Liverpool Tumpul di Lini Depan dan Keropos di Tengah

Liga Inggris: Liverpool 1-1 Everton

Liverpool Tumpul di Lini Depan dan Keropos di Tengah

- Sepakbola
Senin, 29 Sep 2014 11:07 WIB
Andrew Powell/Liverpool FC via Getty Images
Jakarta - Derby Merseyside antara Liverpool dan Everton berlangsung imbang 1-1. Kemenangan di depan mata The Reds melalui tendangan bebas Steven Gerrard menit 65, mampu dikandaskan sepakan keras Phill Jagielka pada detik-detik akhir laga.

Brendan Rodgers melakukan perubahan skema dalam laga kali ini. Ia menanggalkan formasi 4-4-2 berlian dan memilih memakai dua poros ganda di tengah (4-2-3-1). Taktik yang sama sebenarnya digunakan juga saat melawan Middlesbrough di Piala Liga.

Jika berkaca pada laga-laga sebelumnya, pilihan ini diambil oleh Rodgers karena kurangnya perlindungan terhadap empat bek di belakang, terutama karena Gerrard tak sanggup melawan gempuran gelandang lawan pada situasi serangan balik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baik ketika melawan Aston Villa maupun West Ham, Gerrard mampu dimatikan oleh gelandang lawan. Selain mempengaruhi kemampuan bertahan Liverpool, hal ini juga membatasi Gerrard dalam melancarkan umpan-umpan lambung secara cepat kepada lini depan seperti paruh kedua musim 2013/2014.

Faktor absennya beberapa pilar seperti Daniel Sturridge dan Joe Allen membuat Liverpool tak punya banyak pilihan. Apalagi dengan kurang fitnya Philippe Coutinho yang secara tidak langsung berpengaruh di pertandingan kali ini. Serangan The Reds cenderung monoton.

Sementara itu dari kubu Everton, Roberto Martinez sepertinya memilih bermain hati-hati. Hal ini terlihat dari peran yang diemban oleh tiga gelandang tengah mereka dalam formasi 4-3-3. Ketiganya tidak banyak berada di area sepertiga akhir dan selalu menunggu lawan, ketimbang melakukan pressing saat bertahan.


Susunan pemain kedua tim – whoscored

Memaksa Liverpool Bermain Melebar

Everton lebih memilih menumpuk pemainnya di kotak penalti saat bertahan. Situasi ini menyebabkan Liverpool harus bermain melebar agar dapat masuk ke sepertiga akhir.

Adam Lallana yang bertugas sebagai pemain no 10 pun gagal mengemban peran membagikan bola di area sepertiga lapangan akhir. Pergerakannya terlalu statis jika dibandingkan dengan Raheem Sterling. Selain itu, Lallana juga tidak mempunyai kemampuan umpan-umpan terobosan model Coutinho. Pilihan bagi Liverpool kini tinggal dua, melancarkan umpan silang bertubi-tubi atau melakukan tembakan dari luar kotak penalti.
Liverpool memilih opsi yang pertama. Dalam babak pertama saja Liverpool mencatatkan 16 umpan silang. Padahal, rataan umpan silang The Reds musim lalu 'hanya' 17 crossing per-90 menit.

Sayangnya Markovic tak dapat berkembang dalam laga kali ini, pergerakannya tidak banyak berarti sebagai seorang sayap kanan. Agresivitas bek kiri Everton, Leighton Baines membuat Markovic tidak dapat dengan leluasa melakukan serangan. Ia harus tetap siaga ketika bek timnas Inggris tersebut melakukan serangan balik.





Grafis umpan dan tembakan Liverpool babak pertama - Squawka

Formasi 4-2-3-1 yang dipilih oleh Rodgers memang mengharuskan tiga gelandang di belakang striker menjadi alternatif tumpuan mencetak gol. Namun, dengan buruknya performa Markovic dan Lallana, membuat Sterling harus berjuang sendirian.

Pemain muda Inggris ini menyisir sisi kiri lalu masuk ke kotak penalti atau memberi umpan datar ke pemain lain. Ini berbeda ketika ada sosok Sturridge di lini depan, dengan Sterling dapat melebar atau membuka ruang bagi Balotelli. Situasi ini juga yang menyebabkan Liverpool masih kesulitan menyelesaikan peluang yang ada, meski mendominasi permainan.

Permainan Bertahan Everton

Roberto Martinez mungkin sedang mengalami krisis kepercayaan diri karena kalah dalam dua pertandingan sebelumnya. Akibatnya, Everton semalam bermain bertahan dan hanya melakukan serangan balik. Tidak ada upaya untuk hanya sekadar mempertahankan penguasaan bola atau memperlambat tempo permainan.

Everton meninggalkan tiga penyerang, yakni Romelu Lukaku, Naismith, dan Mirallas di depan untuk bersiaga dalam melakukan serangan balik. Tetapi petaka muncul ketika pada menit 31 Mirallas harus digantikan oleh McGeady karena cedera. Padahal, sisi kiri ini adalah tumpuan Everton dalam melakukan serangan musim ini.

Bahkan seringkali pola serangan terlihat timpang karena Mirallas dan Baines membangun serangan dari kiri terus menerus. Sedangkan dua penyerang lain, yakni Lukaku dan Naismith bersiaga di kotak penalti. Bermain mengandalkan serangan balik namun kehilangan kekuatan utama dalam menjalankan taktik tersebut membuat Everton terlihat mati kutu.

Permainan menjadi berjalan monoton satu arah, dengan dominasi yang terus dimiliki oleh tuan rumah. Beruntung karena Liverpool buruk dalam mengeksekusi peluang yang ada, sehingga skor kacamata terjadi pada babak pertama.

