Perjalanan Arema Indonesia menuju babak delapan besar tak menemui hambatan berarti. Bergabung di wilayah barat, Arema menjadi tim pertama yang mengantongi tiket ke babak Delapan Besar. Dengan grafik penampilan yang stabil, membuat Arema menjadi kandidat terkuat untuk menjadi juara Liga Indonesia musim ini.
Di fase grup, Arema mengumpulkan 46 poin hasil 14 kali menang, dan empat kali seri. Kekalahan 2-3 dari Persib di partai tandang, dan 1-2 kala menjamu Semen Padang, sama sekali tak menurunkan kedigdayaan skuat asuhan Suharno tersebut.
'Singo Edan' mencatatkan statistik memasukan-kemasukan terbaik dari seluruh kontestan Liga Indonesia. Christian Gonzales dan kolega berhasil melesakkan 49 gol dan hanya kemasukan 13 gol. Seperti musim-musim sebelumnya, Arema dihuni pemain yang kuat di semua lini. Mereka tajam saat menyerang, dan kuat kala bertahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menakar Penggunaan Tiga Bek
Tiga tim yang dihadapi Arema memiliki pemain dengan kualitas individu di atas rata-rata. Ketiganya tak sungkan bermain menyerang untuk mengobrak-abrik pertahanan lawan.
Persipura misalnya. Meski kalah telak 0-6 dari Al Qadsia, tapi Persipura menunjukkan permainan menekan. Penampilan cemerlang kiper Al Qadsia, Alkhaldi, mementahkan semua peluang tersebut. Saat membongkar pertahanan lawan, pergerakan para pemain Persipura begitu dinamis dengan melakukan penetrasi lewat tengah maupun sisi lapangan.
Jika Suharno ngotot untuk menampilkan permainan menyerang yang frontal, mereka harus siap menghadapi kemungkinan "disakiti" oleh Persipura. Anak asuhan Jacksen ini punya pengalaman aktual menghadapi dan melakukan serangan balik. Di laga pertama semifinal AFC Cup melawan Al-Qadsia, mereka sangat efektif melakukan serangan balik dan sukses mencetak dua gol lewat cara ini. Di laga kedua, giliran Persipura yang dihabisi karena serangan balik Al Qadsia.
Suharno sebenarnya pernah mencoba menerapkan formasi dengan menggunakan tiga bek dalam 3-5-2. Jika menilai hasil, pertandingan tersebut bisa dibilang memuaskan. Dari lima laga tersebut Arema menang tiga kali, dan seri dua kali dengan mencetak 18 gol dan kemasukan lima gol.

[kemungkinan penerapan formasi tiga bek Arema. Tanpa Gustavo (kiri), dengan Gustavo (kanan)]
Penerapan formasi dengan tiga bek sendiri dapat dimaksimalkan untuk menghalau serangan sayap lawan. Kombinasinya bisa 3-5-2 ataupun 3-4-3 jika ingin memanfaatkan serangan lewat sayap.
Duet Victor Igbonefo dan Thierry Gathuessi akan menjadi tembok kokoh di lini pertahanan Arema. Dengan postur tubuh yang menjulang, keduanya diharapkan mampu menghalau serangan lewat bola-bola udara hasil umpan silang.
Gathuessi dan Igbonefo akan mengapit Purwaka Yudhi. Meski tidak terlalu jangkung (169 cm), tapi kemampuannya membaca serangan lawan bisa diandalkan. Ia akan menjadi komando di lini belakang Arema terutama kala menahan serangan dari tengah.
Kunci keberhasilan pola tiga bek sebenarnya terletak pada efektifitas dua wide midfielder. Namun, hal ini tergantung Suharno apakah akan menempatkan dua pemain yang memiliki kecepatan di sayap, atau hanya satu pemain saja seperti yang diterapkan Pep Guardiola di Bayern Munich.
Di awal kompetisi, Pep bersama Bayern hanya menyimpan satu pemain dengan posisi natural sebagai fullback yang disimpan sebagai wide midfielder.
