Kante dikenal sebagai seorang gelandang bertahan murni. Ia memiliki segala atribut sebagai penopang utama tim sebelum musuh bertemu langsung dengan lini belakang Chelsea.
Ia bahkan sempat menjadi pemain terbaik Premier League kala membawa Chelsea menjadi juara Premier League musim 2016-2017. Sejak saat itu ia dianggap sebagai salah satu defensive midfielder terbaik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Kante Mulai dari Nol Lagi |
Jorginho diplot sebagai metronome atau deep lying playmaker utama Chelsea yang berada pada posisi terdalam. Hal ini membuat Kante dan Ross Barkley sebagai dua gelandang Chelsea lainnya bisa bergerak lebih bebas.
Dengan formasi baru 4-3-3, Kante kini lebih berperan sebagai box to box yang diberi keleluasaan untuk menyerang. Sehingga musim ini pemain Prancis itu cukup sering terlihat di dalam kotak penalti lawan atau bahkan membuat peluang.
Energi yang diberikan tetap sama, dia menempuh 12,47 km ketika melawan Arsenal menurut Sky Sports. Meski begitu, Kante membuktikan bahwa dia tak hanya piawai dalam bertahan, tapi juga jago dalam menyerang.
Pada laga melawan Arsenal itu, ia membuat 3 tembakan, 4 penciptaan peluang, dan 5 kali menyentuh bola di kotak penalti lawan. Angka tersebut melonjak jauh jika dibandingkan musim lalu, yakni 0,75 tembakan, 1,23 penciptaan peluang, dan 0,57 sentuhan di kotak lawan per laga.
"Dia bermain lebih seperti gelandang tengah kanan dan saya sangat senang dengan performanya. Saya benar-benar kagum," ujar Sarri setelah laga pertama Chelsea melawan Huddersfield Town.
Kante sendiri juga menerima keputusan Sarri. Walau dia menyadari harus lebih beradaptasi lagi agar maksimal di posisi tersebut.
"Ini tentang manajer dan sistem baru. Saya bermain lebih ke depan. Saya mencoba mencari striker, lebih menyerang, dan membuat masalah untuk musuh. Saya masih harus beradaptasi dengan peran ini dan siap memberikan yang terbaik bagi tim. Mudah-mudahan kami bisa terus melakukan hal yang baik untuk masa depan," jelas Kante pada pekan lalu.
Namun ada efek negatif dari perubahan posisi dan peran ini. Jorginho yang bukan gelandang bertahan sulit mengejar dan memberi kekuatan untuk menopang lini tengah sendirian.
Sebagai contoh pada laga awal melawan Huddersfield, Jorginho tak membuat satu intersepsi pun. Hal itu hanya terjadi sekali di tangan Kante pada 16 laga tandang Premier League musim lalu.
Dengan posisi baru Kante, ia tak bisa banyak membantu Jorginho dalam hal tekel dan intersepsi. Ketika melawan Arsenal Kante hanya membuat 3 tekel dan 1 intersepsi.
Tak mungkin juga memaksa Kante bekerja ganda dan masalah ini menjadi pe-er untuk Sarri ke depannya agar transisi dan peran pemain-pemain di lini tengah bisa lebih tertata. (din/rin)