Siapa bilang kultur mengembara itu hanya milik bangsa China dan Yahudi saja? Bangsa Italia pun memiliki kebiasaan yang sama. Italia adalah salah satu bangsa terbesar di dunia yang melakukan diaspora.
Menurut data Fondazione Migrantes pada tahun 2011, diperkirakan 60-80 juta orang keturunan Italia tinggal di luar tanahnya sendiri. Angka itu justru lebih besar ketimbang populasi penduduk negara Italia yang berjumlah 60 juta jiwa. Dari catatan majalah itu juga terlihat bahwa mayoritas keturunan ini tinggal di Amerika Selatan, dengan dua negara yang paling banyak menampung para migran Italia adalah Brasil dan Argentina.
Hingga saat ini, tercatat 25 juta orang berdarah Italia tinggal di Brasil. Tetapi, jumlah terbesar keturunan Italia malah masih berada di Argentina. Sekitar 27 juta jiwa penduduk Argentina, atau 60% dari total 49 juta jiwa, memiliki buyut yang datang dari Italia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi benar apa yang dikatakan oleh Sejarawan Italia Marcello De Cecco. "Orang-orang Italia, adalah bangsa imigran. Selama berabad-abad mereka tersebar ke seluruh penjuru dunia. Tapi hanya di dua negara mereka bisa menjadi mayoritas: Italia dan Argentina."
Dalam buku Historia De Los Italianos en La Argentina Fernando Devoto --seorang profesor sejarah di University of Buenos Aires-- menjelaskan bahwa titik puncak kedatangan para imigran Italia terjadi dalam kurun abad 18 hingga tahun-tahun awal abad 19.
Dari Bertani ke Sepakbola
Argentina adalah tanah pelarian bagi orang Italia yang mengalami kesulitan ekonomi dan tekanan politik di negaranya. Kemiripan iklim dan cuaca menjadikan Amerika Selatan tujuan para imigran asal Italia. Apalagi pada masa itu mayoritas penduduk Italia masih bercocok tanam. Iklim tropis Argentina, yang sangat cocok untuk bertani, menjadi jaminan para imigran tak perlu susah payah untuk mengubah kultur.
Tetapi tentu saja keuntungan ini tak sepihak menguntungkan bangsa Italia saja. Masuknya imigran membuat adanya infilitrasi budaya Italia yang meresap menjadi budaya Argentina. Munculah para intelektual, ilmuwan, dan profesional di berbagai bidang yang berkontribusi untuk pengembangan Argentina.
Salah satu di antaranya adalah para pesepakbola.
Tak terhitung banyaknya pemain timnas Argentina yang darahnya tercampur darah Italia, mulai dari Diego Maradona hingga Lionel Messi. Kedekatan inilah yang jadi setidaknya bisa jadi salah satu alasan kenapa para mayoritas oriundi berasal dari Argentina. Selain memiliki darah Italia, kepandaian mereka mengolah bola pun kadang lebih jago ketimbang Italia itu sendiri.
Secara literal, dalam bahasa sepakbola Italia, oriundi berarti pemain naturalisasi yang membela tim nasional. Namun secara verbatim kata ini berarti "pribumi". Sejatinya oriundi adalah serapan dari Spanyol dan bukan asli dari bahasa Italia. Sebelumnya, hingga tahun 1950-an, orang Italia lebih akrab menyebut pemain naturalisasi dengan sebutan "rimpatriati" yang artinya "kembali".
Argentina turut andil mempopulerkan serapan "oriundi" tersebut. Seperti diketahui, meski memiliki banyak keturunan Italia, Argentina lebih memilih sebagai Hispanophone (Berbahasa spanyol) ketimbang bahasa nenek moyang mereka sendiri.
Juara Dunia Berkat Oriundi
Fenomena oriundi sendiri mulai mencuat pada akhir 1920-an hingga awal 1930-an, ketika Italia amat bergantung pada pemain-pemain Argentina seperti Raimundo Orsi, Luis Monti, dan Enrique Guaita. Hal itu tak lain karena ketiga pemain ini memperkuat klub-klub Italia. Orsi dan Monti bermain untuk Juventus, sementara Guaita menghabiskan dua tahun bermain untuk AS Roma.
Pada masa itu, klub-klub Italia mulai tumbuh menjadi klub-klub profesional dan bersaing untuk menjadi yang terbaik. Klub-klub inilah yang mulai mengeksplor kemampuan pemain Amerika Selatan dan mengontrak mereka.
