Singa Ompong di Tengah Hutan Amazonia

Grup D: Inggris 1-2 Italia

Singa Ompong di Tengah Hutan Amazonia

- Sepakbola
Minggu, 15 Jun 2014 19:39 WIB
Singa Ompong di Tengah Hutan Amazonia
Getty Images
Jakarta - Perjalanan Piala Dunia Inggris langsung terhambat di kondisi berat Manaus setelah permainan penuh semangat mereka berakhir dengan kekalahan 2-1 di tangan Italia.

The Three Lions tertinggal pada menit 35 ketika tendangan jarak jauh Claudio Marchisio mampu menemui sasaran. Tapi, tidak butuh waktu lama, hanya 90 detik setelahnya, kombinasi serangan balik yang apik dari Raheem Sterling, Wayne Rooney, dan Daniel Sturridge berhasil membuat Inggris menyamakan kedudukan.

Namun sial bagi Inggris, Italia berhasil mencetak gol kemenangan pada awal babak kedua melalui sundulan Mario Balotelli yang menerima umpan matang dari Antonio Candreva.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertandingan Minggu (15/6/2014) pagi WIB itu mengingatkan kita akan pertandingan perempatfinal di Euro 2012, sebuah pertandingan ketika Italia unggul jauh atas penguasaan bola dari Inggris, yang sayangnya kembali harus terulang lagi.

Pada pertandingan dua tahun yang lalu itu, Inggris dianggap gagal mengimbangi Italia secara taktikal karena ketidakmampuan mereka untuk mengantisipasi kejeniusan Andrea Pirlo yang pada pertandingan itu berhasil melakukan operan lebih banyak daripada kombinasi operan seluruh gelandang Inggris. Seharusnya Inggris tidak mengulangi kesalahan yang sama pada pertandingan ini.

Gambaran Umum Pertandingan



Sebenarnya, hasil imbang akan menjadi hasil paling adil subuh ini. Pertandingan ini adalah pertandingan yang sama sekali berbeda dengan apa yang kita bayangkan karena kedua tim bermain terbuka dan menghibur dari babak pertama.

Kemenangan mengejutkan 3-1 Kosta Rika atas Uruguay semakin membuat kedua tim berinisiatif melakukan serangan demi mencapai kemenangan. Pertandingan menjadi mengalir bebas dan kedua tim tampak berbahaya ketika mereka sampai di depan gawang.

Pertandingan ini menjadi pertandingan di Piala Dunia 2014 yang memiliki waktu bermain dengan bola (ball-in-play time) yang paling banyak sejauh ini, yaitu 63 menit, yang merefleksikan kualitas dari penguasaan bola aktif bagi kedua tim.

Namun seperti yang diperkirakan sebelumnya, Italia memiliki penguasaan bola yang mentereng, tapi Inggris terlihat senang-senang saja untuk bermain sabar menunggu kesempatan serangan balik dengan penuh kecepatan.

Mereka melakukan itu dengan sukses pada sejumlah kesempatan, hal ini direfleksikan dari 18 tembakan yang dilepaskan singa-singa Inggris, banyak di antaranya adalah tembakan dari luar kotak penalti. Sayang, penyelesaian akhir masih menunjukkan ketumpulan serangan Tiga Singa yang ompong ini.



"Inggris yang Berbeda", Katanya...

Sejak awal Inggris memang seperti sudah siap untuk dikontrol oleh permainan Italia dan mencoba mencari celah untuk merebut penguasaan bola dan melakukan serangan balik secepat mungkin melalui pemain-pemain cepat seperti Sterling dan kemudian Ross Barkley pada babak ke dua. Baik pemain bertahan dan pemain tengah Inggris dituntut untuk selalu berintegrasi dengan baik dalam transisi ini.



