"Yuk, stretching!
1,2,3,β¦8.
Ayo, dilakukan lagi."
Bagi Anda yang suka berolahraga, kalimat ini tentu tidak asing lagi. Stretching, atau pemanasan, ini dilakukan sebelum, saat, dan sesudah latihan.
Bahwa stretching merupakan hal yang penting untuk dilakukan, mungkin sudah banyak yang tahu. Tetapi, sepenting apa sebenarnya peregangan untuk sepakbola? Untuk pesenam yang memang membutuhkan kelenturan tubuh, tentu hal ini jadi penting. Tapi bagaimana dengan pemain bola?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Stretching Mungkin Menolong Cedera Hamstring
Cedera hamstring! Saya setuju bahwa cedera ini sangat, sangat, dan sangat menyebalkan (baca tulisan: Hamstring, Lagi-lagi Hamstring). Dan keluhan ini yang paling sering terdengar ketika saya memimpin sesi latihan.
Saya masih ingat akan sebuah kejadian saat saya sedang melakukan pemeriksaan cedera engkel sebuah pemain. Pada saat melakukan hal itu di pinggir lapangan, dan karena itu dilakukan di negara saya tercinta Republik Indonesia, maka proses pemeriksaan ini menjadi tontonan umum para pendukung tim tersebut.
Merasa seperti monyet yang sedang menari di lampu merah, saya mendengar celetukan penonton. Beberapa dari mereka dengan cueknya meneriakkan --ya benar-benar berteriak, bukan berbisik-- "Bang, itu hamstring-nya yang salah".
Saya hanya tersenyum saja. Sambil melanjutkan pekerjaan, saya kembali memeriksa engkel sang pemain.
Di negara ini, hamstring bahkan sudah menjadi nama umum buat semua jenis cedera yang terjadi di dalam tubuh. Hamstring sendiri merupakan jenis cedera yang paling sering terjadi buat seorang olahragawan dan, ironisnya, memang pasti kambuhan. Tak heran jika cedera sangat diidentikkan dengan hamstring.
Tapi sampai penjelasan ini saya akan berhenti, karena saya ingin membahas tentang stretching dan bukan hamstring.

Tujuan utama dari stretching sendiri adalah untuk menambah fleksibilitas dari sebuah otot dan juga jadi salah satu metode untuk mencegah terjadinya cedera otot. Tapi, penting diingat bahwa fleksibilitas otot dari setiap atlet itu berbeda-beda. Jadi, pada saat melakukan stretching, kemampuan seorang atlet juga akan berbeda satu dengan lainnya.
Kita pun dapat menarik kesimpulan bahwa peristiwa seorang individu yang melakukan stretching dan kemudian mengalami cedera di otot tersebut, tidak terkait dengan kurangnya durasi stretching, jenis stretching yang dilakukan, dan berapa kali repetisinya.
Cedera di otot terjadi pada saat pertandingan dan pada saat berlatih. Masa-masa itu adalah waktu ketika sebuah otot paling sering terkena cedera. Sementara itu, faktor lainnya seperti lapangan, cuaca, sepatu dll. kurang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap cedera otot.
Sekarang, mari menjawab pertanyaan di atas dan bawa si hamstring kembali lagi.
Mengapa otot hamstring ini paling sering mengalami cedera? Sebuah majalah dari Inggris, yaitu British Journal melakukan sebuah survei pada 30 klub bola di sebuah negara Eropa. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa:
- Satu dari tiga cedera otot adalah cedera hamstring.
- 14% dari cedera hamstring adalah cedera yang berulang-ulang.
- Frekuensi cedera hamstring tertinggi terjadi di level divisi yang paling tinggi dan frekuensi paling rendah di divisi terbawah.
- Kebanyakan cedera hamstring yang ringan terjadi pada awal latihan atau pertandingan. Sementara yang parah di 2/3 waktu dari sebuah latihan atau pertandingan.
- Pemain yang paling sering mengalami cedera hamstring adalah pemain depan, diikuti oleh pemain sayap.
- Cedera hamstring sering diakibatkan oleh salahnya teknik dalam melakukan stretching.
Pada saat memperhatikan para atlet melakukan stretching, ada sesuatu hal yang sangat mencuri perhatian saya. Meski peregangan dilakukan dengan berbagai gerakan yang berbeda, namun peregangan itu hanya mengacu pada satu bagian saja. Coba tebak otot apa itu? Ya! Hamstring!! What a surprise.
Maka tidak heran bila otot ini menjadi rentan cedera karena coba dipanjangkan dan ditarik terus menerus. Dan otot ini pada akhirnya akan menjadi lemah dan bukan kuat.
Untuk mengantisipasi hal itu, bentuk dari pemanasan pun harus diubah dan dimodifikasi. Diperlukan juga variasi-variasi yang baru dalam peregangan.
Teknik yang paling tepat dilakukan pada saat stretching ialah tehnik PNF, atau lebih tepatnya Proprio Neuromusculair Fascilitation. Teknik ini adalah pergerakan stretching dalam bentuk 3-D.

Misalnya pergerakan lutut dari lurus sampai ditekuk ialah dari -5 derajat sampai -140/150 derajat. Semua pergerakan yang tak mencapai cakupan sudut ini akan disebut hypo-mobility atau immobility. Faktor ini sering kali dilewatkan pada saat melakukan terapi, sehingga sebuah cedera tak kunjung sembuh.
Sekali lagi, saya harus menggunakan kata stop. Mari kita bahas tentang immobility pada lain kesempatan.
Kembali ke fokus bahasan tentang PNF, pergerakan yang dilakukan menggunakan teknik ini sangatlah baik dan efektif, meski metode ini tak bisa semudah itu dilakukan seorang atlet. Dia harus mengambil waktu yang cukup dan berkonsentrasi dalam melakukan gerakan PNF.
Konsentrasi penuh dan disiplin tinggi dalam melakukan PNF tidak hanya akan membuat sebuah otot fleksibel, tapi juga membantu menghilangkan cedera hamstring bila fokusnya dilakukan untuk hamstring.
Kenapa bisa begitu? Bukankah otot yang tertarik, atau sakit, tak boleh di-stretch atau diregangkan? Ini tentu benar sekali. Namun PNF bisa menawarkan cara peregangan yang bisa menghindari bagian yang sakit atau nyeri, atau diaktifkan tanpa merasa nyeri. Inilah keunikan dari gerakan PNF.
Nah, kembali ke pernyataan di awal tulisan ini. Dari penjelasan-penjelasan di atas, terlihat bahwa stretching memang mungkin untuk menolong cedera hamstring. Tapi ini dengan catatan, bahwa stretching tidak membuat tendangan menjadi lebih baik.
Penasaran? Ikuti ulasannya di tulisan berikutnya.
===

* Penulis adalah Sport Physiotherapist yang bekerja sama dengan Pandit Football Indonesia dalam pengembangan sport science di Indonesia. Sering dipercaya sebagai fisioterapis tim nasional Indonesia. Akun twitter: @MatiasIbo
(a2s/krs)