Selain kedekatan darah seperti yang dijelaskan di awal, kemampuan para pemain Amerika Selatan pun tak kalah hebat dengan pemain dari Eropa daratan. Bayaran yang tinggi dan iming-iming kompetisi profesional membuat eksodus pemain Amerika Latin berdarah Italia pun dimulai.
Gelar juara piala dunia pertama Italia, yang didapatkan pada Piala Dunia 1934, juga tak lepas dari peran oriundi di dalamnya. Tercatat dalam sejarah, bahwa lima pemain inti yang membantu Vittorio Pozzo mendapatkan trofi itu bukanlah pemain kelahiran Italia.
Ini jadi hal yang menarik karena waktu itu Mussolini sedang galak-galaknya mempopulerkan fasisme yang berdasar pada paham kebangaan pada darah asli Italia. Tapi, nyatanya, ia malah mentolerir masuknya oriundi pada timnas Italia itu sendiri.
Kebergantungan pada oriundi ini masih terus terjadi hingga tahun 1960an. Nama-nama seperti Omar Sivori, Humbtero Maschio, Jose Altafini, dan Alcides Ghiggia sering menghiasi lineup skuat Azzurri.
Tetap Saja Membenci yang Asing

Dekade 1960-an adalah masa hancur-hancurnya sepakbola Italia. Secara beruntun Italia pun mengalami dua aib besar dalam sejarah calcio ketika ditekuk Chile dalam "Battle of Santiago" di Piala Dunia 1966 dan kalah dari Korea Utara pada "The Greatest Shock in World Cup History" di kompetisi yang sama.
Oriundi-lah kambing hitam yang lalu disalahkan. Setelah 1966, kehadiran pemain asing dibatasi di Serie-A dan status menjadi oriundi pun muskil didapat.
Ya, oriundi memang ibarat dua sisi mata uang. Mereka kadang dicaci, kadang pula mereka dipuji. Dan oriundi dari Argentina lah yang biasanya mendapatkan pilihan kedua itu. Maklum saja. Dari dulu sampai sekarang, dari 57 orang oriundi di timnas Italia, 30 diantaranya berasal dari Argentina. Wajar jika mereka selalu jadi pelampiasaan.
Setelah fenomena oriundi sempat vakum 40 tahun lamanya, adalah Mauro Camoranesi yang kembali melanjutkannya pada tahun 2003. Ini pun bukan dengan jalan yang mulus seperti pendahulunya. Selalu saja ada resistansi dari kalangan politisi "sok" nasionalis dan wartawan yang berpendapat warga asli kelahiran Italialah yang mesti dijadikan preferensi utama dalam membentuk timnas.
Camoranesi pun sempat merasakan bagaimana tindak tanduknya jadi perhatian utama media. Ia dikritik dan dipertanyakan nasionalismenya karena tak pernah menyanyikan lagu kebangsaan Italia sesaat sebelum pertandingan.
Pemain yang (lagi-lagi) memiliki darah Argentina itu pun menjawab dengan jujur dan polos. "Saya tak mengerti anthem Italia. Saya memang memegang paspor Italia, tapi bukan berarti saya cukup merasa sebagai orang Italia," katanya kepada media.
Tak peduli dengan cerca banyak orang Camoranesi membuktikan dirinya sebagai nasionalis dengan satu titel Piala Dunia. "Saya adalah seorang Argentina, tetapi saat ini saya membela Italia. Warna biru mengalir di dalam darah saya. Itu adalah sesuatu yang tak seorang pun dapat mengambilnya," ucapnya tegas.
Pada Piala Dunia nanti, Italia akan kembali diperkuat oleh para oriundi. Jika tak ada aral melintang, Pablo Osvaldo, Thiago Motta, dan Gabriel Palleta berkesempatan tampil membela Gli Azzuri di tanah kelahiran mereka sendiri, yaitu Amerikan Selatan.
Italia pun semestinya boleh berharap tuah dari kehadiran para pemain Italia rasa Argentina ini. Pasalnya, dari 4 gelar juara dunia yang diraih oleh Azzuri, 3 diantaranya didapat berkat peran oriundi. Hitung-hitungan dengan dewi fortuna inilah yang mungkin membuat Cesare Prandelli tetap ngotot memanggil para oriundi baru untuk diangkut ke Brazil nanti.
====
*ditulis oleh @aqfiazfan dari @panditfootball
(roz/krs)