Saat bertahan, wide midfielder ini tidak boleh terlambat untuk membantu pertahanan dan menutup pos yang ditinggalkannya. Jika ini terjadi, hasilnya akan fatal. Saat lawan menyerang lewat sayap, pergerakan lawan biasanya menarik bek tengah untuk mengejarnya. Ini yang biasanya dimanfaatkan striker lawan untuk memaksimalkan celah yang ditinggalkan tersebut.
Kinerja wide midfielder akan jauh lebih berat karena mesti memberikan suplai ke pemain sayap yang ada di depannya. Ia juga dituntut untuk membantu serangan lewat umpan silang ataupun menusuk langsung ke dalam.
Penggunaan formasi tiga bek bisa dimaksimalkan tergantung dengan kebutuhan. Misalnya, saat Gustavo Lopez masuk, Suharno dapat mengubahnya menjadi 3-5-2 dengan menempatkan Gustavo sebagai gelandang serang serta menduetkan Gonzales dengan Beto atau Samsul.
Persoalannya, ada kemungkinan dalam pertandingan perdana Delapan Besar menghadapi Semen Padang, Gustavo Lopez tak dapat diturunkan karena belum fit benar. Tapi peluang Lopez untuk turun juga tetap terbuka, selain karena Suharno juga sudah mengatakan Lopez sudah siap, pemainnya sendiri sangat berambisi dan antusias untuk turun. Juan Revi, kolega Lopez di lini tengah, juga dikabarkan masih dipantau kondisinya menyusul ada gangguan di kakinya usai laga uji coba melawan PS UM.
Jika salah satu dari dua pemain itu absen (apalagi jika keduanya absen atau hanya bisa turun sebagai pengganti) maka Arema perlu menyusun antisipasi. Semen Padang bukan tim penakut saat bermain tandang. Dua kemenangan penting kesebelasan asal Padang di musim ini justru diraih di kandang yang relatif sulit yaitu di Kanjuruhan sendiri dan di Jalak Harupat (kandang Persib).
Memutar Otak Melawan Tim Bertahan
Dengan statusnya sebagai pemuncak klasemen Wilayah Barat, Arema dianggap sebagai tim yang digdaya. Tim yang merasa inferior, diprediksi akan bermain bertahan terutama saat bermain di Kanjuruhan.
Melihat tren yang ada saat ini, Suharno harus memutar otak agar timnya bisa mencetak gol cepat, untuk menghindari hasil imbang, atau bahkan kekalahan.
Biasanya, saat tim yang secara kualitas lebih lemah berhasil mencetak gol terlebih dahulu, tim tersebut akan bertahan habis-habisan untuk menjaga kedudukan. Aremania tentu ingat saat Gonzales dan kawan-kawan ditahan imbang tiga tim peringkat empat terbawah.
Mereka ditahan imbang Gresik United tanpa gol pada 5 Juni. Sebulan berselang, Arema juga ditahan imbang 1-1 tim yang terdegradasi, Persita Tangerang di kandang sendiri pada 18 Agustus. Di pertandingan kedua terakhir 'Singo Edan' kembali ditahan Persik Kediri 2-2 di Gajayana.
Gol yang dilesakkan Persita dan Persik dicetak di atas menit ke-79. Bisa dibilang, Arema kehilangan konsentrasi pada menit-menit akhir, terutama kala melawan Persik Kediri. Gol Faris Aditama pada menit ke-90 menghapus kemenangan yang ada di depan mata.
Permasalahannya adalah Arema kerap menekan dan mengurung pertahanan lawan tapi kesulitan mengonversi peluang tersebut menjadi gol. Malah, lini pertahanan Arema sering ketar-ketir saat menghadapi serangan balik lawan.
Dengan tiga bek, sebenarnya Arema bisa memaksimalkan dua wide midfielder mereka untuk bebas menyerang. Syaratnya, Juan Revi atau siapapun yang mengisi pos gelandang bertahan mesti disiplin dengan melapis pertahanan.