Pergantian Pemain Sebagai Kunci Pertandingan

Tidak ada gol tercipta pada babak pertama, dan bahkan 15 menit setelah turun minum, membuat Rodgers melakukan pergantian taktik. Markovic yang bermain buruk sepanjang pertandingan ditarik keluar dan digantikan oleh Coutinho.
Selintas, pergantian ini adalah untuk mengganti peran Lallana dengan Coutinho sebagai pemain nomor 10. Namun hingga akhir pertandingan Lallana justru tetap berada di tengah dan berdampingan dengan Coutinho. Meski kali ini posisi Lallana lebih fleksibel dan juga Sterling lebih bebas menjelajah sepertiga akhir.

Hal ini karena kini Liverpool punya pijakan di tengah, yaitu pemain yang siap dikirimi ataupun memberi umpan sebagai poros. Terlepas dari gol melalui tendangan bebas, namun ada perbedaan permainan yang mencolok dengan variasi serangan kini lebih terlihat dibandingkan sebelum masuknya Coutinho.


Umpan Coutinho Selama 30 Menit Bermain - Squawka

Permasalahan muncul karena Liverpool hanya mengandalkan Sterling untuk mengejar umpan-umpan terobosan ke kotak penalti. Ini yang berbeda dengan musim lalu, dengan Sturridge, Suarez, dan Sterling yang bergantian untuk mengejar bola daerah dan menekan pemain bertahan lawan.

Semenjak dibeli oleh Liverpool, Balotelli belum menunjukkan kemampuannya untuk memainkan skema permainan musim lalu. Ia lebih sering berada di luar kotak penalti dan memberikan umpan-umpan pantulan.

Selain itu, masuknya Coutinho juga seakan tak berguna karena kini Gerrard dkk menjadi memainkan bola-bola panjang.

Memanfaatkan Kelengahan Gerrard-Henderson

Pasca tertinggal, Martinez sepertinya tak punya pilihan lain untuk bermain menyerang. Muhamed Besic ditarik keluar digantikan oleh Samuel Etoo, sekaligus mengubah skema Everton menjadi 4-4-2 berlian. Lukaku menjadi teman duet Eto'o dan disokong oleh Naismith di belakangnya.
Taktik ini cukup berhasil jika melihat permainan Liverpool yang akhirnya mengendur. Apalagi pressing yang jarang terlihat sebelumnya kini mulai ditampilkan oleh Jagielka dkk. Jika pada babak pertama Everton hanya mampu mencatatkan tiga peluang, jumlah ini bertambah menjadi delapan pada babak kedua.
 
Gol bagi Everton tercipta dari tendangan jarak jauh. Hal ini bukan tidak disengaja. Dari 11 peluang yang didapatkan The Blues, delapan diantaranya diciptakan dari luar kotak penalti dari jarak ke gawang yang nyaris mirip.



Pada babak pertama, ini terjadi karena penyerang Everton minim mendapatkan bantuan dari gelandang. Lukaku lebih sering membawa bola sendirian, dan akhirnya menembak dari luar kotak penalti karena tidak mampu menembus lini pertahanan Liverpool.

Namun skema menendang dari jarak jauh pada babak kedua menjadi pola, karena baik Henderson dan Gerrard mudah terpancing keluar posisi. Keduanya bukan hanya sering tertarik ke dalam kotak penalti sendiri, namun juga sering terlalu maju saat Everton membangun serangan. Akibatnya, area di depan kotak penalti sering kali kosong.

Ketika terciptanya gol Everton, Gerrard dan Henderson pun sedang berada di dalam kotak penalti sendiri, untuk menyapu dua umpan silang beruntun Everton. Akibatnya, Jagielka dengan tanpa terkawal mampu memanfaatkan bola sapuan untuk mencetak gol.

Kesimpulan

Sebagai ajang yang bertajuk derby Merseyside pertandingan berjalan tak seperti yang diharapkan. Minim terjadi gol meski ada beberapa kejadian yang membuat situasi panas.

Liverpool sendiri terlihat buruk dalam melakukan penyelesaian akhir. Terutama jika melihat performa Balotelli yang tak kunjung mencetak gol di Liga. Bahkan, dalam pertandingan kali ini tendangannya lebih banyak dari seluruh pemain Everton (14-11).

Pertandingan bertensi tinggi seringkali harus ditentukan melalui bola mati ataupun sosok penting tim. Seperti yang terlihat dalam pertandingan kali ini, gol pemecah kebuntuan melalui tendangan bebas Gerrard dan sepakan penyama kedudukan dari Jagielka.

Para penikmat Liga Inggris bisa saja kecewa dengan cara Martinez memperagakan taktiknya. Tidak ada saling serang dalam tempo tinggi yang diperagakan oleh Everton seperti saat melawan Chelsea beberapa waktu lalu.

Namun, mengingat rentetan hasil buruk serta bobroknya lini pertahanan Everton (paling banyak kebobolan di Liga Inggris), hasil imbang di kandang Liverpool mungkin akan diterima Martinez dengan rasa puas.

Ini berbeda dengan Brendan Rodgers. Alih-alih bangkit, Rodgers justru dihadapkan pada pekerjaan rumah yang semakin banyak. Liverpool terlihat tidak bisa mereplika performa menyerang seperti musim lalu, dan belum kunjung menyelesaikan masalah pertahanan.

Laga ini menjadi laga ketiga di mana Liverpool harus kebobolan di menit-menit akhir pertandingan, selain melawan Ludogorets di Liga Champion dan juga melawan Middlesbrough di Piala Liga. Jika tak segera diselesaikan, kerja kerasnya selama dua musim bisa saja menguap sia-sia.

 





(din/mrp)

Hide Ads