Winger Manchester United Antony mengaku tak pernah merasakan tekanan di atas lapangan. Pasalnya Antony terbiasa menghadapi situasi lebih buruk di masa lalu.
Pesepakbola berusia 21 tahun itu memulai karier dari tim junior Sao Paolo sebelum promosi ke tim utama pada 2018. Hanya setelah dua tahun, Antony dilirik Ajax yang memboyongnya ke Eropa kemudian berlabuh di MU, mengikuti jejak bosnya Erik ten Hag pada musim panas lalu.
Bersama Setan Merah, Antony telah mengemas lima gol dan dua assist dalam 14 pertandingan di seluruh kompetisi musim ini. Kontribusi Antony membantu MU masih dalam jangkauan finis empat besar di Premier League, lolos ke babak kelima Carabao Cup, dan maju ke fase knockut Liga Europa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Antony tidak memungkiri kesuksesannya dipengaruhi oleh masa kecil yang suram. Pengalaman traumatis itu membuat Antony "kebal" terhadap tekanan di lapangan.
"Di jalan menuju sekolahku di suatu pagi, ketika usiaku mungkin 8 atau 9 tahun, aku menemukan seorang pria tergeletak di gang. Dia tidak bergerak," kata pemain internasional Brasil itu kepada The Players' Tribune.
"Saat aku mendekat, aku baru sadar kalau dia sudah tewas. Di favela, anda menjadi semacam mati rasa dengan hal-hal semacam ini. Tidak ada jalan lain, dan aku harus sampai di sekolah. Jadi aku hanya menutup kedua mataku dan melompati mayat itu."
"Aku pergi dari daerah kumuh ke Ajax lalu ke Manchester United dalam tiga tahun. Orang-orang selalu bertanya kepadaku bagaimana aku bisa "mengganti kunci" dengan cepat. Terus terang, itu karena aku tidak merasakan tekanan di atas lapangan. Tidak ada rasa takut. Takut? Apa itu takut?"
"Ketika anda tumbuh besar dengan melompati mayat-mayat hanya untuk tiba di sekolah, anda tidak bisa merasa takut akan hal apapun di sepakbola. Hal-hal yang pernah kusaksikan, kebanyakan pundit cuma bisa berimajinasi. Ada hal-hal yang tidak bisa anda lihat," Antony menambahkan.
(rin/krs)