Sehingga ketika wide midfielder Arema telat kembali ke posnya, Revi dengan segera berdiri di jajaran bek Arema. Secara visual akan terlihat lini perthanan dihuni empat bek kala Arema menghadapi serangan balik. Strategi seperti ini cukup ampuh terutama dalam menghalau tim yang melakukan serangan balik. Serangan balik lawan biasanya hanya diinisiasi 2-3 orang saja, sehingga lini pertahanan Arema tidak akan kekurangan pemain dalam menghadapi serangan balik.

[Grafis memperlihatkan gelandang Arema turun membantu serangan sebagai antisipasi lambatnya wide midfielder Arema menutup posnya]
Bersandar pada Trio Penyerang
Peran Cristian Gonzales di lini serang menjadi penting bagi Arema. Dengan kemampuannya menahan bola membuat serangan Singo Edan lebih bervariasi. Gonzales dikenal dengan kemampuan tendangannya dengan membalikan badan. Saat menerima bola, ia tinggal memutarkan badan dan melepaskan tendangan.
Jika Suharno menggunakan tiga penyerang, bola bisa dialirkan ke kedua sayap. Posisi natural Samsul Arif maupun Beto sebenarnya adalah penyerang tengah. Namun, karena kebutuhan formasi, keduanya seringkali beroperasi di sisi sayap.
Ada keuntungan dari pengubahan formasi ini. Baik Arif dan Beto memiliki naluri mencetak gol yang tinggi. Saat tak memiliki celah untuk melakukan umpan silang, keduanya bisa menusuk ke dalam dan melepaskan tendangan langsung ke gawang.
Sementara itu, peran Gonzales menjadi penting sebagai pengecoh bek lawan. Pasalnya, dengan kontrol bola yang terkadang sulit ditebak, cukup rentan bagi lawan untuk menempel Gonzales hanya dengan satu pemain. Maka, tak jarang, ada dua pemain sekaligus yang diminta mengawasi gerak-gerik Gonzales di dalam kotak penalti, meski tak mengawalnya secara langsung.
Di babak grup, Samsul Arif dan Gonzales masing-masing mencetak 10 gol, sementara Beto sembilan gol. Trio penyerang Arema tersebut telah menyumbang 59 persen dari total distribusi gol Arema musim ini.
Kenapa Arema Bisa Kebobolan
Di fase grup, Arema kalah dua kali dari Persib Bandung di Si Jalak Harupat 2-3 dan dari Semen Padang 1-2 di Kanjuruhan.
Saat kalah dari Persib tiga gol tersebut tercipta dari pola yang sama. Serangan lewat sayap pemain Persib sulit dibendung oleh lini tengah Arema. Hal ini diperparah dengan konsentrasi bek mereka yang melepaskan kawalan terhadap pemain depan Persib. Igbonefo dan Ghattusi sangat buruk dalam mengantisipasi umpan-umpan silang rendah.

[Proses gol pertama Persib]
Grafis di atas memperlihatkan proses gol pertama Persib. Ada dua pemain yang mengejar Supardi. Sementara itu, Djibril Coulibaly hanya dijaga satu pemain. Kelemahan antisipasi serangan sayap lawan juga terlihat dalam proses gol kedua dan ketiga Persib.

[Proses gol kedua Persib]

[proses gol ketiga Persib]
Proses gol kedua Persib mirip dengan gol pertama. Kali ini, posisi Firman Utina tak terkawal. Padahal ada empat bek Arema dan hanya dua pemain Persib yang ada di dalam kotak penalti. Sementara itu, proses gol ketiga adalah titik puncak kelengahan lini pertahanan Arema. Dua bek Arema tak mampu menahan pergerakan Tantan. Lagi-lagi, fokus pertahanan Arema hanya pada bola dan membiarkan Makan Konate dalam posisi bebas tak terkawal.
Sementara itu, dua gol Semen Padang yang dilesakkan Osas Saha adalah buntut buruknya koordinasi lini pertahanan. Dalam dua gol tersebut terlihat bagaimana Osas menembus pertahanan Arema dan melepaskan bola tanpa gangguan. Prosesnya dua gol tersebut hampir mirip karena dilakukan lewat serangan balik.
