Coach: "Captain, tolong bilang ke tim, begitu kick off langsung main dengan tempo tinggi, kasih pressure ke tim lawan ya!β
Captain: "Siap coach. Berapa lama harus melakukan itu?"
Coach: "90 menit dengan fokus dan konsentrasi yang tinggi."
Itulah percakapan wajar dalam sebuah tim sebelum pertandingan. Tidak ada yang salah dalam percakapan ini karena pressure without foul, fokus, dan konsentrasi disertai dengan disiplin diperlukan seorang pemain dan tim selama 90 menit. Chelsea kebobolan di menit terakhir injury time. Pelatih Jose Mourinho menyebutnya "stupid goal". Tapi ini bukan karena Gary Cahill, John Terry, dan David Luiz di lini belakang Chelsea memiliki kualitas jelek. Sama sekali tidak. Tapi karena konsentrasi mereka mengendur dan performa menurun.
Mengapa demikian? Sejumlah faktor bisa menjelaskannya. Yang pertama dan umum, pemain menganggap pertandingan akan berakhir sehingga mulai meremehkan lawan. Sementara alasan teknis, strategi, dan posisi di lapangan menjadi bahan feedback bagi sang pelatih. Yang akan dibahas di sini, seberapa signifikan endurance, stamina, dan daya tahan tubuh dalam permainan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah, saya akan fokus pada pentingnya dan pengaruh endurance selama 90 menit dalam sepakbola.
Selain skill, fleksibilitas, koordinasi, kekuatan otot, kecepatan, dan agilitas, pemain juga penting memiliki endurance.
- Seorang pemain harus mampu bermain penuh selama 90 menit tanpa penurunan performa.
- Seorang pemain harus mampu bermain lagi dalam jarak waktu (interval) yang singkat antar pertandingan.
- Seorang pemain harus bisa bermain bola selama 15-20 tahun.
Pertanyaaannya sekarang, endurance seperti apa yang dibutuhkan seorang pemain sepakbola? Di bagian pertama serial ini telah dibahas jenis dan komponennya. Lalu, manakah yang cocok untuk sepakbola?
Dalam sepakbola, seorang pemain dituntut mampu berlari dalam kecepatan tinggi selama 10-15 detik pada satu pergerakan. Contohnya saat melakukan serangan balik dengan cepat dari daerah pertahanan sendiri ke area pertahanan lawan. Contoh lainnya saat mengejar pemain lawan dengan melakukan sprint. Sekali-dua kali mungkin mudah dilakukan. Tetapi bagaimana bila harus melakukannya berulang kali selama 90 menit? Waktu recovery antar pergerakan lari ini sangat minim sehingga kardiovascular seorang pemain pun harus sangat baik. Sprint berulang kali menyebabkan asam laktat (lactic acid) sebagai penyebab pegal otot harus dinetralisir dengan cepat. Pemain yang tidak bugar terpaksa berhenti sejenak agar bisa mengambil napas dan secara bersamaan melakukan recovery.
Nah, ini bagian yang penting. Bila perlu dibaca dua kali.
Stamina yang hanya mengandalkan tingginya angka VO2 max dan latihan di seputar itu belum cukup. Ini disebut conventional endurance. Stamina ini hanya bertumpu pada ketahanan tubuh dalam melakukan sebuah aktivitas selama mungkin. Di artikel bagian pertama lalu dijelaskan bentuk pure endurance atau stamina murni [baca artikelnya di sini]. Stamina yang diperlukan harus bisa mengatasi tekanan dan permainan fisik yang keras. Inilah yang disebut dengan total fitness (masih ingat dengan istilah ini? Di bagian pertama sudah disebutkan bahwa kata ini akan sering muncul). Daya tahan tubuh di sini memerlukan kekuatan otot, fleksibilitas, koordinasi, mobilitas, dan stabilitas yang kuat secara konsisten agar bisa bertahan selama 90 menit.
Kesimpulannya, VO2 max yang bagus berkaitan penting dengan all round fitness. Dia tak bisa berdiri sendiri. Kemampuan tubuh menyerap oksigen dan menggunakannya secara efisien bersama kerja otot akan membuat seorang pemain bisa bertahan sampai detik akhir sebuah pertandingan. Demikian pula bagi otot. Suplai oksigen yang cukup ke dalam otot akan membuat pemain mampu bertahan lama dan asam laktat tidak akan mudah mengganggu otot. Artinya pegal dan kelelahan pun bisa dihindari.
Lalu bagaimana mempertahankan stamina? Apakah hanya cukup dengan berlatih kekuatan saja? Tentu saja tidak. Ada nutrisi yang diperlukan untuk menunjang perkembangan kekuatan otot. Soal ini akan dibahas pada topik "endurance dan nutrisi "di serial ketiga.
===

* Penulis adalah Sport Physiotherapist yang bekerja sama dengan Pandit Football Indonesia dalam pengembangan sport science di Indonesia. Sering dipercaya sebagai fisioterapis tim nasional Indonesia. Akun twitter: @MatiasIbo
Baca juga:
Sport dan Endurance (Bagian 1): Stamina dan Faktor-Faktornya
(a2s/din)