Duel Taktik Bielsa dan Fournier 'Dinodai' Pemain

Liga Prancis: Marseille 0-0 Lyon

Duel Taktik Bielsa dan Fournier 'Dinodai' Pemain

- Sepakbola
Senin, 16 Mar 2015 12:37 WIB
AFP/Anne-Christine Poujoulat
Jakarta -

Hasil imbang 0-0 di antara Olympique Marseille dan Olympique Lyonnais membuat mereka tak maksimal memanfaatkan kekalahan 2-3 Paris St Germain atas Girondins de Bordeaux.

Padahal bagi Lyon, itu berarti peluang untuk semakin menjauhkan diri dari kejaran Les Parisiens. Untuk Marseille, kekalahan PSG berarti peluang untuk menggeser kesebelasan ibu kota ke posisi ketiga.

Mengingat Marseille dan Lyon sama-sama memainkan sepakbola menyerang dan sama-sama menerapkan garis pertahanan tinggi ketika sedang tidak menguasai bola, bayangan mengenai pertandingan terbuka yang diwarnai jual beli serangan mengiringi pertandingan ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenyataan, pada akhirnya, tidak berjalan sesuai dengan harapan karena Lyon yang bertindak sebagai tim tamu, bermain hati-hati. Sepanjang pertandingan hanya sekali mereka melakukan potongan (intersep) di daerah permainan lawan; tidak seperti biasanya.



Pertandingan juga tidak diwarnai jual beli serangan yang aktif karena beberapa kali sempat terhenti akibat beberapa sebab: pelemparan botol air kepada para pemain Lyon, keributan kecil mengiringi kartu merah Jeremy Morel, dan – talking point utama pertandingan ini – perdebatan mengenai sah atau tidaknya gol Lucas Ocampos (dalam tayangan ulang, bola tampak sudah melewati garis namun wasit menyatakan tidak ada gol tercipta).

Marseille mendominasi jalannya pertandingan. Namun tak berarti Lyon tak bisa berbuat apa-apa. Walaupun jumlah serangan mereka lebih sedikit ketimbang tuan rumah, Lyon mampu melepaskan lebih banyak tembakan ke gawang; sedikit banyak terbantu oleh berkurangnya jumlah pemain Marseille setelah wasit Benoit Bastien mengusir memberi Morel kartu merah; tiga dari lima tembakan tepat sasaran Lyon tercipta setelah mereka memiliki keunggulan jumlah pemain.

Hasil imbang tanpa gol membuat Marseille berada dalam kondisi terancam di peringkat ketiga. AS Monaco yang berada di peringkat keempat hanya berjarak empat angka dan memiliki tabungan satu pertandingan. Lyon, sementara itu, masih memimpin klasemen sementara dengan selisih dua angka dari PSG dan empat angka dari Marseille.

Bielsa “Dipaksa” Memainkan 3 Bek Tengah

Tidak ada Michy Batshuayi, tidak ada Lucas Ocampos, juga tidak ada Baptiste Aloe di starting XI Marseille. Padahal ketiga pemain ini mampu menunjukkan permainan yang tidak mengecewakan dalam beberapa pertandingan terakhir. Batshuayi malah mampu membuktikan diri bahwa ia siap menjadi penyerang utama Marseille. Marcelo Bielsa, toh, lebih memercayai para pemain senior (dan/atau mereka yang masih berusia muda namun sudah mendapatkan tempat reguler di tim utama) untuk pertandingan ini, dalam formasi 3-3-3-1.

Lyon sendiri tampil dengan formasi andalan mereka, 4-4-2 diamond. Pelatih Hubert Fournier juga tidak menerapkan perubahan berarti dalam komposisi pemain kesebelasannya, kecuali memainkan Rachid Ghezzal di posisi Yoann Gourcuff.

Setelah memainkan empat pemain belakang dalam beberapa pekan terakhir, Bielsa “terpaksa” kembali memainkan tiga pemain belakang. Sebuah keputusan yang, sedikit banyak, dipengaruhi oleh formasi lawan. Sudah bukan rahasia lagi jika pemain belakang bebas adalah peran yang harus ada dalam strategi Bielsa; ada pemain belakang yang bertugas menghadapi lawan, dan ada pemain belakang yang bertugas menyapu bola dan/atau memberi tekanan ekstra.

Lyon memiliki dua penyerang tengah, dan Bielsa merespons dengan tiga pemain belakang. Tak hilang akal, Fournier membalasnya dengan sesekali menempatkan penyerang lubang lebih tinggi dari biasanya sehingga di area pertahanan Marseille, terjadi situasi tiga lawan tiga.

Kehilangan Gourcuff Begitu Terasa

Arti penting kehadiran Gourcuff bagi Lyon benar-benar terasa di pertandingan ini. Tanpanya, Lyon kehilangan seorang pengatur serangan. Tanpa Gourcuff, Lyon kehilangan seorang pemain yang selalu berada di tempat dan waktu yang tepat untuk menerima dan meneruskan bola; menjadi bagian tak terpisahkan dari serangan Lyon yang dibangun dari umpan kaki ke kaki.
 