Ini yang menjadi permasalah Arema selama ini. Lini pertahanan Arema kerap melepaskan pengawasan dan pengawalan terhadap penyerang lawan, terutama saat menghadapi umpan silang. Serangan secara sporadis Arema pun kerap membuahkan petaka. Dua gol yang dilesakkan Osas Saha menjadi buktinya.
Dua sektor ini mesti diperhatikan agar kejadian serupa tak terulang di babak delapan besar. Lawan-lawan mereka, terutama Persipura dan Semen Padang, punya kemampuan yang memadai untuk bisa melukai Arema melalui skema serangan balik.
Menghapus Tren Buruk
Arema belum menunjukkan performa signifikan kala kompetisi digelar dalam format delapan besar. Singo Edan belum pernah melaju hingga babak selanjutnya.
Arema pertama kali melaju hingga babak delapan besar pada musim kompetisi 1999/2000. Arema mencatatkan poin yang sama dengan Persija Jakarta, tapi kalah lewat selisih gol. Di pertandingan terakhir yang menentukan, Arema malah kalah 0-3 dari Pelita Solo.
Arema kembali menjejakan kaki di babak delapan besar di musim selanjutnya tahun 2001. Lagi-lagi, Arema gagal melaju ke babak selanjutnya. Kali ini nasibnya lebih parah karena tak meraih sekalipun kemenangan.
Musim kompetisi tahun 2002, Arema sempat merajut asa. Bermain dalam format home tournament yang digelar di Gresik, Arema satu grup dengan kandidat juara Persita Tangerang, Petrokimia Putra, dan Persipura Jayapura. Persaingan di grup tersebut berlangsung sengit. Hanya Persita yang mempu menghabisi lawan-lawannya. Tiga klub lainnya saling mengalahkan satu sama lain.
Arema kalah dari Persita dan Petrokimia, lalu menang atas Persipura. Slot satu klub yang akan mendampingi Persita ke babak selanjutnya pun diperebutkan dengan dramatis. Petrokimia, Persipura, dan Arema sama-sama meraih poin tiga. Namun, karena unggul selisih gol, Petrokimia lah yang berhak melaju ke babak selanjutnya, sementara Arema berada di peringkat terakhir.
Musim kompetisi tahun 2003, format delapan besar dihapuskan dan diubah menjadi liga. Wilayah barat dan timur disatukan. Apes bagi Arema karena mesti terdegradasi dalam format baru ini.
Setahun di divisi satu, Arema langsung naik kasta di musim 2005. Singo Edan bahkan menembus babak delapan besar. Namun, lagi-lagi mereka harus berada di posisi juru kunci. Musim 2006, Arema menjadi juara wilayah Barat. Seolah menjadi tren, Arema hanya menempati peringkat tiga dan tidak lolos ke babak selanjutnya.
Masuk ke delapan besar seolah menjadi tradisi Arema. Musim 2007 dengan pindah ke wilayah timur, Arema kembali masuk ke babak delapan besar, tapi lagi-lagi kandas karena hanya menempati peringkat ketiga.
Musim 2014, kompetisi Liga Indonesia kembali digelar dalam format dua wilayah. Arema dengan meyakinkan lolos ke babak delapan besar. Kali ini Arema hadir dengan grafik permainan yang lebih stabil dan pemain yang merata di semua lini. Kenangan buruk di babak 16 besar pada musim-musim lalu masih menghantui.
Namun Arema siap menghadapi kenangan buruk tersebut. Lewat sang kapten, Ahmad Bustomi, hanya ada satu lawan paling berat di babak delapan besar nanti. “Musuh yang paling berat saya rasa adalah diri sendiri, kami para pemain harus bisa mengendalikan diri dengan tidak anggap remeh lawan. Sehingga itulah yang harus dikalahkan oleh masing-masing pemain,” ujarnya.
(din/mrp)