Duet Phil Jagielka dan Gary Cahill di jantung pertahanan Inggris menjadi kunci awal transisi tersebut. Keduanya memegang peranan kunci pada pertandingan ini dengan Jagielka yang berhasil menggagalkan usaha chip cantik Balotelli di penghujung babak pertama dan Cahill yang berhasil melakukan last man tackle secara bersih. Oleh Hodgson, Jagielka diberi peran sebagai ball playing defender, sementara Cahill lebih sebagai cover untuk kapten Everton tersebut.

Pada pertandingan ini juga kedua bek sayap Inggris memegang peranan yang penting saat Inggris membangun serangan balik. Baik Leighton Baines maupun Glen Johnson sama-sama rajin membantu serangan. Hal ini menimbulkan ruang kosong yang ditinggalkan oleh keduanya, dengan Johnson yang seringkali tertangkap terlambat untuk turun.

Italia tidak cukup baik memanfaatkan ruang yang ditinggalkan ini. Daripada melakukan serangan lewat sayap, karena mereka tidak memiliki pemain sayap murni juga, mereka malah lebih suka untuk berlama-lama menguasai bola di tengah.

Tapi akhirnya Italia memang berhasil menciptakan peluang melalui celah tersebut, dua di antaranya adalah pada kedua gol Italia. Gol pertama, diawali melalui tendangan sudut di sisi kanan Italia (sisi Baines), Verratti berhasil memberikan assist yang dimanfaatkan dengan cantik melalui sela-sela kedua kaki Pirlo yang melihat Caludio Marchisio yang berada pada posisi yang lebih menguntungkan sehingga ia berhasil mencetak gol dari luar kotak penalti.



Sementara gol ke dua kembali terjadi melalui sisi kiri pertahanan Inggris. Diawali Darmian yang gagal dikuti pergerakannya oleh Rooney, ia kemudian mengirimkan operan kepada Candreva yang berhasil mengirimkan umpan matang kepada Balotelli. Pemain sayap satu-satunya yang dimiliki (dan dimainkan) oleh Italia ini menunjukan manfaatnya sebagai pemain sayap, sesuatu yang jarang Italia mainkan.

Inggris memang menjanjikan di awal, tapi "permainan berbeda" mereka ternyata tidak sukses membuat mereka menjadi pemenang, mereka hanya berhasil untuk menjadi pecundang yang lebih baik daripada dua tahun yang lalu.

...Tapi Ternyata Inggris Sama Saja

Selanjutnya memang yang menjadi masalah Inggris adalah penyelesaian akhir mereka yang terlalu bertele-tele dan tidak efektif. Untuk mengalirkan bola ke depan saja mereka bersusah payah mengirimkan umpan-umpan silang liar. Permainan crossing asal pun diperagakan oleh Hodgson di pertandingan ini.



Inggris mengirimkan 25 buah umpan silang ke jantung pertahanan Italia, namun ajaibnya, hanya satu saja yang berhasil mencapai sasaran. Puji Tuhan, God Save the Queen, satu-satunya crossing berhasil itu adalah umpan yang berbuah assist dari gol yang dicetak oleh Sturridge. 25 umpah silang yang diproduksi Inggris menjadi yang tertinggi dari semua tim yang sudah memainkan pertandingan pertamanya di Piala Dunia 2014.

Pada pertandingan melawan Italia ini juga, dari banyak bola yang berhasil dialirkan ke depan (selain melalui crossing tentunya), banyak juga yang menjadi peluang, tapi tendangan-tendangan mereka masih sering jauh meleset dari sasaran, apalagi setelah mereka tertinggal 2-1, mereka menjadi semakin menjadi singa liar yang terus berspekulasi.

Padahal, untuk menghadapi Italia yang bertahan ditambah kondisi yang berat di Manaus, Inggris dituntut untuk tidak sering-sering membuang peluang.



Ditambah lagi, pemain andalan Inggris yang belum bisa diandalkan juga, Wayne Rooney, masih membutuhkan remedial lagi untuk menemukan gol pertamanya di Piala Dunia. Tapi publikInggris boleh sedikit elus-elus dada subuh ini akibat dari kehadiran Ross Barkley.

