan 2019 digelar di Singapura.
Selain ICC, klub Eropa juga tampaknya lebih memilih pasar Asia Tenggara lain ketimbang Indonesia. Misalnya Liverpool yang datang ke Singapura dan Thailand sebelum musim 2022/2023.
Indonesia tidak dilirik sama sekali meski punya fanbase Liverpool yang cukup besar. Padahal, tiket Liverpool laku terjual saat terakhir datang pada 2013. Tak cuma itu, fans juga memadati sepanjang jalan akses Bandara Halim Perdana Kusuma yang menjadi lokasi pendaratan The Reds saat itu.
Tapi hal itu tak membuat Liverpool melirik Indonesia lagi untuk menyapa fansnya di sini yang sudah lama menantikan kedatangan mereka lagi. Selain Liverpool, nyaris tak ada klub besar Eropa lain yang juga memilih tak melirik pasar Indonesia sehingga absen tur ke tanah air.
Espanyol menjadi yang terakhir kala beruji coba dengan Persija di Stadion Patriot Chandrabhaga, Kota Bekasi, pada Juli 2017. Setelahnya, belum ada lagi yang menyambangi Indonesia.
Iklim sepakbola yang belum kondusif turut menjadi penyebabnya. Di Indonesia, industri sepakbola dianggap belum bisa memberikan keuntungan.
Berikut wawancara detikSport dengan CEO Nine Sport Arief Putra Wicaksono:
Batalnya kedatangan Dortmund terkendala masalah izin setelah Tragedi Kanjuruhan?
Izin itu kan keluar sebelum pertandingan. Dengan kejadian Kanjuruhan, pihak Jerman meminta kepastian dulu. Karena Jerman kualitas SDM-nya nomor satu, sementara kita sebagai berkembang. Tanpa kejadian Kanjuruhan pun kepastian akan sulit. Makanya jadi tambah susah.
Saya bicara dengan Pemkot Surabaya, masalah kepolisian sudah oke. Tapi tiba-tiba stadion mau dipakai sama Kemenpora (renovasi Piala Dunia U-20). Lalu laga rencananya mau dipindahkan ke Bandung, sudah dibicarakan dengan Kepolisian dan Pemkot sana. Tapi mereke mempertanyakan yang bisa memastikan jaminan, dan tak ada yang berani.
Orang nomor 1 (Presiden RI Joko Widodo) sedang concern dengan (evaluasi keamanan) sepakbola dan kami tak ada akses ke sana. Bahkan Pak Teddy (Tjahyono, Direktur PT Persib Bandung Bermartabat), punya hubungan dan Erick Thohir, itu juga masih belum bisa.
Kapan Nine Sport diminta jaminan itu?
Tanggal 19 (Oktober), semuanya saat itu masih oke (Dortmund tetap datang). Kami tapi dilema, satu sisi banyak korban (Tragedi Kanjuruhan). Tapi satu sisi lagi, kalau dianalogikan 'jalanan rusak kan tak mungkin selamanya ditutup'. Tetap harus mencari yang terbaik dalam setiap kejadian. Kami benar-benar dilema, karena sudah ada kontrak. Tapi last minute GBT tak bisa dipakai, makanya mau pindah ke Bandung.
Dampak buat Nine Sport dari pembatalan ini, rugi secara finansial?
Hahaha. Kita banyak berdoa saja semoga sepakbola harus semakin maju. Karena suka tak suka bisnis Nine Sport hanya di sepakbola saja.
Ini harusnya event pertama kalau terlaksana?
Iya setelah pandemi (COVID-19), setelah terakhir 2017, Espanyol (Vs Persija Jakarta). Setelah pandemi kami mau jalan lagi.
Next setelah Dortmund gagal?
Sepakbola atau negara kita kan selalu naik-turun.
ICC berpengaruh terhadap jarangnya klub Eropa ke Indonesia akhir-akhir ini?
ICC bayarnya besar. Itulah kenapa dalam beberapa tahun sudah tak pernah datang lagi setelah 2017 (Espanyol), 2018 banyak klub ke Singapura bisa sampai 4 tim. Kenapa mereka tak ke Indonesia? Karena pertama ICC berani bayar mahal.
Kedua daya beli orang Indonesia tuh rendah. Jadi klub selain mau datang juga mau jualan merchandise. Rata-rata klub Indonesia bilang, "Ngapain ke Indonesia, fans 5 juta orang tapi tak ada yang beli baju." Karena 5 juta like di Facebook, itu tak ada korelasinya. Menurut saya masalah terbesar itu daya beli kalau di Indonesia.
Saat Liverpool 2013 datang itu ditangani Nine Sport?
Bukan, kami Chelsea waktu itu.
Nah Liverpool juga terakhir kali datang itu tiket di SUGBK Sold Out. Tapi kenapa malah lebih sering ke Singapura atau Thailand?
Karena itu tadi, setelah pertandingan itu mereka tak bisa jualan lagi. Masalah daya beli lagi-lagi. Dari kacamata saya sepakbola itu alat politik. Sampai 2004 Berlusconi saja Perdana Menteri, Presiden AC Milan, pemilik AC Milan. Di kita 2012 baru ada aturan larangan penggunaan APBD. Nah tapi kan perubahan sepakbola menjadi industri itu di Eropa mungkin mudah.
Di Indonesia kita susah. Di rangking FIFA saja kita di urutan ratusan. Sedangkan untuk mengubah APBD menjadi industri itu kan butuh daya beli untuk sponsor, tiket, sponsor di tv juga mau jualan ujung-ujungnya. Orang selalu bilang sepakbola Indonesia hanya ramai, tapi tak pernah likuid. Nah itu faktanya.
Fans layar kaca yang katanya ekonominya lebih baik dari fans lokal, nyatanya juga nggak beli jersey. Karena sehari-hari masih memikirkan makan, sekolah anak, lalu dipaksa setiap pekan membeli tiket, dipaksa setiap tahun membeli jersey. Itu missing link-nya.
Makanya dari 2011 sampai sekarang sepakbola belum maju-maju karena ada saja yang disalahkan. Ada ganti ketua (PSSI) lah, ada komite penyelamat. Bukan salah orangnya, tapi ada missing link yang belum disambungkan.
Kondisi ini berarti bisa dibilang tantangan buat promotor seperti Nine Sport?
Bisnis kami sepakbola. Kami 2015 pernah diberi kepercayaan memegang sepakbola Indonesia selama 10 tahun sebelum kena banned (FIFA). Saat itu kami sudah menemukan konsep bagaimana caranya memberdayakan sepakbola Indonesia. Makanya saya 2016 dan 2019 nyalon (ketum PSSI), bukan karena saya punya passion di politik, power di sepakbola. Bukan.
Cuma karena bisnis saya sepakbola tok. Beda dengan yang lain, mereka punya usaha di bidang lain dan hobinya sepakbola. Kalau saya merasa ada bagian yang belum dibetulkan, bukan tidak bisa tapi belum saja.
Dengan kondisi begitu, kenapa Dortmund sempat mau datang?
Mereka memang mau datang, apalagi Asia Tenggara.