Wawancara Budi Sudarsono: Si Piton Kenyang Pengalaman Main di Level Asia

Wawancara Budi Sudarsono: Si Piton Kenyang Pengalaman Main di Level Asia

Muhammad Robbani - Sepakbola
Senin, 13 Mei 2024 21:15 WIB
Budi Sudarsono adalah penyerang tajam yang pernah dimiliki Indonesia di era 2000-an. Ia kenyang pengalaman main di level Asia bersama timnas dan klub.
Legenda Timnas Indonesia, Budi Sudarsono. (Foto: Dok. PSSI Pers)
Jakarta -

Budi Sudarsono adalah penyerang tajam yang pernah dimiliki Indonesia di era 2000-an. Ia kenyang pengalaman main di level Asia bersama timnas dan klub.

Di masa keemasannya, Timnas Indonesia maupun klub Indonesia masih rutin berkompetisi di tingkat Asia. Garuda tampil di Piala Asia 2000, 2004, dan 2007.

Kebetulan Budi berkesempatan tampil dalam dua edisi Piala Asia tahun 2004 dan 2007. Dua gol disumbangkan Si Piton, julukan Budi, buat Timnas Indonesia; 1 gol ke gawang Qatar di Piala Asia 2004 dan 1 gol ke gawang Bahrain di Piala Asia 2007.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan di level klub ada Persija Jakarta, PSM Makassar, Persik Kediri, Persebaya Surabaya, Sriwijaya FC, Persipura Jayapura, dan Arema, yang merupakan klub-klub yang pernah mewakili Indonesia bertanding di Liga Champions Asia.

Dari tujuh klub itu, Budi pernah memperkuat empat tim yakni Persebaya, Persija, Persik, dan Sriwijaya. Ia pun berkesempatan tampil di Liga Champions Asia bersama Persija (2002), Persik (2007), dan Sriwijaya (2009).

ADVERTISEMENT

Bersama Persija, Budi menyumbang satu gol kala Macan Kemayoran bertandang ke markas raksasa Jepang Kashima Antlers, Kashima Soccer Stadium. Tapi Persija kalah 1-4 dan langsung tersingkir.

Lima tahun berselang, Budi kembali mendapatkan tampil di pentas yang sama bersama Persik. Macan Putih masuk Grup E bersama Urawa Red Diamonds, Sydney FC, dan Shanghai Shenhua.

SYDNEY, AUSTRALIA - APRIL 25:  Budi Sudarsono of Persik Kediri kicks the ball during the Asian Champions League Group E match between Sydney FC and Persik Kediri at Parramatta Stadium April 25, 2007 in Sydney, Australia.  (Photo by Cameron Spencer/Getty Images)Budi Sudarsono saat tampil membela Persik Kediri di Liga Champions Asia. (Foto: Cameron Spencer/Getty Images)

Pada laga perdana, Persik langsung mendapatkan tantangan berat dengan bertandang ke markas Urawa, Saitama Stadium. Persik yang menampilkan duet Cristian Gonzales-Budi di lini depan takluk 0-3 di Jepang.

Meski tidak lolos grup, Persik tampil cukup mengejutkan dengan meraup tujuh poin berkat dua kemenangan, sekali imbang, dan tiga kali kalah. Dua kemenangan diraih Persik dalam laga kandang atas Shanghai (1-0) dan Sydney FC (2-1).

Sementara satu hasil imbang diraih di partai kandang lainnya saat Persik secara mengejutkan Persik menahan Urawa 3-3. Dua gol disumbangkan Budi selama babak fase grup, masing-masing satu gol ke gawang Sydney dan Urawa.

Dua tahun berselang Budi kembali tampil di ajang yang sama, kali ini bersama Sriwijaya FC. Untuk edisi 2009 ini, Budi gagal menyumbang gol.

Meski begitu, setidaknya ia mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dalam kariernya. Bersama timnas maupun klub, Budi sering mendapatkan kesempatan tampil di level Asia, sebuah hal yang jarang didapatkan pemain Indonesia di masa kini.

