Kolom
Bola Ada di Tangan PSSI (di Luar Senayan)
Selasa, 06 Nov 2007 15:55 WIB

Jakarta - Nurdin Halid selalu mengatakan dirinya hanya akan mundur apabila (Komite Eksekutif) FIFA memutuskan demikian. Dengan perkembangan terakhir, bola kini ada di tangan PSSI (di luar Senayan).Hasil pertemuan perwakilan PSSI dengan Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) di Kualalumpur kemarin, yang mana FIFA telah meminta secara resmi kepada AFC untuk menangani kontroversi ini, barangkali tidak memuaskan banyak orang yang berharap badan sepakbola dunia itu secara eksplisit mengharuskan PSSI melakukan pergantian ketua umum.Yang diputuskan adalah PSSI harus mengubah beberapa pasal dalam pedoman dasar organisasi itu yang dinilai tidak sesuai dengan statuta FIFA. Jika masih punya itikad baik, semestinya hal ini sudah cukup untuk melakukan perubahan itu.PSSI selalu mengklaim selalu mengikuti statuta FIFA, termasuk ketika membentuk Komite Eksekutif (Committee Excecutive) usai memilih kembali Nurdin sebagai ketua umum pada Munas ke-34 di Makassar pada April lalu. Dinyatakan bahwa Exco adalah badan perumus dan pembuat kebijakan dalam tubuh PSSI. Namun yang hingga kini dipertanyakan adalah Exco dibentuk oleh ketua umum dan ketua umum pun termasuk anggota badan tersebut.Hanya saja, dalam mengadopsi statuta FIFA, PSSI masih "pilih-pilih". Buktinya, pasal 32 ayat 4 dalam standard statutes tersebut, yang mengatur masalah komposisi Exco, tidak dipakai dalam pedoman dasar PSSI. Padahal di situ ditegaskan bahwa pengurus organisasi sepakbola harus orang yang aktif di sepakbola serta tidak tersangkut masalah kriminal. "Perlu diketahui, standard statutes seperti yang Anda bawa itu hanyalah acuan. Kira-kira itu hanya draft. Jadi, tidak semua harus diharus diambil. Kami mengambil yang sesuai keadaan buat PSSI. Toh, semua negara juga begitu," ujar Sekjen PSSI Nugraha Besoes pada September lalu (Indopos, 22/9).Inilah rupanya landasan hukum yang dipakai (dan dibuat sendiri oleh) PSSI sehingga selalu ngotot ingin mempertahankan Nurdin, meskipun sudah dua kali menjadi terpidana kasus kriminal. Kalau sasaran tembaknya adalah aspek legal, mungkin masyarakat pecinta sepakbola Indonesia takkan berhasil membongkar proteksi PSSI terhadap Nurdin, karena pedoman dasarnya memang tidak mengharuskan demikian.Tapi dalam berorganisasi, apalagi yang menyangkut kepentingan bersama, diperlukan tanggung jawab moral. Sayangnya, tidak semua orang merasa terketuk hati nuraninya, bahwa kepentingan individu sepatutnya tidak boleh di atas kepentingan organisasi. Walaupun sudah disarankan dari berbagai pihak, mulai fans 'biasa' sampai media massa, pengamat, ketua KON/KOI, Menpora, sampai wakil presiden Republik Indonesia yang juga bosnya di Partai Golkar, Jusuf Kalla, Nurdin bergeming dan lebih memilih memimpin PSSI dari balik jeruji besi di Rutan Salemba.Jadi, jika menuntut kesadaran moral tidak bisa, maka jalan lain yang bisa ditempuh adalah menembak aspek legalitas, yaitu pedoman dasar yang menjadi landasan hukum organisasi PSSI. FIFA melalui AFC telah mengharuskan PSSI mengubah beberapa aturan yang tidak sesuai dengan statuta FIFA. Maka, inilah pintu untuk melakukan perubahan itu. Jelas, bola kini di tangan PSSI. Hasil polling detiksport pun -- per Selasa (6/11) pukul 15.55 WIB -- mengarah ke kondisi demikian. Sebanyak 74,44% responden menilai bahwa upaya paling tepat mengakhiri kontroversi ini adalah PSSI mencopot Nurdin. Tentu saja dengan mekanisme yang patut. Adapun yang berharap Nurdin lengser secara ksatria berjumlah 23,03%, sedangkan sisanya (hanya 2,53%) memilih mempertahankan Nurdin. Sekali lagi, ada cerminan dari suara masyarakat bahwa PSSI tetap diharapkan untuk menunjukkan kehormatannya. Polling tersebut seharusnya dilihat PSSI sebagai bentuk kepercayaan masyarakat terhadap organisasi tersebut untuk segera mengambil sikap tegas dan berani, bahwa PSSI bukan milik perorangan melainkan kepunyaan semua insan sepakbola di tanah air.Perlu dicatat, anggota PSSI bukan hanya yang berkantor di kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, saja, melainkan tersebar di seluruh wilayah dari Sabang sampai Merauke. Jika pengurus PSSI di Jakarta sampai saat ini selalu bersuara sama untuk mempertahankan Nurdin, maka anggota-anggota lain di luar Jakarta-lah yang mesti bergerak.Untuk melakukan Musyawarah Luar Biasa (Munaslub), aturannya sudah ada. Pada pasal 19 Pedoman Dasar Munaslub disebutkan bahwa usulan melaksanakan Munaslub bisa dari dua jalur: pertama, Komite Eksekutif (Exco); kedua, 2/3 anggota PSSI.Karena hingga kini Exco sangat solid untuk mempertahankan status quo, maka misi mengusulkan Munaslub ada di pundak pengda-pengda. Jika punya niat dan tekad kuat untuk menciptakan perbaikan, maka pengda-pengda tersebut harus menyamakan suara dan menggunakan haknya menggelar Munaslub. Salah satu ayat pasal tersebut bahkan memberi jaminan sangat kuat, yaitu jika usulan dari 2/3 anggota tidak juga dilaksanakan, maka 2/3 dari anggota pengusul dapat melaksanakan sendiri Munaslub dengan persetujuan FIFA.Jalan demokratis sudah terbentang di depan mata. Kalau mau maju, ambil langkah pertama ke depan, bukannya diam apalagi ke belakang. Sesulit itukah? (a2s/a2s)