Keputusan Hubert Fournier menarik keluar Ghezzal sebelum babak pertama berakhir (pada menit ke-44, tepatnya) dapat dimengerti. Daya jelajah Ghezzal tidak sebaik Gourcuff sehingga kecepatan serangan Lyon dengan jelas terlihat menurun. Mengganti Ghezzal dengan Clinton N’jie dan meminta Nabil Fekir memainkan peran Gourcuff awalnya tampak tepat karena daya jelajah Fekir lebih baik dari Ghezzal. Namun Fekir, bagaimanapun, bukan Gourcuff.



Penempatan diri Fekir tidak sebaik Gourcuff. Alih-alih beroperasi di area tengah, Fekir lebih sering berada di dekat garis tepi. Jika saja Fekir lebih cerdas, hasil akhir bisa saja berbeda. Lyon menang jumlah di lini tengah (hanya ada Gianelli Imbula di lini tengah Marseille karena Benjamin Mendy dan Brice Dja Djedje bermain melebar dan lebih tinggi), namun Fekir jarang berada di sana untuk memanfaatkan keuntungan yang ada.

Kegagalan Fekir memainkan peran Gourcuff dengan baik, pada akhirnya, membuat N’Jie dan Alexandre Lacazette kekurangan suplai bola yang cukup baik. Tiga bek tengah Marseille, karenanya, praktis jarang menhadapi ancaman berarti.

Marseille Menguasai Area Sayap

Pertukaran umpan dari kaki ke kaki, dengan bola-bola menyusur tanah, adalah ciri khas serangan Bielsa. Ciri khas lainnya adalah jumlah umpan vertikal yang lebih banyak ketimbang umpan horizontal. Namun dalam pertandingan ini Marseille tidak seperti kesebelasan yang dilatih Bielsa.



Hanya lima dari 12 peluang (open play) Marseille yang tercipta dari umpan vertikal. Selebihnya, peluang-peluang itu tercipta dari daerah sayap. Alasan dari kondisi ini tidak lain dan tidak bukan adalah pendekatan tanpa bola yang diterapkan sang lawan.

Tampil dengan formasi 4-4-2 diamond, Lyon benar-benar memenangi pertarungan di lini tengah; Maxime Gonalons, Jordan Ferri, dan Corentin Tolisso (kadang juga ada Ghezzal atau Fekir) melawan seorang Gianelli Imbula. Namun para gelandang yang terkonsentrasi di lini tengah membuat Lyon lemah di sayap.

Di area sayap Lyon praktis hanya memiliki Christophe Jallet dan Henri Bedimo. Sementara itu Marseille memiliki Benjamin Mendy, Djedje, Florian Thauvin, dan Andre Ayew (atau Andre-Pierre Gignac jika Ayew dan Gignac bertukar posisi) di area yang sama.



Marseille, karenanya, lebih sering menekan lewat sayap. Mereka menghindari area tengah yang menjadi tempat Gonalons, Ferri, dan Tolisso menunggu; meredam serangan Marseille dan melindungi barisa belakang Lyon. Grafik umpan di atas dengan jelas menunjukkan bagaimana area tengah seolah menjadi wilayah terlarang bagi Marseille.

Menguasai area sayap, toh, tidak membuat Marseille menjadi pemenang. Lyon memiliki persentase sempurna dalam hal keberhasilan sapuan, dan 62% di antaranya mereka catatkan di dalam kotak penalti. Walaupun Marseille menguasai area sayap dan mampu menciptakan banyak peluang dari sana, Marseille tetap tidak mendapatkan apa-apa karena para pemain belakang Lyon selalu sigap menetralisir setiap ancaman yang datang.

Kesimpulan

Alih-alih berhasil mengatasi lawan, baik Marseille maupun Lyon sama-sama lebih pantas disebut gagal memanfaatkan kelemahan lawan.

Marseille yang mampu menguasai dan menebar ancaman dari area sayap tidak memiliki penyelesaian akhir yang cukup baik. Lyon, yang seharusnya dapat menguasai area tengah, ternyata gagal memanfaatkan keunggulan jumlah gelandang yang mereka miliki.

Bielsa, sebagaimana biasanya, benar-benar telah mempersiapkan taktik dan strategi yang tepat untuk lawan yang ia hadapi. Namun Fournier juga pantas diacungi jempol karena tidak kalah dalam adu cerdas melawan Bielsa yang jauh lebih berpengalaman.

Pada akhirnya, kecerdasan kedua manajer “dinodai” oleh para pemain mereka sendiri. Jika saja para pemain mampu menciptakan gol, pertandingan pasti berjalan lebih seru walau boleh jadi akan tetap berakhir tanpa pemenang.

====

* Dianalisis oleh @panditfootball. Profil lihat di sini.

(a2s/roz)

Hide Ads