Di Balik Air Mata Ranieri

Di Balik Air Mata Ranieri

Rifqi Ardita Widianto - Sepakbola
Rabu, 13 Apr 2016 01:02 WIB
Foto: Getty Images Sport/Michael Regan
Leicester - Claudio Ranieri meneteskan air mata usai Leicester City menumbangkan Sunderland akhir pekan lalu. Ranier terharu, karena melihatnya masifnya dukungan suporter.

Tangis Ranieri tertangkap kamera di Stadium of Light, Minggu (10/4/2016) usai Leicester menaklukkan Sunderland 2-0. Kemenangan itu kian mendekatkan The Foxes ke tangga juara Premier League.

Dengan kemenangan itu, Leicester yang memuncaki klasemen menjaga jarak dengan Tottenham Hotspur di peringkat dua tetap tujuh poin. Dengan lima pekan tersisa, kini mereka tinggal butuh tiga kemenangan untuk memastikan gelar juara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal inilah yang sedikit dirayakan suporter tandang Leicester usai peluit akhir laga di Stadium of Light berbunyi. Mereka berdiri di tribun, berjingkrak, lalu menyanyikan chants kemenangan dan mengapresiasi perjuangan tim hari itu.

[Baca juga: Air Mata Claudio Ranieri]

Atmosfer itu membuat Ranieri terharu. Saat beranjak meninggalkan lapangan sembari memberikan penghormatan untuk para suporter, air matanya tampak menetes.

"Itu bukan tangis yang sesungguhnya, melainkan air mata yang tertahan. Itu adalah momen yang emosional. Melihat semua orang ada di sekitar kami, seluruh keluarga di bus-bus dalam balutan seragam Leicester mengikuti kami sampai Sunderland, itu membuat saya sangat tersentuh," ujar Ranieri kepada Gazzetta dello Sport.

"Di saat-saat seperti itu Anda menyadari kekuatan luar biasa dari sepakbola. Ketika olahraga kami membawa hal-hal positif seperti ini Anda tak bisa tetap acuh tak acuh."

"Di ruang media setelah itu, saya ingin menjelaskan konsep ini. Tapi sudah sulit bagi saya untuk menjelaskan ekspresi itu dalam bahasa Italia, apalagi Inggris."

"Saya punya peran publik dan saya ingin mencoba berkepala dingin. Saya harus memberikan sinyal jelas untuk tim saya, saya tak bisa terbawa oleh emosi," tambahnya seperti dikutip Football Italia.

Bagaimanapun, kisah Ranieri dan Leicester musim ini memang amat menyita perhatian. Mengawali musim dengan diprediksi tak jauh-jauh dari zona degradasi, mereka justru melaju meyakinkan dan mengungguli tim-tim raksasa.

Sorotan masif ini disebut Ranieri tak terlepas dari peran media. Dia lantas membandingkannya dengan kiprah bersama Valencia di periode pertama pada 1997-1999.

"Itu adalah kekuatan media. Di tahun 90-an ketika saya melatih Valencia dan kami mendapatkan hasil-hasil penting, hal itu tidak memunculkan angin puyuh seperti ini," katanya.

"Sekarang ini ada semua stasiun TV ini yang mana membawa pertandingan dari seluruh dunia ke ruang keluarga Anda, lalu ada Facebook dan Twitter, ada internet juga," demikian pelatih 64 tahun ini.

Selama dua tahun di periode pertama bersama Valencia, Ranieri meraih gelar Copa del Rey dan trofi Piala Intertoto. Dia juga berjasa mengantarkan Valencia lolos ke Liga Champions setelah finis di posisi empat pada musim 1998/1999. (raw/krs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads