Menjadi unggulan dalam setiap gelaran piala dunia adalah khittah Belanda. Pertanyaannya kemudian, apakah masyarakat Belanda bisa melihat negaranya juara?
Meski pernah menelurkan beberapa skuat emas --pada 1974, 1978, 1998, dan termasuk skuat yang dibawa Bert van Marwijk ke Afrika Selatan empat tahun lalu-- 'Negeri Kincir Angin' memang belum tahu rasanya mengangkat trofi Piala Dunia. Di Piala Dunia 2010 mereka sukses mencapai final, namun akhirnya kalah tipis 0-1 dari Spanyol lewat gol perpanjangan waktu Andres Iniesta.
Salah satu "tuduhan" yang sering ditujukan atas kegagalan ini adalah karena Belanda yang tidak fleksibel dalam soal taktik. Bahwa menerapkan sepakbola indah lebih krusial ketimbang mendapatkan hasil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disarankan Mengubah Pola
Setelah kalah di final Piala Dunia 2010 dan tidak membawa pulang satu poin pun dari gelaran Euro 2012, media-media Belanda mulai menyarankan De Oranje untuk sejenak meninggalkan ciri khas mereka, Total Football.
Para jurnalis Belanda mengusulkan pelatih baru mereka, Louis van Gaal, yang menggantikan Bert van Marwijk di tahun 2012, untuk melupakan pola tradisi 4-3-3 dan memainkan pola 4-4-2 atau 3-5-2 dengan menepatkan duet RvP-Robben atau RvP-Huntelaar di depan.
Pada wawancara dengan sebuah stasiun televisi Belanda, hal senada juga disampaikan Ronald Koeman, mantan pemain di tim Oranye yang memenangi Euro 1988. Menurutnya, jika Belanda memaksakan diri untuk menggunakan pola 4-3-3 dan mengutamakan dominasi permainan, maka ini sama halnya dengan bunuh diri.
Pasalnya, pada fase grup, mereka akan bertemu dengan Spanyol dan Chile, tim yang punya permainan setipe dengan Belanda. Praktis pola 4-3-3 akan rentan terkena serangan balik cepat dari dua pesaingnya itu. Terlebih lagi sisi sayap Belanda diisi oleh pemain-pemain muda yang belum punya jam terbang internasional. Padahal ini adalah area paling rawan dalam pola 4-3-3.
Jika taktik tersebut tetap dipaksakan, bisa jadi Belanda akan mengulangi memori buruk mereka di gelaran Euro 2012. Kala itu mereka pulang di babak grup dengan poin 0, hasil dari tiga kali kalah dari Denmark, Jerman, dan Portugal.
Β
Van Gaal yang Menurunkan Ego
Sudah menjadi rahasia umum Louis van Gaal adalah pelatih yang keras dan tak tahan kritik. Jadi wajar saja bila saran-saran dari jurnalis Belanda maupun Koeman tak ia gubris.
Menurut Van Gaal, menggunakan pola 4-4-2 ataupun 3-5-2 berarti merusak tradisi sepakbola Belanda. Maka, ia tetap bersikukuh dengan tiga penyerang di depan.
Hasilnya tidak buruk, memang. Van Persie dkk. tak terkalahkan dalam 10 pertandingan yang mereka jalani, meraih 9 kali menang dan 1 kali imbang.
Tapi, selama bermain dengan 4-3-3 di bawah asuhan Van Gaal, toh nyatanya Belanda tetap jauh dari kesan Total Football. Mereka justru cenderung mengandalkan intimidasi dan juga kontak fisik. Tak jauh beda dengan gaya permainan pada Piala Dunia 2010 atau pun Euro 2012 semasa dilatih Van Marwijk.
Tapi, kekukuhan Van Gaal dengan pola 4-3-3 mulai berubah kala ia kehilangan salah satu poros gandanya, Kevin Strootman, awal Maret lalu karena cedera. Sang pelatih yang keras kepala itu mulai menurunkan egonya.
Perlahan ia membuka diri dan menerima kritik dari Koeman. Ketiadaan Strootman jelas akan merusak sistem permainan yang selama ini ia terapkan. Apalagi untuk mencari gelandang penyeimbang macam Strootman, yang menurut Van Marwijk merupakan pemain yang tidak terlalu konservatif dan tidak terlalu menyerang, jelas bukan pekerjaan yang mudah.
Ketiadaan gelandang AS Roma tersebut, ditambah dengan kebijakannya yang lebih memprioritaskan pemain dan hanya menyisipkan sedikit pemain tua ke dalam tim, membuat pelatih yang akan menangani Manchester United selepas piala dunia itu berubah pikiran.
Maka tak heran, ketika Belanda melakukan pemusatan latihan di Lagos, Portugal, sejak pertengahan Mei lalu, Van Gaal memfokuskan pemantapan penggunaan pola baru, 5-3-2.
Ini tentu bukan satu perjudian. Dengan menggunakan pola 5-3-2, yang akan berubah menjadi 3-5-2 saat menyerang, Van Gaal sebenarnya ingin mengurangi beban Sneijder. Mantan pemain Inter Milan itu memang telah dimakan usia. Terlebih lagi, sang pelapis di posisi gelandang serang, Rafael van Der Vaart, mengalami cedera saat menjalani pemusatan latihan di Portugal.
