Kasus Pembajakan Hambat Pangeran Arab Akuisisi Newcastle?

Kasus Pembajakan Hambat Pangeran Arab Akuisisi Newcastle?

Yanu Arifin - Sepakbola
Jumat, 01 Mei 2020 09:37 WIB
NEWCASTLE UPON TYNE, ENGLAND - JANUARY 01: General view inside the stadium ahead of the Premier League match between Newcastle United and Leicester City at St. James Park on January 01, 2020 in Newcastle upon Tyne, United Kingdom. (Photo by Nigel Roddis/Getty Images)
Proses akuisisi Newcastle United oleh pihak Arab Saudi diklaim terganjal masalah pembajakan hak siar. (Foto: Getty Images/Nigel Roddis)
Newcastle -

Akuisisi Newcastle United oleh Pangeran Arab Saudi, Mohammed bin Salman, belum juga rampung. Tuduhan pembajakan siaran Liga Inggris diklaiim menghambatnya.

Newcastle akan diakuisisi oleh Public Investment Fund (PIF), konsorsium Arab Saudi yang dipimpin Pangeran Salman. Namun, sudah hampir sebulan, prosesnya belum juga rampung.

Dilansir Chronicle Live, proses akuisisi tertunda akibat tuduhan pembajakan siaran Liga Inggris. Arab Saudi diklaim membajak siaran pertandingan Liga Inggris di kawasan Timur Tengah dari beIN Sports, pemegang hak siar dari Qatar.

Petingginya, Yousef al-Obaidly, dikabarkan sudah menyurati Premier League. Ia meminta agar akuisisi itu ditolak karena Arab Saudi dituduh justru telah membajak siaran Liga Inggris.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PIF sendiri sudah menyerahkan dokumen yang diperlukan ke pihak Premier League sejak tiga minggu lalu. Namun, tudingan pembajakan membuat proses pembelian klub menjadi terhambat, yang semula direncanakan rampung pada akhir April.

Premier League diklaim masih yakin pengaduan pihak BeIN tidak akan membatalkan pembelian klub. Namun, ada anggapan bahwa tuduhan itu cukup berisiko. Liga Premier pun diklaim harus memastikan telah terlindungi secara hukum apabila digugat.

Selain tuduhan pembajakan, Arab Saudi dikecam karena masalah hak asasi manusia. Sebab, Pangeran Salman sempat dituduh terlibat dalam pembunuhan jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada 2018.




(yna/krs)

Hide Ads