Wawancara Lengkap soal Jersey Timnas: Tender, Redesain & Brand Baru

Wawancara Lengkap soal Jersey Timnas: Tender, Redesain & Brand Baru

Muhammad Robbani - Sepakbola
Senin, 08 Apr 2024 03:20 WIB
Jersey Timnas Indonesia produksi Erspo.
Foto: dok. erspo

Berapa persen royalti?

7 persen, sebelumnya PSSI tidak pernah tahu berapa juta jersey yang dijual. Memalukan kan? Padahal mereka menjual jersey warna merah, warna kita. Warna Timnas, merah putih, merah-merah. Ada patch Garuda disini. Itu kan hak. Intellectual property. Tapi tidak ada royalti buat Timnas. Nah sekarang ada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi konsep royalti ini yang diajukan nama PT GSI atau dari mereka?

Konsep royalti ini yang kami ajukan sebagai syarat tender. Gampangnya begini mas. Kontrak dengan Nike, kontrak dengan Mills, itu di kontrak cuma ada 2 variabel. Nilai sponsorship dan product supply. Product supply kan itu. Itu di Nike dan Mills. Nike bayangin 2009 sampai 2019 10 tahun. Cuman itu doang. Mills juga sama 3 tahun. Di sekarang ada 3 variabel ini. Nilai sponsorship, product supply, royalti. Nah variable ini yang kita wajibkan harus ada. Jadi kalau ada yang kasih proposal tender kemarin. Proses tendernya. Ga mau kasih royalti, sudah pasti tidak akan kami terima. Sesimpel itu.

ADVERTISEMENT

Itu alasan terbesar PSSi pilih Erspo?

Oh engga. Banyak yang submit royalti. Karena itu kan syarat kami. Jadi yang submit proposal pasti submit (royalti) juga.

Karena syarat ya?

Iya. Iya dong. Royalti ini umum berlaku di dunia. Bukan cuman di dunia olahraga. Di dunia musik pun ada merchandise musik. Karena ada royalti, beli merchandise Coldplay, ada royalti-nya Coldplay. Itu hal normal. Timnas ini tidak pernah ada selama ini. Sorry ya ini agak dieksploitasi. Nah sekarang tidak bisa kalau tidak ada royalti. Royalti ini kenapa? Kami kan juga butuh revenue.

Artinya dari semua brand yang masuk itu. Mereka mengajukan tiga unsur itu dong ya?

Kami wajibkan mereka mengajukan unsur tersebut. Tapi kan tentunya pasti ada beda-beda. Ada yang mengajukan royalti cuman 1 persen. Ada yang cuma 5%. Kami pilih yang terbaik dong. Sesimpel itu kan.

Kemarin nilai support sponsornya?

Rp 15-18 M. Ada tiga kriteria. Kriteria pertama dalam tender adalah credential, atau track record. Itu dulu credential. Ini perusahaan-perusahaan apa sih? Jangan-jangan dia perusahaan minuman ternyata mau ikutan tender garment. Kan nggak nyambung. Jadi credential dulu, track record. Kedua adalah kapabilitas. Kapabilitas dalam bidang apa? Kapabilitas production, jaringan distribusi, dan marketing. Ketiga adalah nilai komersial.

Nah nilai komersial ini apa? Yang tiga hal tadi saya bilang, sponsorship, product supply, dan royalty. Nah nilainya berapa? Yang Erspo mau berikan kepada kami hari ini adalah. Cash sponsorship-nya 8 miliar. Product supplynya 20 miliar per tahun.

Pertahun?

Iya pertahun. Kira-kira sampai 2 tahun. 20 miliar per tahun. Angkanya ini pertahun semua. Dan royalty 7 persen.

Artinya yang cash 8 miliar itu tahun depan kita 8 miliar?

Iya dong. Kan pertahun. Nah kontraknya sekarang 2 tahun sama kami. Kami akan review. Kalau reviewnya bagus ya bisa kami perpanjang. Kalau reviewnya nggak bagus ya kita bisa tender ulang. Sesimpel itu.

Nah soal track record kan emang Erigo yang ditunjuk. Tapi kan kenyataannya muncul Erspo. Bukannya itu dua hal yang berbeda gitu. Kenapa lanjut Erspo?

Oke. Sekarang saya ambil contoh begini, saya bikin tender hak siar. Pesertanya misalnya adalah Emtek, Trans Group, kemudian MNC. Pemenangnya Trans Group nih. Kemudian pemenangnya telepon ke kami. Pemenangnya Trans Group. Mereka mau yang berkontrak pake PT Trans 7 misalnya. Salah tidak? Ini kenyataan ya. Ini fakta.

Kemarin kami tender hak siar. Diumumkan juga di PSSI kan. Pemenangnya EmTek Group. Tapi kan yang tidak diketahui publik itu peserta tendernya itu PT SCM. Mewakili EmTek Group. Kemudian begitu mau kontrak, manajemennya telepon saya, 'Pak Marshal Yang berkontrak PT-nya Vidio ya. Oke.' Salah tidak ini?

Oke, tapi kabarnya Badan Hukumnya belum ada yang Erspo nih?

Pada saat tender kami persyaratkan untuk mereka harus submit akta perusahaan. Tujuannya buat apa? Agar saya bisa cek ke Kemenkumham. Bener tidak perusahaannya ada? Pemiliknya siapa? Siapa pemilik pemegang sahamnya? Erigo itu pemegang sahamnya adalah Muhammad Sadad. Mayoritas. Kemudian Muhammad Sadad setelah menang telepon saya. 'Pak saya mau bikin brand baru namanya Erspo ya Pak. Saya tidak mau pakai Erigo.' Oh iya silahkan. Apakah bentuknya PT baru? Apakah engga? Haknya dia dong.

Terus Erspo ini sekarang yang sudah ada. Aktanya sudah ada by the way. Pemegang saham terbesarnya? Sadad juga. Salahnya dimana? Ketika tender ini kan yang kami nilainya Erigo-nya. Terus Erigo mau bentuk Erspo. Mau nama brandnya Sadat. Apa salahnya? Salahnya dimana? Dia melanggar apa? Aturan apa yang dia langgar? Aturan tender ini kan juga kami yang bikin. Bahwa kami melihat perusahaan di belakangnya dong. Perusahaan holdingnya ini. Erigo. Holdingnya. Kemudian Erigo membuat perusahaan baru. Di bawah holdingnya PT yang baru tersebut. Yang juga pemegang saham terbesarnya. Tetap Sadad. Terus salahnya dimana? Pemilikannya PT ini adalah holdingnya dia. Nah holding ini sama. Jadi beda entitas. Ya beda entitas nih. Sama kayak tadi analoginya. SCM. Tapi dia bilang, eh untuk kontrak pakainya PT Vidio, ya tidak masalah dong.

Akta itu kan juga tidak disebarkan, private consumption doang itu. Iya kan? Tapi tidak ada orang yang datang ke kami untuk tanya. Mereka cuma asumsi-asumsi saja kan. Oh nama PT-nya beda. Iya memang nama PT-nya beda. So what? Kan biasa begitu.

Soal distribusi, Erspo sebagai brand baru, apakah tidak khawatir sama kekuatan distribusi miliknya?

Justru sekarang saya tanya balik. Saya tanya balik; Ada Specs, ada brand Mills, ada yang lain-lain. Yang mau saya tanya. Ada Erigo. Yang punya kekuatan distribusi yang paling besar siapa? Begini. Semua brand-brand yang tadi, Ortuseight, Specs, ini kan mereka punya spesialisasi di olaharaga. Erigo bukan, dia mass market. Bahkan orang sebutannya baju sejuta umat. Bener nggak? Artinya apa mas? Distribusinya luar biasa

Indonesia ini kan negara kepulauan. Distribusi tuh logistik cost paling tinggi. Nah kalo Erigo sudah bisa di mass market berhasil segitu besar. Dan jaringan distribusi ini dari atas ke bawah. Jarinya retailernya Erigo itu besar sekali. Kami naksir. Tapi kan bukan cuma itu tadi. Saya beli kan ada tiga kriteria tadi. Kriteria kedua adalah kapabilitas. Kapabilitas ini adalah produksi, distribusi, dan marketing. Nah kami juga mau melihat. Erigo hebat ya. Dari mungkin 10 tahun lalu siapa yang tau Erigo. Sekarang sudah bisa besar. Kami juga mikir gitu mas.

Sekarang ini kan jersey replika lagi jadi pro-kontra banget. Tapi penjualnya masih jalan?

Masih. Masih ya. Dan ternyata laku banget. Saya sempat cek ke Erspo. Semua suppliernya mereka, semua distributornya mereka meminta barang. Aneh nggak? Minta barang lho mereka. Ini saya mau balikin barang. Engga. Tapi minta barang. Yang pentingnya barang ini bagus kan. Desainnya, ini perdebatan nih. Ternyata faktanya di lapangan. Orang mau beli. Apakah desainnya jelek? Nah saya tidak tahu. Tapi yang saya tahu adalah player issue ini tidak ada masalah kualitasnya. Tapi yang replika sama suporter, kami minta untuk diperbaiki. Bahan kualitasnya. Karena itu menjadi bahan gunjingan orang.


Hide Ads