Dengan pola ini, Sneijder akan difokuskan untuk menyuplai bola duet lini depan Van Persie-Robben dan tidak dibebankan persoalan membantu pertahanan. Tugas melindungi keempat bek diserahkan sepenuhnya pada dua poros ganda Belanda, De Jong dan De Guzman.
Dengan pola baru ini, Belanda terkesan keluar dari kodratnya untuk memainkan total football. Belanda pun terlihat lebih memilih untuk bermain seperti Atletico Madrid. Fokus bertahan dan sesekali melakukan serangan balik cepat. Terutama kala menghadapi Spanyol di pertandingan pertama fase grup.
Yang perlu diingat, dengan memainkan pola itu, pemain-pemain 'Tim Oranye' tetap dituntut untuk tetap cair dalam melakukan pergerakan, terlebih saat melakukan transisi dari bertahan ke menyerang. Sesuai dengah khasanah sepakbola mereka.
Skuat Muda Kegemaran Van Gaal
Louis van Gaal memang berbeda. Ia lebih memilih nama-nama muda yang masih minim pengalaman untuk mengisi skuatnya. Hal ini karena pelatih berusia 62 tahun ini menitikberatkan pada aspek kebugaran pemain saat menjalani ketatnya kompetisi piala dunia.
Pun dengan pemilihan pemain yang mayoritas adalah didikan akademi Feyernord. Ini semata karena Van Gaal lebih memilih nama-nama yang sudah akrab dengan pola 5-3-2.

Grafik perkiraan lineup Belanda yang akan dipakai di Brasil
Misalnya saja pilihan tiga bek tengah. Van Gaal memilih hasil binaan Feyernoord, Stefan de Vrij-Ron Vlaar-Bruno Martins Indi. Sekali lagi, ini bukan perjudian. Ketiganya memang sudah akrab dengan pola permain tiga bek yang sering mereka mainkan saat masih berkostum Feyernoord di bawah asuhan Ronald Koeman.
Pun begitu dengan Daryl Janmaat. Pemain yang kini masih membela Feyernoord sudah fasih melakukan tugasnya sebagai wingback.
Satu catatan khusus patut diberikan pada Daley Blind, yang memang kurang akrab dengan pola tersebut. Jika tidak hati-hati, ia juga bisa jadi sisi rentan bagi pertahanan Belanda, meski stamina dan kecepatannya akan tetap diandalkan untuk mengisi posisi wingback kiri.
Di tengah, Nigel De Jong akan diduetkan dengan Jonathan De Guzman. Pengalaman bermain De Jong diharapkan dapat membantu juniornya yang belum genap tampil 15 kali untuk timnas senior. Mereka berdua akan ditugaskan sebagai gelandang box-to-box untuk melindungi Sneijder, agar peran pemain Galatasaray ini sebagai playmaker tidak terganggu.
Di lini depan, RvP dan Robben akan menjalani cara-cara baru sebagai duet lini depan De Oranje. Kali ini, mereka akan diberikan keleluasan untuk bergerak dan bertukar posisi. Sebuah kebebasan yang memang sebelumnya jarang didapatkan ketika Belanda memainkan pola 4-3-3.
Dalam pola ini, nantinya Robben bisa saja tetap melebar ke flank, seperti biasa ia bermain untuk Bayern Munich, untuk menarik perhatian lawan. Tapi, Robben juga bisa ditarik sedikit ke belakang untuk membantu lini tengah saat adanya serangan lawan.
Wingback Sebagai Kunci
Dari seluruh sektor, Janmaat dan Blind-lah yang patut menjadi sorotan. Pasalnya, beban penyerangan dan pertahanan Belanda ada pada pundak keduanya. Bisa jadi kedisiplinan mereka, saat bertahan dan menyerang, yang akan jadi kunci kesuksesan Belanda tahun ini.
Saat kehilangan bola, mereka harus cepat turun dan menutup lubang yang ada di sisi sayap, sisi yang menjadi titik lemah pertahanan Belanda selama ini. Sementara itu, saat menyerang, termasuk saat melakukan serangan balik, mereka harus cepat naik dan membantu lini penyerangan. Namun, mereka juga harus waspada dan pandai menempatkan posisi, agar tidak bentrok dengan posisi Robben dan RvP yang sering melebar dan mengisi sisi flank.
Prediksi
Dengan utak-atik formasi Van Gaal di atas, sampai di semi final masih masih jadi target realistis bagi De Oranje. Namun, bukan berarti bisa dilakukan dengan mudah.
Pada babak 16 besar, bisa jadi mereka bertemu sang tuan rumah, Brasil, yang menghuni grup A. Lalu, jika mereka bisa menghadapi hadangan terberat tersebut, mereka mungkin akan bertemu dengan wakil grup D, yang dihuni Inggris, Uruguay, ataupun Italia, di babak perempat final.
Berat, memang. Tapi realistis. Jika Van Gaal berhasil menerapkan transformasi taktiknya pada generasi emas ini, siapa tahu malah mereka bisa menembus ke partai final. Dan, siapa tahu lagi, fleksibilitas taktik ini yang justru akan mengantarkan Belanda ke tangga juara dan membedakan Van Gaal dengan para jenius-jenius sebelumnya yang sangat mengutamakan gaya bermain ketimbang memenangkan turnamen. Siapa tahu?
Β
Selamat berjuang, meneer!
Β
====
*dianalisis oleh @prasetypo dari @panditfootball
(roz/krs)











