Kinerja Barkley yang turun sebagai pemain pengganti, adalah salah satu dari beberapa perubahan positif yang dilakukan oleh Hodgson. Bintang muda Everton itu berhasil menyelesaikan semua operannya (17 buah operan), menciptakan 2 peluang, dan menyelesaikan 2 dari 3 take-ons.



Barkley menggantikan peran Sterling dalam menguasai bola di final third. Sebelumnya, Sterling terlihat potensial menghasilkan sesuatu dengan kecepatan dan driblingnya. Pada 15 atau 10 menit terakhir, kinerja sterling sudah menurun jauh. Masuknya Barkley membuat Inggris tetap bisa menguasai bola di final third Italia. Hanya saja, Inggris sangat sulit membuat final-passes yang mematikan, sehingga kualitas penyelesaian akhirnya pun sangat buruk.

Pertahanan Buruk Italia

Tapi di balik semua hal di atas, permainan Italia juga bukan tanpa celah. Sistem bertahan yang Prandelli peragakan dianggap tidak jelas dalam pembagian peran. Bermaksud menjaga serangan-serangan sayap Inggris yang cepat, sambil membuat Italia bermain lebih sabar, bek-bek mereka justru seringkali berada pada posisi yang salah: kadang bertabrakan, kadang berseberangan jauh.

Kelemahan ini dicerminkan dalam sikap pertahanan Italia saat menghadapi umpan-umpan Inggris. Jika saja umpan-umpan Inggris lebih berkualitas dan akurat, dan juga penyerang Inggris lebih klinis, Italia bisa saja bernasib sama dengan Spanyol.

Ada tiga kejadian utama yang menggambarkan buruknya koordinasi pertahanan Italia ini, antara lain peluang Inggris pada menit ke-21, menit ke-23, dan gol Inggris pada menit ke-36.







Prandelli mencoba memperbaiki lini pertahanannya untuk menghindari umpan-umpan silang Inggris yang sempat membahayakan di babak I. Dia menginstruksikan de Rossi untuk turun lebih ke ke dalam dan kadang sejajar dengan Barzagli dan Parletta. Selain itu, Pirlo juga di babak II bertukar posisi dengan Veratti dan kembali ke posisi "alaminya" berdiri di depan garis pertahanan. Dengan itulah, senjata Inggris yang (tampak) paling berbahaya di babak I, yaitu umpan silang, berhasil dijinakkan.

Pirlo Masih Menjadi Kunci

Jika Italia tidak sebaik itu pula, lalu apa yang membuat Italia bisa menguasai dan memenangkan permainan?

Secara umum, tugas "anjing penjaga" yang dibebankan kepada Henderson sebenarnya sudah ia jalankan dengan baik, namun memang dasarnya saja Pirlo adalah pemain yang jenius, pada

pertandingan ini ia sekali lagi mengacak-acak lini tengah Inggris. Secara statistik, Pirlo berhasil menyelesaikan 95 persen dari 108 operannya. 108 umpan adalah jumlah umpan terbanyak yang dibuat semua pemain yang bermain di Piala Dunia 2014 sampai sejauh ini. Luar biasa.



Pada babak pertama, Pirlo bermain lebih di depan (seperti yang tertera di susunan pemain di awal artikel ini), ia berperan mengontrol lini tengah Italia melalui "komando barisan depan". Hal ini juga yang menyebabkan di babak pertama ia banyak berduel dengan "anjing penjaga"-nya, Henderson.

Sementara di babak ke dua, posisi Pirlo lebih bergeser ke dalam, menjadi holding midfielder. Apalagi setelah Italia unggul, ditambah stamina "anjing-anjing penjaga"-nya yang sudah mulai loyo, praktis ia hanya mengatur tempo rendah Italia dari kedalaman sambil mengatur posisi rekan-rekan setimnya, ia tidak banyak bergerak namun operan-operannya berkelas dan membahayakan pertahanan Inggris. Italia memang menurunkan jauh temponya pada babak kedua ini, membatasi kualitas (bukan kuantitas) dari penyerangan Inggris.