Arema menjadi klub Indonesia terakhir yang tampil di Liga Champions Asia pada 2011. Karena kisruh sepakbola dalam negeri; dualisme federasi, hingga banned FIFA 2015, ranking klub Indonesia terus melorot.

Hasilnya, klub Indonesia tidak pernah lagi mendapatkan jatah otomatis ke Liga Champions Asia. Kini klub dalam negeri harus menjalani playoff dan terus menemui kegagalan sebagaimana dialami Persija Jakarta hingga Bali United sehingga harus puas hanya bisa main di level 2 yakni Piala AFC.

Sementara di level timnas, Indonesia baru tampil lagi di Piala Asia 2023 sejak terakhir kali mentas di 2007. Belum ada lagi pemain Indonesia yang bisa mendapatkan pengalaman di tingkat Asia seperti Budi Sudarsono.

[Wawancara Budi Sudarsono di halaman berikutnya]

Berikut wawancara dengan Budi Sudarsono saat ditemui detikSport belum lama ini terkait kiprahnya di kompetisi level Asia.

Dari pengamatan saya, Anda adalah pemain Indonesia paling banyak berkompetisi di level Asia. Entah itu bersama Timnas timnas di Piala Asia 2004 dan 2007. Bagaimana bisa dapat pengalaman pengalaman seperti itu?

Mungkin karena yang pertama rezeki juga, semua orang (pemain profesional) kan mau ke tim nasional. Saya dapat kesempatan itu dan bisa membuktikan bisa di level itu. Kalau saya dikatakan main banyak di level internasional, saya juga enggak begitu menghitung juga sebenarnya, kami (pemain) kan bagaimana caranya main tingkat internasional, kalau kita tidak main di level nasional kan tidak bisa mendapatkan kesempatan itu. Kebetulan tim saya juara jadi bisa main di tingkat Asia. Itu menurut saya, istilahnya pencapaian yang sebenarnya sangat luar biasa, tapi saya sendiri enggak tahu, tidak begitu menghitung.

Diawali 2002 bersama Persija melawan Kashima di kandang mereka, lalu bersama Persik, dan Sriwijaya. Masih ingat dengan kenangan itu?

Sebenarnya saya tidak engah ke situ. Mungkin karena apa ya, apa namanya, saya banyak tim kan sebenarnya. Istilahnya sering pindah pindah tim. Motivasi saya itu ketika saya main dimanapun, saya harus bersaing, membuktikan diri kalau saya bisa di situ, begitu saja.

Berarti pindah klub dan main di Liga Champions bukan hal yang disengaja. Hanya kebetulan?

Tidak sengaja. Di level saya itu bagaimana saya bisa membuktikan dan bisa berkembang. Ketika kita berkembang di tim ini, lalu menjadi bintang di tim ini, kita pindah ke tempat lain. Itu harus ada motivasi tinggi. Saya bisa membuktikan bahwa saya tetap bisa di tim yang baru. Makanya saya sering pindah tim, tapi kebetulan juga pindahnya ke klub yang main di Liga Champions. Istilahnya saya pindah ke tim bagus.

Bagaimana rasanya main di Liga Champions Asia, bertanding di markasnya Urawa bersama Persik?

Kalau di level itu kita seperti kalah sebelum bertanding. Ya seperti itu (grogi) karena mental. Karena menurut saya itu mental adalah yang paling utama.

Bisa digambarkan seperti apa bertanding di level itu?

Sebenarnya senang banget, itu pencapaian sangat luar biasa di sepakbola. Saya juga tidak yakin bisa di level itu sebenarnya. Motivasi saya adalah bagaimana bisa ke timnas sebenarnya. Ya itu, makanya setelah di level situ mental kita belum terjaga. Makanya kalau di level Asia itu kita tidak pernah berkembang (klub Indonesia selalu gagal lolos grup Liga Champions Asia).

Bagaimana Anda bisa bersaing selama 10 tahun terpilih masuk ke Timnas Indonesia?

Padahal saya tidak pernah SSB ataupun akademi. Maksud saya ini motivasi buat anak-anak sekarang. Dalam sepakbola apapun bisa terjadi. Apalagi yang sekarang banyak SSB, akademi, dan sebagainya. Akademi banyak. Harusnya mereka yang lebih berkembang.

(CORRECTION) Indonesian player Bambang Pamungkas hugs Elie Aiboy (8) as Budi Sudarsono (L) smiles to celebrate a score for Indonesia during their Asian Cup 2007 Group D football match at the Bung Karno stadium in Jakarta, 14 July 2007. The score is 1-1 as the match continues. AFP PHOTO/Adek Berry (Photo by ADEK BERRY / AFP)Budi Sudarsono saat tampil di Piala Asia 2007 bersama Timnas Indonesia. (Foto: AFP/ADEK BERRY)

Indonesia kini kekurangan striker karena banyaknya striker asing di kompetisi lokal. Selain masalah itu, apakah ini terjadi karena ini perubahan zaman juga, seperti misalnya kemunculan false 9?

Iya termasuk karena perubahan formasi, tapi itu juga seharusnya menjadi motivasi mereka anak-anak muda yang sekarang untuk bersaing dengan level di atas. Karena kalau bersaing dengan level yang di bawah kita, maka tidak bisa berkembang. Kita bisa bersaing dengan orang yang di atas kita, levelnya di atas. Yang bicara mental. Makanya sebelum itu terjadi kita harus persiapkan mental kita. Modal kita harus siap ya. Jangan sedikit-dikit kita sudah kalah duluan itu mental yang tidak terjaga, begitu. Jadi memang harus itu harus dipersiapkan ya. Udah gitu.

Bagaimana melihat kesuksesan Timnas Indonesia akhir-akhir ini?

Sebenarnya agak, agak jengkel juga kenapa saya tidak bisa menjadi bagian di situ sebenarnya, hahahaha. Intinya seperti itu. Tapi kalau timnas sekarang, banyak meraih trofi (maksudnya menunjukkan perkembangan pesat) yang senang juga kita. Karena sepak bolanya sudah mulai berkembang. Sudah mulai diakui. Tapi kalau misalnya levelnya masih kayak gini, terus tropi juga juga belum ada, otomatis siapa yang mau mengakui kan.

Tekanannya dulu seperti apa, terutama tahun 2007 saat Indonesia tuan rumah Piala Asia, dibandingkan dengan masa kini?

Pasti tekanannya luar biasa, tapi kebetulan sebenarnya kita sudah siap. Hanya keberuntungan tidak berpihak ke kita, begitu saja. Kalau persiapan sudah luar biasa. Perjuangan kita luar biasa, orang kita tidak lolos (grup) pun orang angkat topi. Kita maunya begitu. Ketika perjuangan sudah luar biasa, diiringi dengan prestasi yang luar biasa. Istilahnya kayak era sekarang, kan begitu. Tapi jangan puas diri, harus ditingkatkan lagi setinggi mungkin. Bicara tingkat Asia, kalau bisa kita target juara di tahun kapan, begitu. Supaya kita ada motivasi.

Bagaimana resepnya bisa tampil sangat baik di Piala Asia 2007?

Kita persiapannya dulu sehari tiga kali. Untung kita persiapannya tidak di luar (negeri). Iya kita 3 bulan. Itu kan kompetisi memang off, memang fokus untuk timnas. Tapi pemanggilan era itu zaman jadul, makanya kompetisi sekarang harus diperbaiki gitu. Levelnya harus sama dengan timnas. Supaya (pemain) tinggal ngambil, orang (pemain) sudah tune-in. bukan ngambil tapi masih benerin termasuk fisiknya, terutama fisiknya.

Tanggapannya soal klub Indonesia sudah lama tidak main di Liga Champions Asia?

Pasti mau melihat klub Indonesia main lagi, itu kan salah satu prestasi klub tertinggi. Kalau pemain kan mau ke timnas, kalau klub mau main di Asia. Apalagi kalau bisa juara. JDT contohnya mau merajai Asia. Tapi bukan omong kosong, levelnya juga diperhitungkan. Kalau tidak begitu kapan mau berkembang sepakbola kita. Kalau tidak diakui di level Asia kapan kita mau berkembang.


Hide Ads