Steve Bruce mengaku sering dilecehkan saat menjadi pelatih Newcastle United. Juru taktik Arsenal, Mikel Arteta, sangat prihatin dengan hal tersebut.
Steve Bruce dan Newcastle United resmi pisah jalan, Rabu (20/10/2021) sore WIB, 13 hari setelah akuisisi klub oleh Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman. Perpisahan ini terjadi tepat setelah Bruce melalui laga ke-1.000 sebagai manajer, dengan Newcastle kalah 2-3 dari Tottenham Hotspur akhir pekan lalu.
"Saya sangat sedih setelah membaca pernyataan dari Steve. Pertama-tama, karena saya mengenalnya secara pribadi dan kedua karena apa yang dia sampaikan dalam kata-katanya," kata Arteta seperti dikutip dari situs resmi Arsenal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anda berbicara tentang seseorang yang sudah berpengalaman di pertandingan selama lebih 40 tahun sebagai pemain dan manajer. Dia manajer lebih dari seribu pertandingan, pengalaman dan kemampuannya itu adalah sebuah bukti yang dimiliki, dia berjuang dengan situasinya."
"Saya pikir kita harus bercermin. Kita tidak bisa menerima begitu saja dan menerima hal-hal tertentu karena keadaan. Kita di sini juga untuk memperbaikinya dan mengubahnya, seperti yang kita lakukan dengan aturan apapun, dengan perlengkapan apapun. Kita memiliki apapun yang ingin kita tingkatkan untuk olahraga, penggemar, stadion, fasilitas, dan siaran kami," tegasnya.
Bruce sebelumnya merasa sudah tidak diinginkan keberadaannya di Newcastle sejak awal. Dia tak pernah dihargai sekalipun mendapatkan kemenangan.
"Pada saat saya tiba di Newcastle, saya pikir saya bisa menangani semua tuntutan yang dibebankan kepada saya, tetapi itu sangat, sangat sulit," kata Bruce kepada Daily Telegraph.
"Saya tidak pernah benar-benar diinginkan, saya merasa bahwa orang-orang menginginkan saya gagal, dan mereka juga terus mengatakan saya akan gagal, bahwa saya tidak berguna, pemborosan ruang, bodoh, kepala kubis yang tidak berkompeten secara taktik atau apa pun. Itu sejak hari pertama."
"Ketika mendapatkan hasil yang baik, mereka selalu mengatakan 'ya, tapi gaya bermainnya sampah' atau saya hanya 'beruntung'. Itu konyol dan menyebalkan, bahkan ketika hasilnya positif."
"Yang terbaik dari semua itu adalah, kami diberi tahu bahwa tim bisa terdegradasi, tapi poin kami...itu semua terjadi di musim pertama. Kami finis di urutan ke-13."
"Itu (kritik dan cemoohan) semakin buruk di tahun kedua. Kami finis di posisi ke-12, unggul 17 poin dari peringkat tiga terbawah."
(ran/aff)