Jika melihat statistik, kombinasi umpan tertinggi di laga ini berlangsung antara tiga pemain tengah Italia: Pirlo, de Rossi dan Verratti. Kombinasi umpan Pirlo pada de Rossi, umpan de Rossi pada Pirlo, dan umpan verrati pada Pirlo, menjadi tiga kombinasi umpan terbanyak di laga ini.



Nama Pirlo yang masuk dalam tiga kombinasi umpan tertinggi inilah yang menjadikannya begitu sentral bagi permainan Italia. Pirlo-de Rossi-Verratti menjadi inti dari permainan Italia yang nyaris sepenuhnya mencoba menguasai lini tengah melalui bangunan serangan yang mengalir dari belakang.

It's Always Him: Pembuktian Balotelli

Ketika Mario Balotelli bertanya "Why always me?" kembali pada tahun 2011, jawabannya adalah karena ia selalu membuat cerita bagi dirinya sendiri. Sekarang, pada tahun 2014, ia menunjukan pada dunia bahwa ia adalah harapan terbaik Italia untuk sukses di Piala Dunia.

Striker AC Milan itu berada di bawah tekanan besar pada musim panas ini dan harus berurusan dengan dilematisme Prandelli yang memilih dirinya atau Ciro Immobile sebagai ujung tombak.

Ini adalah musim yang penuh gejolak untuk Balotelli di San Siro. Tapi itu Balotelli yang ada di San Siro, karena Balotelli yang ada di Manaus adalah Balotelli yang berbeda. Permainannya di depan mampu menghubungkan trio gelandang di belakangnya secara sempurna, buahnya adalah ia berhasil membawa pulang gol penentu kemenangan yang memberikan Azzurri peluang yang besar untuk melaju dari Grup D sebagai juara grup.

Setelah sebelumnya juga ia gagal mencetak gol dalam 5 pertandingan terakhirnya bersama tim nasional, Balotelli akan ada lagi di Recife untuk mempelopori harapan bangsanya untuk mengalahkan Kostarika, yang akan membuat mereka melenggang nyaman.

Kesimpulan

Bentrokan pertandingan Grup D di Manaus ini awalnya ditakutkan akan menjadi pertandingan menjemukan antara dua negara kiblat sepakbola Eropa yang layu dalam panas eksotis tropis di tengah hutan Amazon. Namun, hal ini terbukti salah, Inggris justru bisa melonjak dan menciptakan 18 buah peluang.

Tapi pasukan Hodgson harus kembali ke markasnya di Rio dengan tertunduk lesu setelah kelemahan mereka di sayap, kali ini sayap kiri, sering menjadi sasaran Azzuri dalam menciptakan peluang, bahkan gol kemenangan dari Mario Balotelli berhasil diciptakan dari sini.

Gelandang metronomik Andrea Pirlo juga dibiarkan merangkai bola dengan tenang bersama Marco Verratti. Lalu sejak Inggris tertinggal 2-1, dengan senang hati Italia bermain sabar, menurunkan tempo, dan menyerap tekanan.

Pada akhirnya, ini adalah persoalan serangan melawan pertahanan, Inggris memang berhasil terus menekan. Kuantitas penyerangan mereka begitu banyak, tapi hal itu tidak sebanding dengan kualitas penyelesaian yang mereka peragakan, usaha mereka tidak cukup baik bahkan hanya sekedar untuk menguji skill kiper Salvatore Sirigu.

Pertandingan grup kedua Inggris melawan Uruguay akan menjadi pertandingan yang wajib menang bagi kedua tim, pemenang pertandingan itu akan menjadi harapan cerah karena kedua tim kehilangan poin pada pertandingan pembuka mereka. Sementara Italia akan menghadapi Kosta Rika untuk mencari kemenangan yang akan membuka pintu mereka berlaga di babak 16 besar.



=====

*dianalisis oleh @panditfootball

(roz/krs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads